Tajam hujanmu
ini sudah terlanjur mencintaimu:
payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu,
aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yang buram berair kacanya,
dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu *
...........
Angin berhenti saat aku merenung di beranda. Lonceng-lonceng kecil yang tergantung dekat pintu gemerincing. Aku akan pergi, katanya padaku. Melewati lautan dan hutan-hutan. Mungkin hinggap di kota-kota tanpa penunjuk arah. Apakah kau mau menitip pesan?
Bawalah hujan besertamu, kataku. Panahnya perih menancap-nancap di kulitku. Seperti torehan sembilu. Aku bahkan tak bisa lagi menangis. Air mataku serupa kolam yang dikeringkan langit semena-mena. Dibawa berputar-putar oleh awan, dipeluknya sampai mendung. Air mataku bukan lagi milikku.
Angin masih duduk mencangkung di atas dahan rambutan itu. Menatapku seolah tak mengerti apa yang baru saja kuocehkan. Lonceng-lonceng angin berdenting satu-satu. Ada lagi? Angin bertanya. Mengibaskan dedaunan dari sayapnya.
Bawa matahari pulang, pintaku. Bawa kesini dan ikat erat-erat agar tak pergi lagi. Sudah terlalu lama musim membeku. Aku butuh cahaya.
Angin merentangkan sayapnya dan beranjak dari bayangan senja. Aku masih berdiri di beranda, sampai lonceng gemerincing lagi. Entah kapan.
______________
* Poem "Tajam Hujanmu" by Sapardi Djoko Damono
payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu,
aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yang buram berair kacanya,
dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu *
...........
Angin berhenti saat aku merenung di beranda. Lonceng-lonceng kecil yang tergantung dekat pintu gemerincing. Aku akan pergi, katanya padaku. Melewati lautan dan hutan-hutan. Mungkin hinggap di kota-kota tanpa penunjuk arah. Apakah kau mau menitip pesan?
Bawalah hujan besertamu, kataku. Panahnya perih menancap-nancap di kulitku. Seperti torehan sembilu. Aku bahkan tak bisa lagi menangis. Air mataku serupa kolam yang dikeringkan langit semena-mena. Dibawa berputar-putar oleh awan, dipeluknya sampai mendung. Air mataku bukan lagi milikku.
Angin masih duduk mencangkung di atas dahan rambutan itu. Menatapku seolah tak mengerti apa yang baru saja kuocehkan. Lonceng-lonceng angin berdenting satu-satu. Ada lagi? Angin bertanya. Mengibaskan dedaunan dari sayapnya.
Bawa matahari pulang, pintaku. Bawa kesini dan ikat erat-erat agar tak pergi lagi. Sudah terlalu lama musim membeku. Aku butuh cahaya.
Angin merentangkan sayapnya dan beranjak dari bayangan senja. Aku masih berdiri di beranda, sampai lonceng gemerincing lagi. Entah kapan.
______________
* Poem "Tajam Hujanmu" by Sapardi Djoko Damono
15 comments:
aku penggemar sapardi djoko damono juga..
paling suka yang aku ingin mencintaimu dengan sederhana itu lhooo
keren...
nggak pernah terlewatkan untuk membaca tulisan mu
aku suka analoginya. Hujan dimanapun akan selalu sama, bersenggama dengan tanah menghasilkan janin berupa kubang.
Kita bisa mengenang siapa saja melalui hujan, karena hujan selamanya akan selalu seperti itu.
ah, mba enno..keren banget sih tulisannya!
@elsa: aku ingin, puisi yang everlasting ya :)
@bandit: kenapa tertawa bah! :P
@wiwit: makasih :)
@apis: aih kamu bikin blushing *cubit2 apis* :P
Kuharap hujan itu mampir di kostku...
Aku mau nitip sesuatu untuk dibawa pergi jauh... :(
Ck..ck..ck...karyamu mbak...
Narasinya mengandung arti yang mendalam..
I Love this post!
hmm...Lagi kangen sama mr.K ya mb enno.. :P
ato lagi PMS juga...??
hahahaha....aku mah udah kelar nih...xixixixi...
iya nih disini juga lagi ujan ujan... kenapa ya rasanya kalo di indo ujan disini juga ujan. samaan gitu. hehehe.
rain rain go away... come again some other day...
@sari: nitipnya sama angin, bukan huja tau :P
@rava: biasa aja ah, thx ya :)
@ajenk: sebenernya lagi kangen nicolas saputra dan choky sitohang sih... :P
@arman: itu namanya pemerataan hehehe
sudahlah jangan lagi kau pikirkan aku...
aku dan kamu...kita sama2 tahu!
*wahahahaha minta ditampar ya gw :D
@azhar: yah, saya memang tahu bahwa kamu memang sotoy bung ipul! hehehe :P
wah, mau komen apa ya?... hmmmmm... Shin-kun gak paham soal puisi, tapi 1 yang bisa Shin-kun bilang, tulisanmu keren No :)... kamu lagi blue?
Hujan, jadilah gerimis.
menadah bumi, engkau menangis
Hai Langit,
saat begini, kami serasa menjadi pengemis.
Hujan, berbagi satu dengan rindu.
He...he...he...
daripada gak ada komentar.
waaa.. sukaaa bangeeeddh..
tulisannya keuren mbak, sungguh..
nggak kalah loh ma indahnya puisi SDD.. hehe..
@shin-kun: hehehe aku lg blue, pink, red, green... udah kayak bunglon :D
@m. faizi: hahaha tolong jgn bandingin dgn puisi anda ya... :P
@pohonku: makasih... tp pak sapardi sih lebih keren kemana2...
Post a Comment