I dwell in a lonely house I know
That vanished many a summer ago,
And left no trace but the cellar walls,
And a cellar in which the daylight falls,
And the purple-stemmed wild raspberries grow.
(Ghost House, Robert Frost)
Mang Udin melarangku keluyuran di belakang gedung pertemuan itu. Gedung yang tidak seberapa besar, bersambungan dengan gedung lain yang tadinya dipakai sebagai restoran. Aku pernah melongok sebentar dari jendela yang kaca dan bingkainya sudah lepas. Ada bekas dapur yang sangat luas, meja keramik sepanjang dinding, beberapa meja dan kursi rotan yang sudah rusak juga onggokan kardus-kardus tua.
"Seram, Neng. Jangan kesitu," kata Mang Udin. "Suka ada suara perempuan ketawa kalau malam."
Aku mana bisa dilarang. Semakin dibilang seram, aku malah semakin ingin tahu.
Sore itu aku ke sana. Mengendap-endap supaya tidak ketahuan Mang Udin yang sedang menyapu halaman gedung. Terpaksa kucing-kucingan. Kalau ia tahu, pasti ia akan mencoba melarangku lagi.
Mengambil jalan melingkar, aku masuk ke dalam restoran kosong itu. Tidak segelap yang kuduga ternyata. Cahaya matahari menerobos masuk lewat jendela-jendela tanpa kaca. Ada bau lembab dan sisa-sisa asap. Sarang laba-laba seperti lampion di sudut langit-langit. Kursi-kursi tua yang terjungkir dekat meja reyot tampak mengenaskan.
Tiba-tiba, di tengah keheningan ada suara berbisik di belakangku. "Sssst...."
Aku menoleh. Tak ada siapa-siapa. Kulanjutkan langkah semakin ke dalam.
"Sssst...."
"Siapa sih?"
Senyap. Tak ada jawaban dan tak ada siapa-siapa.
Di belakang restoran ada beberapa ruangan lain. Tampaknya bekas kamar para karyawan. Semuanya tertutup dan terkunci. Aku tiba di ruangan paling ujung. Ada tumpukan kursi tua dan kardus-kardus lagi. Ada secercah cahaya redup dari ambang pintu. Sebuah lorong, entah menuju ke mana.
Aku melangkah memasuki lorong. Bau lembab lumut dan kotoran tikus memaksaku menutup hidung.
"Ssst..."
"Jangan ganggu deh!" Sentakku gusar pada apapun itu.
Lorong itu berakhir, tepat di halaman belakang. Ada tangga besi yang melingkar ke atas. Hey, ada ruangan di atas? Kok aku tidak pernah diberitahu ya?
Sebuah selasar tersembunyi, terhalang oleh pagar besi setinggi dada. Ada sebuah pintu di ujung sana. Tertutup. Ah, tidak. Tidak tertutup rapat. Ada celah terbuka dan samar-samar tercium aroma tajam tembakau.
Aku berjalan menghampiri pintu itu. Tak ada suara apapun terdengar dari dalam. Kenapa ada aroma tembakau yang begini tajam? Seharusnya bangunan yang sudah sangat lama ditinggalkan berbau lumut dan lembab.
Dari celah pintu kulihat sesuatu yang menarik perhatian. Tampaknya memutuskan untuk masuk lebih baik ketimbang cuma mengintip.
Aku masuk.
Kulihat sebuah lipstick tergeletak di atas karpet kusut masai. Sebuah kasur busa tipis. Lampu baterai. Bantal. bungkus rokok dan kaleng-kaleng bir yang sudah kosong.
Hmm... apa yang ada di pojok situ? Sebungkus kondom? Astaga....!!!
.........
"Apaan, nggak ada hantu yang suka ketawa-ketawa," ujarku pada Mang Udin. "Di halaman belakang situ suka dipakai untuk berbuat mesum. Mang Udin lihat aja sendiri ke selasar di atas."
Mang Udin tergopoh-gopoh pergi untuk memeriksa. Tak berapa lama ia kembali sambil melongo. Di tangannya ada bungkusan kondom yang tadi.
Aku nyengir. Misteri terpecahkan.
__________
"Terus yang bisik-bisik itu siapa dong?" Ussy menatapku, berharap kali ini tidak ada cerita horor.
"Ya hantu beneran sih."
Harapannya tidak terpenuhi. Hehehe.
That vanished many a summer ago,
And left no trace but the cellar walls,
And a cellar in which the daylight falls,
And the purple-stemmed wild raspberries grow.
(Ghost House, Robert Frost)
Mang Udin melarangku keluyuran di belakang gedung pertemuan itu. Gedung yang tidak seberapa besar, bersambungan dengan gedung lain yang tadinya dipakai sebagai restoran. Aku pernah melongok sebentar dari jendela yang kaca dan bingkainya sudah lepas. Ada bekas dapur yang sangat luas, meja keramik sepanjang dinding, beberapa meja dan kursi rotan yang sudah rusak juga onggokan kardus-kardus tua.
"Seram, Neng. Jangan kesitu," kata Mang Udin. "Suka ada suara perempuan ketawa kalau malam."
Aku mana bisa dilarang. Semakin dibilang seram, aku malah semakin ingin tahu.
Sore itu aku ke sana. Mengendap-endap supaya tidak ketahuan Mang Udin yang sedang menyapu halaman gedung. Terpaksa kucing-kucingan. Kalau ia tahu, pasti ia akan mencoba melarangku lagi.
Mengambil jalan melingkar, aku masuk ke dalam restoran kosong itu. Tidak segelap yang kuduga ternyata. Cahaya matahari menerobos masuk lewat jendela-jendela tanpa kaca. Ada bau lembab dan sisa-sisa asap. Sarang laba-laba seperti lampion di sudut langit-langit. Kursi-kursi tua yang terjungkir dekat meja reyot tampak mengenaskan.
Tiba-tiba, di tengah keheningan ada suara berbisik di belakangku. "Sssst...."
Aku menoleh. Tak ada siapa-siapa. Kulanjutkan langkah semakin ke dalam.
"Sssst...."
"Siapa sih?"
Senyap. Tak ada jawaban dan tak ada siapa-siapa.
Di belakang restoran ada beberapa ruangan lain. Tampaknya bekas kamar para karyawan. Semuanya tertutup dan terkunci. Aku tiba di ruangan paling ujung. Ada tumpukan kursi tua dan kardus-kardus lagi. Ada secercah cahaya redup dari ambang pintu. Sebuah lorong, entah menuju ke mana.
Masuk, tidak, masuk, tidak.
Aku melangkah memasuki lorong. Bau lembab lumut dan kotoran tikus memaksaku menutup hidung.
"Ssst..."
"Jangan ganggu deh!" Sentakku gusar pada apapun itu.
Lorong itu berakhir, tepat di halaman belakang. Ada tangga besi yang melingkar ke atas. Hey, ada ruangan di atas? Kok aku tidak pernah diberitahu ya?
Naik, tidak, naik, tidak.
Bisa ditebak, aku pasti naik.Sebuah selasar tersembunyi, terhalang oleh pagar besi setinggi dada. Ada sebuah pintu di ujung sana. Tertutup. Ah, tidak. Tidak tertutup rapat. Ada celah terbuka dan samar-samar tercium aroma tajam tembakau.
Eh, tembakau?
Aku berjalan menghampiri pintu itu. Tak ada suara apapun terdengar dari dalam. Kenapa ada aroma tembakau yang begini tajam? Seharusnya bangunan yang sudah sangat lama ditinggalkan berbau lumut dan lembab.
Dari celah pintu kulihat sesuatu yang menarik perhatian. Tampaknya memutuskan untuk masuk lebih baik ketimbang cuma mengintip.
Aku masuk.
Kulihat sebuah lipstick tergeletak di atas karpet kusut masai. Sebuah kasur busa tipis. Lampu baterai. Bantal. bungkus rokok dan kaleng-kaleng bir yang sudah kosong.
Hmm... apa yang ada di pojok situ? Sebungkus kondom? Astaga....!!!
.........
"Apaan, nggak ada hantu yang suka ketawa-ketawa," ujarku pada Mang Udin. "Di halaman belakang situ suka dipakai untuk berbuat mesum. Mang Udin lihat aja sendiri ke selasar di atas."
Mang Udin tergopoh-gopoh pergi untuk memeriksa. Tak berapa lama ia kembali sambil melongo. Di tangannya ada bungkusan kondom yang tadi.
Aku nyengir. Misteri terpecahkan.
__________
"Terus yang bisik-bisik itu siapa dong?" Ussy menatapku, berharap kali ini tidak ada cerita horor.
"Ya hantu beneran sih."
Harapannya tidak terpenuhi. Hehehe.
26 comments:
komennya entar aja ya no
gw mo buka puasa dulu... :)
haha lagian udah mau buka sempet2nya blogging!
:P
komen.tidak.komen.tidak.
ahhh no comment ajahlah,,
dah jawara gitu juga blognya
menikmati ajalah bagian gue mah
ah bu maya suka gitu ah!
hehe lha tu bknnya komen jg namanya?
kenapa tu td ngacir pas ditanyain soal pacar?
wakakakakak
ah, tetep aja misteri belum terpecahkan... aaaaaarrrrrggghhh...
huahahaha
yang berbuat mesum tuh setannya kali... :P
gambarnya serem
eh ceritanya gak jadi serem
ternyata lucu.
hehehehee
Kalo aku...biarpun dibayar juga ga sudi jalan2 di lorong remang2 gitu...
Ogaahhhhh...atuttt...
:P
wah. ceritanya twist nih :D
@juminten: misteri yg mana lagi sih jum? :P
@arman: hehehe iya kali ya :P
@elsa: hehehe kecele :P
@ichaelmago: kecele juga ya? sama dong :P
aih..cerita hantu..
imut deh :D
*bah, sorry...otak error klo ngasi komen ya gitu deh*
:D
kamu menceritakannya dengan bagus No. sampe2 aku bisa membayangkan lorongnya :)
terus sapa dund yg psssttt psssttt itu?!?!?!?!??!?!?!?!?!??!?!?!?!?!?
hantunya lagi pup kali tuh mbakk.. digituin biar jangan berisik..
Iiiih ceritanya serem..... tapi koq berakhir bahagia ya??? (Mang Udin dapet Kondom)
Gudang tembakau? Wah, jadi ingat rumah tua kakekku zaman dahulu yang berisi tembakau busuk, dan meneyramkan... hi...hi....
waw..!
gw penasaran sama ceritanya..
eh, ujung2nya malah gitu..
haks.. haks..
btw, apa enno kesitu lagi dengan harapan bisa ngintip orang yang lagi "ehem-ehem"?
@nie: hehe imut ya? embeeer :P
@genial: yaelah kan udah dikasih tau :P
@brencia: emang hantu jg pup ya? baru tau lho eike hahaha
@ancis: hahaha iya hepi ending tampaknya :)
@m. faizi: wah share cerita horornya dong mas :P
@boodee: yeee.... eike mana tau ada apaan disitu. kirain emang ada hantu hihihi
ahh tulisan mba enno selalu kereeen.. hihihi, ujung2nya tnyata dipake buat tmpt mesum toh?
Hahaha mbaaaa
aku baca uda seriuuuus banget tadi...
tapi kebayang yah maen ke tempat gitu, interesting de... kaya bangunan tua yang terbengkalai.. sambil nebak2 orang2 dulu ngapain disini dan make baju apa... hehe
@phanie: iya... kirain yg ketawa hantunya, ternyata cewek ga bener hehehe
@gogo: bener go, aku jg suka gitu... makanya seneng bgt kalo ngunjungin tempat2 bersejarah :)
Ikhhhhhhhhhhhh caritanya ser...ser....ser ( ngak jadi seram akh ..jadi ser-ser ja deh ) habis pake kondom segala sich.
wakakakakaka
any way ceritanya bikin aku penasaran dan jadinya baca sampe habis dech...
tulisannya yang renyah
wahahaha....
ser-seran gitu?
:D
jadi apa dunk misterinya? hihiyy
ih hantu mesuummmm :-D
Masih ada yg lom terpecahkan mb en...
Jadi itu kondom siapa..?? =D
kondom jenk???
kondom??
enno buka apotik ya?
kok jualan kondom??
:P
mok,
nyari bubur yok..
Post a Comment