I Give My Hand To You

Kuulurkan tanganku padamu. Dan kamu menyambutnya. Dengan wajah murungmu dan bahasa tubuhmu yang canggung itu. Sejak dulu, sejak kita masih kecil, kamu tak berubah.

"Sudah berapa lama itu?" Kamu bertanya.
"Apa?"
"Jarak yang membentang. Tahun-tahun berlalu begitu cepat. Kulihat kamu tak lagi seperti dulu."

Aku tertawa kecil. "Dulu kita tidak pernah bicara satu sama lain, ya? Sibuk dengan teman masing-masing. Aku masih ingat sudut sekolah tempat kamu biasa menghabiskan jam istirahat dengan teman karibmu."
"Dan kamu... dimana kamu waktu itu? Aku tidak pernah melihatmu selain di dalam kelas, ketika jam pelajaran berlangsung."
"Di perpustakaan, di kebun sekolah, atau di kantin menikmati es dan pisang goreng."
Giliran kamu tertawa.

Lalu jarak yang dulu tak lagi penting ketika kenangan kanak-kanak menyatukan kita.

"Ada kumpul-kumpul lagi. Cowok semua. Mau ikut?" Kamu tak pernah lupa memberiku informasi itu.
"Jemput ya?"
"Beres."

Dan kamu meminjam bahuku ketika ada badai.
"I need a shoulder to cry on..."
"Don't worry, I lean you my shoulder."

Kuulurkan tanganku padamu. Dan kamu menyambutnya. Dengan wajah murungmu dan bahasa tubuhmu yang canggung. Tetapi aku tak bisa memberi apa yang kamu harapkan dariku.

"Aku mengerti perasaanmu. Aku pernah berada di posisi itu. Tetapi aku tak bisa memberimu lagi nasehat apapun. Keputusan itu akan menyangkut hidupmu. Cuma kamu yang bisa memilihnya.

"Aku janji," katamu. "Aku janji akan menyelesaikannya segera. Aku akan bicara sekali lagi. Jika jawabannya tetap tidak, aku ikhlas."

Jika yang terburuk yang harus kamu hadapi, aku yakin kamu akan kuat. Kamu akan ikhlas. Waktu akan membalut lukamu sampai sembuh. Dan aku ada di sini, memberimu semangat. Dan jika yang terpahit telah kamu lewati, aku tahu yang terindah menunggumu di depan sana.

Tetapi tahukah kamu, melebihi segalanya, aku menginginkan kamu bahagia. Berharap kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.

Aku ada di sini. Selalu.
Mengulurkan tanganku padamu dan meminjamkan bahuku.