Aku menemukanmu. Dengan wajah murung, berbeda dari masa kanak-kanak kita yang kuingat. Lalu kuulurkan tanganku padamu. Dan kamu menyambutnya dengan bahasa tubuhmu yang canggung.
Di mana segala keceriaan yang dulu itu? Ketika aku melihatmu tertawa dan berbisik-bisik geli di sudut sekolah kita dulu.
Begitu cepatkah waktu melipat lembar-lembar catatan yang memuat hari-hari tanpa beban? Meninggalkan lekuk tajam, menggores tepi hati yang kini kosong dari kenangan.
Kisah-kisah bahagia itu telah digantikan sejuta luka. Kemana larinya masa kecil kita?
Kita berdua sama, menunggu gerimis tiba. Untuk membasuh harapan yang mengering dan kerontang. Menghapus jejak gundah, mengisi lagi harapan yang nyaris punah.
Dongeng indah yang lenyap itu, kita masih mencarinya, bukan?
Lalu apa katamu padaku kemarin?
"I need a shoulder to cry on."
"Then I lend you my shoulder to cry," sahutku.
Kamu boleh meminjamnya sampai hatimu lega dan resahmu musnah. Aku akan ada di sini. Selalu.
Sekali waktu kita bertemu, dan kamu tersenyum kecil, lagi-lagi dengan bahasa tubuhmu yang canggung itu. Aku melihat harapan yang membatu di mata coklatmu yang tak lagi gemerlap seperti dulu.
Tahukah kamu, dulu aku selalu penasaran pada matamu. Apakah warnanya coklat atau kelabu pekat. Tapi kini matamu memantulkan kekosongan, membuatku merindukan sosok kanak-kanakmu yang bermata gemerlap.
Jika kini kamu tanyakan padaku, apa yang harus kamu lakukan. Maka itu hanya akan membawa kita pada perbincangan yang muram.
Karena aku tak tahu jawaban terbaik untukmu, dan hanya kamu yang memiliki kuncinya.
Hanya satu yang harus kamu ingat.
Bahuku selalu boleh kamu pinjam.
4 comments:
yaah..semoga kehadiran mbak enno bisa meringankan bebannya..
itulah gunanya teman ;)
biasanya sih malah tambah ngerepotin, klo pengalaman yg udah2 sih hahaha
No, gue gak mau minjem bahu dech, minjem yang laen boleh ? ;)
mimjem senyum ceria lu senantiasa itu mungkin ;)
emang senyum loe diambil sapa ka? :)
Post a Comment