: a friend in Boston
Malam tadi kita obrolkan sebagian kecil kehidupan. Bersinggungan pada satu topik yang sama, tentang keberanian. Bagaimana rasanya berada dalam kepastian sekaligus ketidakpastian. Kamu bilang pilihanmu itu unik. Tetapi kamu lebih merasa pasti daripada tidak pasti. Bahagiakah kamu sekarang? Jawabmu, iya.
Malam tadi kita obrolkan sebagian kecil kehidupan. Bersinggungan pada satu topik yang sama, tentang keberanian. Bagaimana rasanya berada dalam kepastian sekaligus ketidakpastian. Kamu bilang pilihanmu itu unik. Tetapi kamu lebih merasa pasti daripada tidak pasti. Bahagiakah kamu sekarang? Jawabmu, iya.
Kita mengobrol tentang pilihan, bukan? Kamu bilang, kalau aku sudah berdoa dan yang datang tak pernah yang kuharapkan, itu mungkin sudah jalanku. Pilihannya cuma dua: terima atau tidak.
Tidak mudah untuk ikhlas, iya kan? Tetapi kamu berhasil mengikhlaskan dirimu melepaskan harapan itu. Masihkah kamu menyukai gadis itu? Gadis yang beberapa menit saja duduk di sebelahku, tersenyum mengetahui percakapan kita. Lalu sebelum beranjak pergi ia bilang, ia menghargai apa yang pernah kamu perjuangkan.
"Di Boston sedang musim apa? Di sana pasti nggak ada musim durian kan? Haha."
"Di sini sedang dingin. Menurutku sih. Orang-orang sini sih bilangnya panas."
Aku membayangkan langit Boston yang cerah, membandingkannya dengan langit Jakarta yang sedang muram. Selalu muram belakangan ini dan mempengaruhi suasana hatiku.
"Kalau mau mencarikan dia pacar jangan yang bullshit, harus pantang mundur dan selalu keep contact."
"Ya. Sedang kucarikan nih."
Tiba-tiba sebuah jendela percakapan lain terbuka. Seorang teman menyapa pemilik account yang sedang kupakai.
"Hai Mbak, ini Retno sedang pinjam account-nya. Katanya hunting foto ya?"
"Iya. Hari ini hunting foto dengan Tom. Dia nggak laporan sama kamu, No?"
"Nggak. Kenapa harus lapor aku?"
"Kan mantan. Atau masih?"
"Mantan. Sesekali masih suka bertemu, soalnya berteman dengan dia menyenangkan."
Sekarang kamu tahu, aku mengerti kenapa kamu bilang merasa nyaman bercakap-cakap tentang segala hal dengan gadis itu. Aku pun merasakan hal yang sama dengan lelaki bernama Tom itu.
Aku tahu, tidak ada lagi cinta, bukan? Kita selalu bisa memilih opsi yang lain: merelakannya hanya sebagai teman. Dan bukankah itu juga butuh keberanian?
Kamu sedang berkemas ketika aku pamit. Sudah tengah malam di Jakarta, tetapi langit Boston masih terang.
"Aku berangkat ke bandara. Sampai ketemu di Indonesia."
"Terima kasih sudah sharing ya. Take care."
Hey, ternyata ilmu yang kamu dapat di Harvard lebih canggih dari ilmuku ya :)
Sampai ketemu!
Tidak mudah untuk ikhlas, iya kan? Tetapi kamu berhasil mengikhlaskan dirimu melepaskan harapan itu. Masihkah kamu menyukai gadis itu? Gadis yang beberapa menit saja duduk di sebelahku, tersenyum mengetahui percakapan kita. Lalu sebelum beranjak pergi ia bilang, ia menghargai apa yang pernah kamu perjuangkan.
"Di Boston sedang musim apa? Di sana pasti nggak ada musim durian kan? Haha."
"Di sini sedang dingin. Menurutku sih. Orang-orang sini sih bilangnya panas."
Aku membayangkan langit Boston yang cerah, membandingkannya dengan langit Jakarta yang sedang muram. Selalu muram belakangan ini dan mempengaruhi suasana hatiku.
"Kalau mau mencarikan dia pacar jangan yang bullshit, harus pantang mundur dan selalu keep contact."
"Ya. Sedang kucarikan nih."
Tiba-tiba sebuah jendela percakapan lain terbuka. Seorang teman menyapa pemilik account yang sedang kupakai.
"Hai Mbak, ini Retno sedang pinjam account-nya. Katanya hunting foto ya?"
"Iya. Hari ini hunting foto dengan Tom. Dia nggak laporan sama kamu, No?"
"Nggak. Kenapa harus lapor aku?"
"Kan mantan. Atau masih?"
"Mantan. Sesekali masih suka bertemu, soalnya berteman dengan dia menyenangkan."
Sekarang kamu tahu, aku mengerti kenapa kamu bilang merasa nyaman bercakap-cakap tentang segala hal dengan gadis itu. Aku pun merasakan hal yang sama dengan lelaki bernama Tom itu.
Aku tahu, tidak ada lagi cinta, bukan? Kita selalu bisa memilih opsi yang lain: merelakannya hanya sebagai teman. Dan bukankah itu juga butuh keberanian?
Kamu sedang berkemas ketika aku pamit. Sudah tengah malam di Jakarta, tetapi langit Boston masih terang.
"Aku berangkat ke bandara. Sampai ketemu di Indonesia."
"Terima kasih sudah sharing ya. Take care."
Hey, ternyata ilmu yang kamu dapat di Harvard lebih canggih dari ilmuku ya :)
Sampai ketemu!
9 comments:
Jadi yang mantan itu yang mana ?? hihihihi ...
selalu aku dibikin kagum dengan kata-kata dalam ceritamu ini mbak, singkat gak bertele-tele. apa adanya dan meng-ending-i cerita terkesan begitu gampang. gak perlu meliukkan kata lagi supaya pas.. ckckckckckkc!! salut!
satu pelajaran yang paling susah setidaknya menurut gue adalah : belajar untuk ikhlas, isn't it?
@fenty: tergantung nanyanya sama siapa. aku atau temenku di Boston hehe
@SA: ckckck segitu mujinya... makasih ya :)
@faizz: betul sekali :)
Belajar untuk ikhlas memang harus butuh kesabaran yang tinggi...!!! tapi kesabaran ada batasnya lho...!!!
Gka minta oleh2 No ?
@khairil: tergantung konteksnya pak :)
@eka: udah, cowok harvard yg paling ganteng :P
iklas cuma lima huruf tap arti dan maknanya dalam sekali, memerlukan kesabaran...
bener banget :)
Post a Comment