"Setiap kali tidak bahagia, saya membayangkan pergi ke rumah lain, kehidupan yang lain..."
-Istanbul, hal 18-19, Orhan Pamuk-
.............
Seperti itulah angin yang menerbangkan sebilah pisau ke sarang seekor burung di ranting jambu. Mata pisau itu berkilauan menancap tepat di jantungnya. Mengalirkan darah merah muda yang semula mengaliri dirinya dengan rasa percaya. Tumpah ke tanah, terserap akar-akar jahat yang menunggu sejak lama dengan firasat purba: 'si burung yang mudah terpedaya akan mati karena kebodohannya.'
Dan di sana berdirilah pohon besar itu. Kokoh seperti sediakala. Tempat semula burung hinggap, berharap membangun sarang selamanya. Pohon yang berjanji dengan segenap dahannya, menjaga dari badai dan angin yang berontak saat kemarau. Melindunginya dari hujan, dan mengizinkannya terbang kemanapun mau selagi ia tetap ingat untuk pulang.
Pohon itu, yang akarnya tak sejahat akar-akar jambu yang haus, berdiri di tepi danau. Tempat mereka bercermin dan saling tersenyum satu sama lain, bercakap dalam bahasa yang hanya bisa dimengerti para pecinta.
"Tahukah kau," kata si burung suatu hari, sambil mengepakkan sayap-sayapnya, "di seberang danau ada sebuah padang. Rumputnya seperti beludru, dengan bunga-bunga yang wangi seperti madu. Kau bisa mencium aromanya bukan? Aku ingin ke sana sebentar saja. Tentu kau boleh ikut kalau kau mau."
"Pergilah," kata pohon. "Kau terlalu indah hanya untuk berdiam di sini bersamaku. Kau mungkin akan bosan dan melupakan cara terbang. Pergilah. Di sana barangkali ada pohon-pohon yang lebih kokoh, lebih sesuai untuk sarangmu. Aku hanya sebatang pohon yang lebih suka menjaga danau."
Pohon itu menggoyangkan dahan tempat si burung bertengger. Menjatuhkan sarang yang separuh dibangun. Belum lagi sempat ada telur-telur di sana. Ranting-rantingnya porak poranda, seperti juga hati si burung.
Si burung terusir pergi. Mengepakkan sayapnya yang luka, terbang tak tentu arah. Lalu di dahan jambu itu ia mati.
..............
Dear Tree,
Wherever I go, I'll always come back to you. Nothing is impossible. Nothing that can not be for love.
You don't know that I'd rather not fly everywhere. That I would prefer not to be a nobody. Because being with you is enough.
But you give up, so you never know...
Love,
Bird
Kau tahu, mungkin seharusnya dulu aku menjadi batu
lalu tenggelam ke dasar kolam
mengamati dunia dari kegelapan
di antara air, ganggang dan planktonplankton di permukaan
Menjadi batu
Sesederhana itu
BUT I CAN'T. pict from here |
19 comments:
mbak enno apa kabar... :)
Sad of it. But... just do what u want, okay... Hope u'll get better.
Miss u mbak...
kudune sakit cacar tah bisulan toh, No? :p *ra nyambung*
@annesya: alhamdulillah doain aku ya nes :)
@lita: *million hugs* :)
@rona: lha itu mpok maya mengira aku sakit cacar je... mana orgnya? :))
beeh...so sweet banget si burung itu ya...sayang si pohon bersiakap begitu...
sakit cacar dihati merebak keseluruh tubuh...
Udah gendut lg blm nich?
mbak, kemana aja? :(
I'm glad yo're back Mbak *hug*
Semoga ini bukan 'kisah nyata' penyebab absen menulis kemarin ya mbak :)
@rabest: begitulah... *ga ngerti mesti pasang ikon senyum apa sedih*
@wuri: lho kamu yg cacar to ri? :P aku msh kuyus, mau daftar jd pragawati ni *pret*
@lia: kan terbenam di rumah sakit :)
@may: maunya aku sih ini cuma fiksi... akan tetapi ternyata ya gitu deh :)
puisinya membuatku nelangsa...semangat!!semangat!!
so sad ah mbak ...kenapa jadi mati burungnya
aku ga tahu ada apa, tapi iya, aku bantu doa semua yang baik2 buat mbak enno. amin... :)
mbak retno...kenapa inih ceritanya jadi kayak gini??nyata-kah?cerita2 ya mbak..
@anonim: he? plis ah jgn ikutan nelangsa.. ckp aku aja :)
@fika: memang begitu adanya :)
@annesya: makasih ya depong #eh :D
@ria: klo kita msh sekost pasti tar malem aku dah nongkrong di kamarmu dgn wajah galau... biasanya gitu kan? trus ria kadin nongol di pintu sambil tangan penuh tas belanjaan! hehe I miss you gals! *hugs*
Mba enno, i hope you're okay..
ceritanya bagus, tapi kok sedih yaa..
km berharap km lupa apa mba?
Saya suka kisah perjalanan Ka.
Apa lagi Orhan pamuk menuliskannya dengan begitu indah dan penuh makna.
mba enno benar2 berbakat :)
Oh saya pikir si burung hanya menganggap pohon sebagai tempat tinggal sementara aja. :)
@meida: emang sedih mei... :(
@glo: lupa kalo syahrini dipeluk hyun bin.. gak rela aku hiks...
@uchank: he? berbakat apa cank? berbakat cengeng sih iya ...
@asop: ga pernah ada pikiran spt itu di benak si burung :)
Post a Comment