Sejak Ibu pergi, saya mencarinya pada setiap sosok yang menjadi saksi kehidupannya. Mencarinya dalam diri saudara-saudara perempuannya. Dalam intonasi suara mereka, dalam tawa yang menyipitkan mata hingga segaris. Efek yang diwariskan secara genetis.
Saya mencarinya dalam diri saudara-saudara lelakinya. Dalam kosakata yang biasa digunakan. Dalam humor lama yang selalu diulang-ulang setiap acara. Menemukan jejak periang Ibu dalam diri mereka. Mungkin dari merekalah Ibu belajar bercanda.
Saya mencarinya dalam diri saudara-saudara saya. Dalam suara Usi ketika ia mengomeli anak-anaknya. Dalam gelak nyaring adik lelaki kami saat tak bisa membendung geli. Karena demikianlah Ibu meramaikan rumah kami dulu.
Mencarinya dalam diri Ayah. Lelaki yang dicintai dan mencintainya. Ketika ia tengah berdiri berlama-lama di depan foto Ibu yang besar dan berbingkai. Sesuatu yang sering dilakukan Ibu, dulu sekali. Ketika Ayah bertugas ke Australi, dan Ibu rindu setengah mati.
.........
Suatu hari di rumah sakit itu.
Para perawat yang mengurus Ibu bertanya saya ini siapa.
"Anak Ibu," sahut Ibu.
"Kok nggak mirip ya. Saudara-saudaranya yang dua itu mirip. Bongsor-bongsor, sama seperti Ibu. Kalo teteh ini kecil."
"Memang nggak mirip Ibu. Tapi anak Ibu yang ini lebih pintar, lebih mandiri, lebih supel. Dari kecil sudah begitu." Ibu mengelus lembut lengan saya. Seolah memberitahu saya, seperti apapun saya, Ibu sayang dan bangga pada saya.
..........
Saya mencari Ibu dalam diri saya, meskipun saya tak mirip dia kata mereka. Berdiri di depan cermin besar yang tergantung di kamar, saya tersenyum. Dan itulah Ibu. Tersenyum pada saya di kaca itu. Senyum khasnya dengan bibir terkatup tak kelihatan gigi.
Mata yang menatap saya di cermin itu mulai membasah. Kesadaran menghunjam pelan. Ah, itu bukan Ibu. Itu saya dengan senyum yang diwariskannya.
Ramadhan hari keempat.
Saya masih saja mencari Ibu. Dalam setiap sosok, setiap benda, setiap sudut rumah kami. Tak kuasa melengkapi rindu.
I like for you to be still, and you seem far away.
It sounds as though you were lamenting, a butterfly cooing like a dove.
And you hear me from far away, and my voice does not reach you:
Let me come to be still in your silence.
-Pablo Neruda
It sounds as though you were lamenting, a butterfly cooing like a dove.
And you hear me from far away, and my voice does not reach you:
Let me come to be still in your silence.
-Pablo Neruda
pict from here |
9 comments:
waaaa... pas bulan ramadhan gini semakin kangen sama ibu ya no... :(
;( ikutan sedih bacanya.
yuk, sama-sama kirimin doa, biar ibu 'kaya' disana :)
Selamat berpuasa mbak enno!:)
Doa yang mbak enno kirimkan pasti membuat ibu mbak enno tenang di sisi-Nya!:)
mbak enno...
apapun postinganmu ttg ibu selalu sukses membuatku terharu
aku juga kangen ibuku...
ikutan cirambai isuk-isuk...
Aku termasuk beruntung, masih ditunggui oleh ibuku. Jadi tak susah untuk mencari-cari sosokknya.
Don't be sad, Sis.
Percayalah, ibumu selalu memantaumu dari tempat yang kita tak pernah tahu. So, make her proud with everything you did.
@arman: banget maan :(
@hans: yuk! amin, makasih ya hans :)
@cindikya: amin, amin... thx cin :)
@ika: wah sama ya kita ... :)
@apis: hapus atuh, malu! aku aja gak nangis... :P
@arik: beruntungnya mas arik.. aku ngiri :) I will, mas. I will :)
sedih mbak baca yg ini....aku juga kangen sama ibu ku...
hai fika.... duh, ternyata sama ya kita :)
Post a Comment