Monday, April 12, 2010

Keris

Kamar itu letaknya di ujung rumah. Pintunya selalu tertutup rapat. Pak Lurah sudah mewanti-wanti agar kami berempat tidak masuk ke sana. Ia memberi kami dua kamar, masing-masing untuk aku dan Endah di kamar tengah, Toni dan Bagas di kamar depan. Kami mematuhinya. Tak sekalipun kami mendekat ke sana.

Kehidupan di desa itu berjalan dengan lambat. Kami disibukkan dengan berbagai program untuk penduduk desa yang sebagian besar miskin dan buta huruf. Kadang-kadang kami ikut Pak Lurah ke kebun semangkanya di tepi pantai atau ke kandang sapi milik penduduk binaan Dinas Peternakan setempat.

Kami menikmatinya, meski tanpa listrik, kakus di kebun belakang yang gelap, masakan sederhana Bu Lurah dan akses ke kota yang sangat jauh sehingga kami merasa dibuang ke ujung dunia.

Kami melupakan kamar itu sama sekali, sampai suatu hari.

Malam itu saya terbangun. Ada suara-suara entah apa di luar kamar. Kucing, pikir saya. Marjono, anak sulung Pak Lurah penyuka kucing seperti saya. Kucing-kucingnya ada yang suka tidur bersamanya di kamar dan sering mencari tikus di dalam rumah pada malam hari.

Klotrakk!

Itu bunyi pintu dibuka. Saya menatap jam beker yang saya bawa dari kota. Jam 2 dinihari. Siapa yang bangun tengah malam?

Keluarga Pak Lurah adalah keluarga yang mengamalkan ajaran Kejawen. Mereka bukan muslim, jadi tak mungkin ada yang terbangun untuk sholat malam. Pencurikah? Pikir saya. Tapi tak mungkin ada yang berani mencuri di rumah Pak Lurah.

Perlahan-lahan saya bangun dan membuka pintu kamar. Tengok kiri kanan, tak ada seorang pun saya lihat. Lalu lamat-lamat saya mendengar suara dari ujung rumah. Suara orang sedang membaca doa atau mantra.

Saya merasa ada sesuatu yang seharusnya saya tidak tahu. Maka saya masuk lagi ke kamar dan mencoba melanjutkan tidur.

Seminggu kemudian.

Tepat sebulan kami tinggal di desa itu. Kulit saya sudah hitam gara-gara udara panas dan lembab di desa yang letaknya di tepi pantai itu. Saya menceritakan kejadian aneh malam itu pada teman-teman dan mereka menyuruh saya tidak usah terlalu memikirkannya. Toni yang katolik bilang bahwa mungkin itu ada kaitannya dengan keyakinan yang dianut keluarga Pak Lurah dan bagaimana pun kami harus menghormatinya sama seperti terhadap penganut keyakinan yang lain.

Dan malam itu kejadiannya terulang lagi. Saya terbangun oleh suara-suara yang datang dari ujung rumah.

Saya membangunkan Endah dan kami berdua mengendap-endap keluar. Di ujung koridor ada nyala lampu minyak remang-remang datang dari kamar paling ujung yang pintunya tak tertutup rapat.

Endah menarik tanganku supaya kami kembali saja ke kamar, tapi aku yang penasaran terus mengendap-endap mendekat ke pintu. Dari celah pintu yang terbuka, kulihat pemandangan yang tidak biasa.

Kamar itu tidak seluas kamar yang kami tempati. Tak ada perabotan selain sebuah tikar tua yang digelar di lantai. Di sudut kamar ada sebuah rak yang dipenuhi bermacam-macam keris. di tengah tikar ada sebuah perapian dupa dari besi berukir. Asap dupa masih mengepul menyebarkan bau harum menyengat ke seantero kamar. Lalu terlihat oleh kami sebuah keris di atas sebuah nampan. Besar, gagah dan indah. Tampak sangat kuno dan memancarkan aura mistis.

Endah gemetar di sebelahku. "Keris itu bersinar," bisiknya ketakutan.
Saya memperhatikannya lebih cermat. Tiba-tiba saya melihat keris itu bergeser sedikit, nyaris tak kentara. Tapi saya yakin memang bergeser.
"Bergerak," bisik saya padanya.
"Aduuuuh... ayo ah kita balik ke kamar lagi, No!"
"Nanti dulu."
Endah mencubit tangan saya. "Takut nih... itu bukan sembarangan keris kayaknya."
Saya tahu.
Keris itu bergerak lagi. Seperti ada tangan yang menggesernya.
"Bergerak lagi!"
Endah nyaris menangis. "Nooo... udah yuk. Takut."
Aku baru akan menyahut ketika seseorang berdeham di belakang kami.

Pak Lurah! Kami kepergok.

"Sedang apa Nduk?"
"Eh Pak.. anu... tadi seperti ada suara dari sini..."
Saya pikir Pak Lurah akan marah, tapi ternyata ia tersenyum.
"Itu keris leluhur kampung sini," katanya menunjuk keris di nampan itu. "Namanya Kyai Kebo Kuning."
Ia mengajak kami masuk ke kamar tapi Endah tidak mau.
"Ya sudah. Kalian kembali saja ke kamar. Nanti kalau masih mau saya ceritakan tentang keris itu."
"Mau Pak," sahut saya. Soalnya saya penasaran pada keris indah yang bergerak sendiri itu. Itu kan fenomenal.

Paginya, sambil sarapan ketela rebus di teras rumah, Pak Lurah bercerita. Kyai Kebo Kuning akan dimiliki setiap kepala desa atau lurah di desa itu. Ia berpindah tangan dari satu lurah ke lurah lain. Pemilihan lurah di desa itu memang masih bersifat tradisional, berdasarkan adat dan kesepakatan penduduk, kadang-kadang berdasarkan wangsit. Kadang-kadang Kyai Kebo Kuning akan pindah sendiri ke rumah seseorang yang dianggapnya layak menjadi lurah selanjutnya.

"Kyai Kebo Kuning itu pindah sendiri ke sini," kata Pak Lurah. "Tiba-tiba saja ia sudah ada di bawah bantal saya saat orang-orang sedang sibuk mencari calon lurah baru."
Kami melongo. Berarti benar yang saya lihat itu. Keris itu bergerak seolah-olah menggoda saya.
______________

Di beberapa desa di pedalaman pulau Jawa, hal seperti lumrah terjadi. Pemilihan lurah tergantung pada pusaka desa. Kadang-kadang terjadi perebutan pusaka desa secara terang-terangan (perkelahian) maupun diam-diam melalui kejadian mistis.


Image and video hosting by TinyPic

8 comments:

De said...

Wah misterius banget ya?
Ini benar2 kejadian asli mbak? saya serasa nonton film deh, atw baca novel mistik. hiii...ngeri juga ya.

mr.snugglemars said...

wah mok
semalam kerisnya dibawah bantalku..


aku calon bupati pacitan yg baru mungkin ya.. :P

Selfish Jean said...

@Enno Terus yang baca mantra2 itu siapa???

@Denny Jadi skr Saipul Jamil ikut perebutan tahta bupati Pacitan? Setelah artis C.P dan J.P? :p

titaz said...

oww oww owww...

Wuri SweetY said...

duhhhh bergidig aku bacanya...ngeri kl dah nyangkut mistik2.
yg dibawah bantalku HP aj dech...jgn yg aneh2

ajenk said...

kalo kerisnya lari ke bawah bantalmu alamat bakal jadi bu lurah di sana dong mbak....

permanen jauh dr kota dong ntar hahaha....

Arman said...

ini kejadian beneran no?

Enno said...

@wiwit: ngeri? ah biasa aja hehehe :P

@denny: oh bilang aja kau ngebet dipasangin sama JP :P

@exalandra: yg baca mantra ya pak lurah :) btw denny mau ikutan belah duren hahaha

@titaz: cieee yg masuk tipi :P

@wury: haha.. foto pacar aja biar kebawa mimpi gimana? :D

@ajenk: hush! ngedoain ya! :P

@arman: ini kejadian beneran :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...