Bisakah sehari saja tidak bicara tentang cinta? Rasanya pedih.
Perempuan itu menatapku.
Aku balas menatapnya. Rambutnya yang dicat merah beriap ditiup angin yang menerobos pintu perancis, dimana di baliknya kami tengah duduk, di anak tangga yang menghadap keluar. Dua daun pintunya yang dari kaca terbuka lebar. Membanjirkan kenangan ke benakku.
Kuingat seorang gadis kecil duduk di tangga yang sama sambil menggendong boneka. Ibu belum pulang? Ia bertanya pada neneknya yang muncul dari kamar di bawah tangga. Belum. Sabar ya, Nduk. Eyang temani, mau?
Neneknya duduk di sampingnya sambil mendendangkan lagu jawa yang kini hanya sepotong-sepotong diingatnya. Tentang bermain di bawah terang bulan bersama teman-teman. Berlari kian kemari sambil tertawa-tawa riang. Neneknya pernah bilang, seperti itulah dulu gambaran masa kecilnya di Jogja dulu.
Sambil menatap pintu perancis itu dan berharap ibunya segera muncul di sana, ia mendengarkan neneknya berdendang lirih. Lagu dolanan yang lain, yang masih dihapalnya saat ini.
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung mutho
Pak jenthit lolo lo bah
Yen mati ora obah
Yen obah medeni bocah
Yen urip golekko dhuwit
Artinya apa Eyang? Gadis kecil itu bertanya. Kita harus selalu ingat Tuhan, kata neneknya. Setelah besar ia diberitahu lagu itu diciptakan di zaman para wali dan bermakna filosofis.
Bayangan si gadis kecil lenyap, ketika terdengar suara tawa laki-laki di luar. Aku kembali ke masa kini. Bisakah kita mengenyahkan lelaki itu? Aku balas bertanya pada si rambut merah. Siapa yang punya ide konyol mengajaknya dalam perjalanan kita?
Perempuan berambut merah itu angkat bahu. Dia kan teman keluarga. Apa salahnya diajak.
Apa salahnya kau bilang? Jelas salah. Dia berharap lebih padaku!
Hey, tenanglah. Dia tidak pernah memaksamu, kan? Menurutku sejauh ini sikapnya selalu sopan.
Aku tidak peduli. Kalau bukan karena pintu perancis kesayanganku, aku menyesal datang kesini karena ternyata kalian mengajaknya juga. Apakah kalian sedang menjebakku?
Sumpah. Tidak.
Pintu perancis itu terbuka. Segerombolan laki-laki melangkah masuk, tertawa-tawa, menyapa kami berdua. Hai cewek-cewek! Pasti lagi curhat ya! Si rambut merah mencibir. Aku tersenyum.
Jangan dekat-dekat orang yang baru patah hati, Retno! Kerjanya menangis terus dari kemarin. Ini perjalanan untuk bersenang-senang, bukan untuk bersedih-sedih.
Dia sudah bilang, dia memang tidak mau bicara cinta, ujarku pada mereka.
Seseorang ingin menutup pintu perancis itu. Biarkan saja, kataku. Biarkan terbuka. Aku selalu suka pintu perancis itu. Rasanya kembali menjadi gadis kecil yang dulu, yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Duduk dengan sabar sambil mendengarkan neneknya berdendang.
Tapi yang duduk disampingku bukan nenekku, melainkan laki-laki itu. Yang tersenyum padaku dengan matanya yang sedih itu.
Kenapa matanya begitu sedih? Tanyaku pada si rambut merah suatu hari.
Kau tahu cerita pembunuhan seorang perempuan dengan bayinya di kampung kita dulu? Waktu itu kita masih SMA. Yang dibunuh itu ibu dan adiknya. Ayahnya dihukum seumur hidup dan masih dalam penjara sampai sekarang.
Aku tertegun.
Pintu perancis itu menyimpan kenanganku yang paling manis bersama nenekku. Tak kukira, ada seseorang yang memiliki kenangan begitu tragis.
Kupinjamkan kenangan manis pintu perancisku, kau mau? Kataku padanya.
Apakah itu berarti sebuah kesempatan untukku?
Bukan. Anggap saja aku hanya seseorang yang suka menolong. Seseorang yang tak ingin melihat kesedihan di matamu terus-terusan.
________________
Sepenggal fragmen dalam lawatan singkat ke rumah kelahiranku di Bandung minggu lalu. Hanya untuk melihat pintu perancis itu dan mengenang masa kecilku dengan mendiang Eyang Roem.
16 comments:
lagu dolanan yang sarat makna. aku belom pernah dengar.
jawa ya??
siapa yg rambutnya merah itu?
@elsa: lir ilir, cublak2 suweng dan sluku2 bathok, cuma tiga yg aku tau. iya dolanan jawa (tengah)... gak tau kalo di jawa timur lagunya sama gak ya...
@azhar: oh itu sodara gue :)
Adoh.. indah nian Bahasamu Mbak.. jadi menyesal kenapa saya tidak mengambil jurusan jurnalistik dulu..
Nice story..
btw, pintu prancis???
Apa ya?
Bagaimanakan rupanya?
Apa seperti pintu ukiran di Bali?
@gek: coba browsing di google kata kuncinya france door, nanti tau btknya kayak apa... hehe thx ya gek ;)
Aku sampe nanya mbah gugel, penasaran pengen liat france door itu kayak apa, sama ga dengan pintu kemana saja-nya Doraemon. Kalo aku butuh, bolehkah kupinjam pintumu itu, No? hehehe
Enno...
sekali lagi... dikau membuat daku hanyut...
*alil-pegangan.., takut tenggelam...
*pohon ikut pegangan alil, nggak bisa berenang..
iya mbak.. ceritanya bener2 mengalir, enak banget dibaca.. pengen bisa kaya gitu.. hehe..
nice story mbak.. :)
lagu itu aku wajib apal waktu kecil mbak.. hehehhe
mbak enno, mbok aku diajari nulis sedasyat ini..
fragmen singkat yang dalem juga ni. keren nian.
komen gua mungkin gak kreatif, tapi beneran... tulisan lu selalu bagus2 banget!!! :) keren!!!
btw,
"Neneknya duduk di sampingnya sambil mendendangkan lagu jawa yang kini hanya sepotong-sepotong diingatnya. Tentang bermain di bawah terang bulan bersama teman-teman. Berlari kian kemari sambil tertawa-tawa riang."
lagunya ini bukan:
yo pro konco, dolanan ing njobo...
padhang wulan, wulane koyok rino...
rembulane ne sing ngawe awe...
ngelingake ojo podho turu sore...
*maapkan kalo spellingnya ngaco... haha*
kita harus selalu ingat tuhan :D
tulisan yang manis, tapi terselip kisah tragis. met pagi, ya ^^
pintu prancis tuh kayak yang digambar yah? yg ada anak kecil berdiri didepannya???
tulisannya indah, enno...:)
salam kenal.
@sari: boleeeh :)
@alil: emang udah musim banjir kan ya? :P
@pohonku: waduh pantesan itu alil megap2 nyaris tenggelam, berat tau! :P
@brencia: hapal juga tho? haha nanti ya aku mau bikin kurikulumnya :P
@lina: makasih... :)
@arman: iyaaaa..... lagunya yg itu! kok loe tau man? :D
@elia: halo el... iya bener... kamu kemana aja?
@clara: halo clara, met pagi juga...
@khiang: bukan, coba cari di google deh :)
@icha: makasih, salam kenal juga :)
Post a Comment