Friday, April 3, 2009

One Day to Remember

: The Hazel Eyes, my friend


Aku masih selalu mengingat siang itu. Sebuah hari di pertengahan musim panas. Aku turun dari taksi dan mendapatinya duduk di undakan tangga menuju menara, di bandara. Sebuah ransel besar dan berat teronggok di dekat kakinya. Wajahnya keruh, menyembunyikan sebuah perasaan yang sesungguhnya terbaca jelas olehku.

Kami tidak bicara apa-apa, meski penuh sesak pertanyaan di kepala. Hanya mengamati lalu lalang orang-orang yang hendak berangkat dan aksi para calo yang menawarkan tiket dengan sembunyi-sembunyi.

Ia lalu menoleh kepadaku. "Berjanjilah untuk menjaga kesehatanmu, Retno. Tidak boleh terlambat makan. Jangan terlalu lelah."
Aku tidak segera menjawab, melainkan membalas tatapannya dan membulatkan tekad untuk mengatakan sesuatu yang sejak tadi kubawa dari rumah. Kupertimbangkan dalam perjalanan dalam taksi. Dan sekarang tibalah saatnya.

Mungkin akan sakit. Tetapi harus.

"Katakan padaku, apakah kita punya masa depan bersama?"

Ia tampak terkejut. Mungkin bukan kalimat seperti itu yang ia harapkan akan mengantarnya bertugas ke luar daerah.

"Aku butuh jawabanmu sekarang. Aku tidak bisa lagi menunggu. Please..."
Ia terdiam lama. Memutar tubuhnya, memunggungiku. Menutupi wajahnya dan menghela napas panjang berkali-kali.
"Apakah itu artinya tidak?" Suaraku mulai bergetar. Tidak salah lagi. Ini akan terasa sangat menyakitkan.
"Maaf. Aku juga tidak tahu harus bagaimana, Retno."
"Kita punya beberapa pilihan," tukasku. "Kamu dan aku sudah pernah membahasnya berkali-kali. Ada satu opsi yang paling mungkin. Tidak bisakah itu kita ambil?"
"Aku masih tidak yakin bisa menjalani hidup kita dengan opsi yang itu."
"Dan kita tidak bisa menjalani hidup kita seperti ini terus."
Ia mengangguk. Dan aku mulai menangis.

Ia memelukku. Masih di undakan tangga menara itu.

Selesai sudah kisah kami siang itu. Harapan yang kami bangun dari waktu ke waktu musnah tak lagi bersisa. Cinta saja ternyata tak cukup untuk merekatnya. Butuh lebih banyak kekuatan untuk tetap mempertahankannya. Dan ia tak punya itu.

Menyakitkan, tetapi akhirnya sembuh. Waktulah yang menolongku. Tidakkah kamu percaya itu?

Tadi pagi kamu kirimkan pesan singkat padaku. Semua harapanmu lenyap begitu saja, katamu. Bertahun-tahun memupuknya dan hanya menjadi sebuah kesia-siaan. Kamu menyayanginya, seperti dulu aku menyayangi lelaki yang berpisah denganku di bandara itu.

"Semalam ia menangis. Tangis yang sama ketika ia kehilangan ayahnya yang meninggal dunia."

Dan itu tangis yang sama denganku kala itu.

Tapi tahukah kamu. Dari seluruh sakit yang kurasakan hari itu dan berminggu-minggu setelahnya, yang selalu kuingat bukan itu.
Keberanian. Itulah yang selalu kuingat.
Keberanian untuk menatap wajahnya dan bertanya.
Keberanian untuk memperjuangkan kepastian.
Keberanian untuk menentukan langkah.

Tidakkah kamu ingin lepas dari segala ketidakpastian?

Tak ada lagi nasihatku untukmu. Hanya kamu yang bisa memilih jalanmu. Semoga lebih indah dari jalanku yang telah berakhir itu.

11 comments:

Fenty said...

pasti rasanya sakit banget, berpisah agar tidak menyakiti hati masing-masing ... :( *jadi keingetan*

Anonymous said...

.......*tanpa suara...sambil ngelap air mata*

Yang kuat yah...

Enno said...

@fenty: keingetan apa fen? :)

@mamae yusuf: nanti aku sampein mbak :)

Poppus said...

Ennnooooooooooooo!! huaaah udah lama nih gak nengokin blog mu euy

Anonymous said...

Keberanian menghadapi kenyataan daripada diombang-ambingkan ketidakpastian.

No, kalo yg sedih2 lu mah inget mulu...

maria said...

I am struggling with those feelings mbak...He decided that it was the end for us...It's still hurt...But I guess, love is supposed to give you courage indeed...

Enno said...

@brokoli: kemana aja popi? wuih, cerpen sapi loe mantap bu! :D

@eka: hahaha iya deh yg dulu suka dicurhatin tau aje :-P

@maria: sakitnya nanti juga sembuh :)

maria said...

Iya Mbak...I am hurt...And in a way feel sorry for him...If that's so...maybe he's not worth it anyway...;-)

Enno said...

@maria: ada seseorang yg lebih baik utk kamu di luar sana... trust me :)

Anonymous said...

Hazel Eyes and Anna : " Terima kasih Enno buat segala sesuatunya jg buat waktu yg sudah disediakan untuk tulisan ini...sangat berarti...thanks, GBU"

Enno said...

ya ya... belajar dr pengalaman gue ya.. ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...