"Enno, hujan! Tadi sore nyuci ya? Jemurannya tuh dipindah dulu!"
"Waduh, mampus deh! Iya, iya!"
Hujan datang begitu saja. Semalam tanpa aba-aba. Membangunkan aku dari lelap yang memenjarakan jiwa. Mimpi-mimpi kudusku sirna. Bangunlah, Bukankah kamu mencintai hujan seperti ibu bumi mencintai segala yang tumbuh di pangkuannya.
Dari balik birai jendela, kulihat ia memuntahkan paku-paku bening yang dingin itu. Membasuh segala yang lusuh, membilas segala yang retas. Malam terlalu kelam. Angin berlari terlalu kencang. Kenangan berkelindan di balik tabir yang zahir.
Hujan ini tak kuhendaki. Aku butuh matahari untuk menari.
No comments:
Post a Comment