Blabbering: Hanbok vs Baju Bodo

Tahu nggak, waktu saya masih anak SD dan sekolah selalu bikin acara memakai baju adat di Hari Kartini, saya selalu minta Ibu meminjamkan baju bodo di sanggar pengantin tetangga kami. Baju bodo, bukan kebaya kartini, padahal saya bukan orang Makassar atau Bugis.

Saya suka baju bodo. Longgar, menggelembung, berwarna-warni, aksesoris yang keren dan nyaman dipakai. Bahkan waktu kecil pun saya sudah mengerti fashion, ya. Hahaha...

Saya masih ingat baju bodo terakhir yang saya pakai. Waktu itu saya kelas lima SD, masih tinggal di Bandung. Baju bodo itu berwarna jingga dengan lipa' sabbe (sarung) sutra kotak-kotak hijau. Saya tidak memakai hiasan kepala, tapi kalung saya panjang, berwarna emas dan Ibu menyisipkan bros dari manik-manik berwarna biru terang yang sangat cantik. Setiap Hari Kartini saya berubah dari anak perempuan tomboy bercelana pendek dan tshirt Mickey Mouse menjadi anak perempuan berbaju bodo.

Belakangan seorang kolega yang berasal dari Bugis mengatakan pada saya, bahwa ada peraturan adat dalam memakai baju bodo. Masing-masing warna manunjukkan tingkat usia perempuan yang mengenakannya.

• Warna jingga, dipakai oleh perempuan umur 10 tahun.
• Warna jingga dan merah darah digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun.
• Warna merah darah untuk 17-25 tahun.
• Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun.
• Warna hijau diperuntukkan bagi puteri bangsawan
• Warna ungu dipakai oleh para janda.

Setelah dewasa kesukaan saya pada baju bodo nyaris terlupakan. Saya malah mengoleksi kebaya untuk menghadiri undangan pesta formal.
"Kebaya? Males ah!" Seorang sepupu saya bilang, memakai kebaya itu repot. Ia lebih suka memakai gaun. Suatu hari, ia memaksa saya memakai salah satu koleksi gaunnya saat menemaninya ke sebuah undangan pesta. Saya risih setengah mati. Saya nyaris tidak bisa bergerak karena canggung dan malu. Gaun itu little black dress yang memperlihatkan belahan dada saya kemana-mana! Tolooong! Saya mau pulang! Hahaha...

Belakangan, gara-gara menonton lagi drama-drama Korea, khususnya yang menceritakan kehidupan masa Dinasti Joseon, saya teringat lagi baju adat favorit saya itu karena ternyata baju bodo mirip dengan hanbok, pakaian tradisional Korea. Setidaknya, sama-sama longgar dan berwarna-warni.

Aw! Hanbok memang keren banget! Saya suka warna-warnanya dan hiasan rambutnya! Apalagi hiasan kepalanya! Tusuk konde dan sejenis mahkota kecil di atas kepala itu! Dan Hanbok ternyata juga punya beberapa aturan.

Pemakaian bahan dan warna hanbok tidak sembarangan. Kaum bangsawan jaman dahulu biasanya memakai hanbok berbahan dasar serat rami dan berwarna indah. Sedangkan rakyat biasa hanya memakai bahan yang murah karena tak mampu membeli yang berbahan mahal. Warna yang digunakan pun warna pastel, seperti putih, kuning pucat dan biasanya berwarna sama antara atasan dengan bawahan.

Sejak masa Dinasti Joseon pada abad ke-15, para gadis memakai chima (rok) merah dan jeogori (atasan) kuning. Pada waktu pesta perkawinan yang dilanjutkan dengan acara menghormat orangtua dan mertua, perempuan dari kelas bangsawan memakai warna merah dan hijau itu. Warna-warna pada pakaian tradisional Korea yang semarak ini maksudnya untuk menghalangi roh jahat.

Bentuk hanbok yang sekarang dipakai, berdasarkan pola sejak masa Dinasti Joseon yang berdasarkan Konfusianisme. Namun, dasarnya sudah ada sejak masa Tiga Kerajaan (57 SM-668 M). Di Kerajaan Silla tahun 648, pakaian semacam itu telah dipakai oleh perempuan bangsawan, juga pada masa Dinasti Goryeo (nama yang kemudian menjadi Korea) setelah itu.

Saya ini sebenarnya lagi ngoceh apa sih? Kenapa jadi ngomongin baju?
Eh, hari ini saya mau cari kain untuk membuat baju bodo ah! Hahaha....

Hanbok ini keren banget!

Hanbok Korea

Baju Bodo dari Sulawesi Selatan