Tuesday, January 25, 2011

Jam Karet, Air Mata & Liburan yang Ditunggu

Atas permintaan beberapa sahabat yang saya izinkan mengakses blog privat saya, My Hectic World, saya menulis ulang backpacking saya di Jogja dua tahun yang lalu bersama Ridwan.

Ini episode pertama. Enjoy! ^^

_______________________

Liburan saya dimulai dengan kesialan. Ketinggalan kereta. Yup! Apa lagi yang lebih sial dari itu? Terlambat hanya tiga menit saja dan masih sempat saya lihat gerbongnya yang paling belakang meliuk meninggalkan peron. Masa saya harus berlari mengejar dan meloncat ke pintunya ala film-film action Hollywood?

Pilihan yang ada:
1. Balik kanan, pulang.
2. Beli tiket lagi.
3. Menangis.

Lho, kok nangis? Hehehe iyaaa.... akhirnya saya memang meneteskan air mata jengkel di depan penjaga tiket. Benar-benar terjadi begitu saja. Menangis marah, kecewa, jengkel, campur bingung. Ini gara-gara saya salah membaca jam keberangkatan! Huh! Padahal saya sudah merencanakan liburan ini dengan antusiasme tingkat tinggi! Masak harus gagal di hari H sih!

Selagi sibuk mengeringkan air mata, seorang pegawai PJKA datang mendekat. Dia bilang bisa membantu. Lalu diajaknya saya ke kantor kepala stasiun. Dia yang masuk ke dalam sana, saya menunggu di luar masih sambil mengusap air mata. Lalu tiba-tiba orang itu muncul sambil tersenyum. Dia melambaikan tiket Senja Utama Jogja saya itu yang ternyata sudah ditandatangan dan ditulisi kepala stasiun. Bahwa tiket saya tidak jadi hangus dan sebagai gantinya saya boleh naik kereta ekonomi Progo, meskipun jadinya tanpa tempat duduk.

Dasar saya yang nggak mau rugi, soalnya sudah beli tiket bisnis! Saya tanya, ada tidak kemungkinan tetap menumpang kelas bisnis? Terbayang berjejalnya penumpang kelas ekonomi, tanpa tempat duduk pula. Di musim liburan seperti ini? Oh, no! Dia bilang sih bisa, tetapi saya harus membayar lagi pada kondekturnya di atas kereta. "Nggak apa-apa deh," sahut saya.

Kereta api bisnis berikutnya adalah Senja Utama Solo yang tiba sejam kemudian. Penolong saya mengenalkan saya pada kondektur kereta itu. Akhirnya saya dan kondektur bersepakat harga. Saya cuma harus membayar separuh harga tiket untuk mendapatkan sebuah kursi di restorasi. Tentu saja uangnya masuk ke kantong dia.

Padahal, tadinya nyaris saja saya pulang. Membatalkan liburan dan menggantinya entah kapan. Mendadak ada yang mendorong saya untuk menjenguk ponsel, membuka inbox pesan dan terbaca oleh saya pesan anak perempuan teman saya yang sedang menunggu kedatangan saya di Jogja sana. Saya sudah janji akan datang akhir minggu ini. Dalam SMS-nya dia menulis: "Sampai ketemu, Tante!"
Coba, mana tega saya batal berangkat!

Jam setengah sembilan malam, kereta yang saya tumpangi akhirnya meninggalkan Jakarta. Duduk di gerbong restorasi itu ternyata lumayan juga. Apalagi ternyata banyak tentara yang sedang cuti dinas dan mudik duduk di gerbong yang sama. Aman dari kriminal deh! Hehehe..

Asyiknya lagi, saya ketemu sesama jurnalis. Aha, ada kolega dalam sebuah perjalanan yang jauh kan lumayan bisa ngobrol membuang bosan dan penat.

Selagi sibuk ngerumpi dengan sang kolega, si pak kondektur tiba-tiba sudah berdiri di dekat kami. Sepertinya sejak tadi dia mendengarkan obrolan kami. Dia menatap saya sambil melongo.
"Lho, mbak wartawan ya?"
"Iya."
Dia langsung kelihatan gelisah. "Mbak kenapa nggak bilang dari tadi. Ini uangnya saya kembalikan," katanya sambil merogoh saku.
"Uang apa? Sudah, nggak usah Pak. Saya ikhlas kok. Bapak kan sudah menolong saya. Lagipula saya bukan dalam perjalanan dinas. Jadi saya nggak merasa perlu bilang kalau saya ini wartawan."
"Tapi, Mbak..."
"Sudah, ambil saja."

Kupikir sih case closed. Ternyata di Stasiun Purwokerto, Pak Kondektur yang sudah pamitan karena akan berganti shift di stasiun itu, muncul di balik jendela gerbong. Ia mengulurkan uang yang tadi saya berikan dari luar jendela.
"Mbak, ini ambil lagi saja uangnya. Saya merasa nggak enak nih."
"Ya ampun, Pak. Jangan begitu. Saya ikhlas."
"Ndak, Ndak. Ambil saja Mbak!" Serunya panik.
Akhirnya, daripada menarik perhatian orang, ya saya ambil uang yang diulurkannya itu.

Dikasih uang kok tidak mau. Ya terserahlah.
Hmm... dipikir-pikir, karena saya jurnalis pasti dia takut masuk berita hehe...

...........

Seharusnya jam lima pagi esoknya kereta api saya sampai Stasiun Tugu Jogja. Gara-gara telat dua jam, baru jam tujuh sampainya. Ridwan sudah menunggu di stasiun dari jam lima. Hehe kasihan adikku!

Kami langsung cari sarapan sebelum datang ke penginapan yang sudah dipesan. Habis itu saya kasih kejutan buat dia. Hadiah ulang tahun!
Hohoho... coba lihat wajahnya! Saya sampai menyesal nggak memotret wajahnya yang kegirangan! Ya iyalah girang. Saya membelikan dia benda yang sedang diincarnya. Pisau lipat Victorinox gitu lho... Hahaha...

Buat petualang seperti kami, pisau lipat serbaguna itu penting. Saya suka Victorinox. Mahal memang. Tapi pisaunya selalu tajam tanpa perlu repot-repot diasah. Tools-nya yang lain juga lengkap dan warnanya merah! Ahahaha... ya ya, warna favorit saya tentu!

Sepanjang siang saya menghabiskan waktu dengan gadis-gadis kecil teman saya, mengajak mereka belanja buku cerita di Gramedia, makan di KFC dan naik becak keliling kota. Malamnya saya dan Ridwan ke Djendelo Kafe di Jalan Gejayan.

Di kafe yang cozy dan ber-hot spot itu pertemuan berlangsung dengan Fahmi. Teman blogger yang biasanya mengganggu tidur saya dengan telepon-teleponnya kalau sedang insomnia. Ridwan dan Fahmi jadi saling kenal juga akhirnya. Padahal tulisan mereka beda aliran. Fahmi itu cerpenis dan penyair. Lebih puitis dari saya. Sigh! Cerpen-cerpennya juga sering dimuat di media cetak. Huhu ngiri...

Yup! Gelas-gelas kopi mereka dan gelas ice coklat saya pun berdatangan dan mulai disesap. Wah kafe ini saya rekomendasikan banget buat ngobrol sambil browsing dengan laptop! Kalau bosan, bisa turun ke bawah untuk beli buku dulu. Di lantai dasarnya ada toko buku Toga Mas, yang terkenal harganya lebih murah dari toko buku yang lain. Hihi.

Di kafe ini suasananya mirip angkringan. Seolah-olah warung di dalam warung gitu. Saya suka kursi tamunya yang kuno banget. Aaaah! Nenek saya punya yang seperti itu waktu saya masih kecil!

Selain itu nggak ada makanan berat. Paling cemilan berupa kripik, cake atau muffin. Menu utamanya minuman, dari kopi, coklat, jus, dan minuman tradisional. Yang panas sampai dingin, sampai yang dikasih es krim. Nama-namanya juga ajaib. Ada minuman yang namanya Soeltan Agoeng Gagah, Relakan Akoe Drop-Out Boenda, Centhinikah Kamoe, Manoenggaling Kawoela Goesti, Koembokarno Diet Ketat, Tjintakoe di Oejoeng Iboekota, atau.... mungkin mau coba Bedebah di Balik Djoebah Merah? Hihihi silakan. Kita juga akan ditemani lagu-lagu lama tapi keren, bahkan sering ada live music atau acara promo album. Buat yang mau ke Jogja dan penasaran sama kafe favorit saya ini, coba klik kesini.

Setelah puas ngerumpi, minum, mendengarkan lagu dan numpang online (Ridwan dan Fahmi nenteng laptop kesini), kami pulang deh.

Wow. Hari pertama yang melelahkan tapi menyenangkan.


-Tulisan asli tertanggal 9 & 10 Juli 2008


Toko Buku Toga Mas di lantai bawah (foto koleksi pribadi)


Interior Djendelo Kafe (Foto dari sini)



Image and video hosting by TinyPic

10 comments:

Hans Febrian said...

enn. aku di jogja belum pernah singgah loh, (selalu) cuma lewat doang. haha :p

dv said...

wah pak kondekturnya ketakutan, klo mau naik kereta gratis bialng aja wartawan klo gt :D

sepertinya tempatnya asik..nanti klo ada kesempatan ke jogja lagi mampir ahh..

Hennyyarica said...

aaaahh..ingat setiap ke jogja cuma ke malioboro doang. baca cerita mbak enno jadi pengen lihat cafenya. dan sama kok mbak..dirumah omaku juga masih ada kursi seperti itu :)

Enno said...

@hans: yaaah kalo kesana lagi harus singgah dong hans :)

@dv: iya, asyik lho :P

@henny: aduh masa ke malioboro doang hen? :D jgn cuma belanja aja.. byk obyek wisata bagus di jogja lho :D

ajenk said...

Aaaah...tempat duduk favorit saia sebelah sini nih...agak ke kiri dikit dari yg terlihat diphoto bagian lesehan huehehe... :P

Enno said...

aiiih ajenk suka mojok ternyataaa :P

Wuri SweetY said...

I miss JOGJA...kangen bgt...hikzzz baca tulisanmu berasa pgn nagis sekenceng2nya mbak.

Gloria Putri said...

hoho...saya jg pernah tuh, ada org takut gara2 saya pake kaos kompas trus bawa2 kamera...hahha...dikiranya saya jurnalis mba...padahal itu kaos jg dapet gara2 hbs kerja sama kompas di kampus...hohoho...kadang jd jurnalis ada enaknya ada ngga nya sih...

Gloria Putri said...

hoho...saya jg pernah tuh, ada org takut gara2 saya pake kaos kompas trus bawa2 kamera...hahha...dikiranya saya jurnalis mba...padahal itu kaos jg dapet gara2 hbs kerja sama kompas di kampus...hohoho...kadang jd jurnalis ada enaknya ada ngga nya sih...

Enno said...

@wury: cup cup hahaha

@glo: hehe beneeer :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...