Saturday, September 18, 2010

Hujan dan Lampu Jalan

Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang dan payung,
berdiri di samping tiang listrik
Katanya kepada lampu jalan, "Tutup matamu dan tidurlah, Biar kujaga malam."

- Sapardi Djoko Damono -

................

"Aku ikut sedih, Retno. Nanti aku tengok Tante kalau ke Bandung, ya..."

Cukup kata-katamu itu, dan aku merasa tenang. Kamu, cinta monyet masa kecilku, mengirimiku pesan malam itu.

Tahukah kau, itu sudah cukup bagiku. Aku tahu kau tulus. Kau juga menyayangi ibuku, seperti aku menyayangi ibumu. Bukankah kita dulu adalah keluarga besar di kompleks tentara itu? Ibu kita adalah ibu yang lain juga. Dan mereka, ibu-ibu kita itu, sering membicarakan ulah nakal kita sambil geleng-geleng kepala di dekat gerobak tukang sayur langganan. Tawa mereka pecah berderai. Lalu kita melintas dengan sepeda. Mereka sibuk berseru-seru supaya kita tidak berkelana ke kampung sebelah.

Aku tahu kau memang sedih. Dan kenangan yang sama juga melintas-lintas dalam benakmu. Ingatkah, kau dimarahi ibumu karena pulang terlalu sore? Dan kau masih sempat menyeringai geli melihat aku juga diomeli ibuku di depan pagar...

Ibu sering menanyakanmu, Bayu. Kubilang kau sudah jadi dokter yang hebat sekarang. Kau dan otakmu yang cemerlang itu. Yang membuatmu jadi sedikit angkuh, tapi dikagumi ibuku. "Minta diajari matematika sama Bayu sana!" Perintah Ibu padaku.

Ibu sekarang terbaring tak berdaya. Sebagai dokter, kau tentu lebih tahu indikasi penyakitnya. Apakah Ibu akan sembuh, Bayu? Bisakah kau memberiku second opinion? Kau pasti kenal dengan beberapa dokter di rumah sakit itu. Kau dokter bedah yang cemerlang, cerdas, terkenal. Kau pasti punya relasi di sana.

Atau jika hal terburuk terjadi, jika Ibu harus dioperasi, bisakah kau yang menanganinya, Bayu? Aku mempercayaimu sejak dulu. Sejak kau menuntun tanganku saat petualangan kita di kuburan Cina waktu masih kecil. Jangan takut, ada aku, katamu sore itu. Dan aku selalu mempercayaimu sampai sekarang.

"Retno, Tante sudah membaik. Sudah ada kemajuan. Pendarahannya tidak meluas lagi. Kalau pun ada, itu hanya rembesan dari luka lama. Kurasa, beberapa hari lagi sudah dipindahkan ke ruang perawatan."

Bayu, syukurlah kalau begitu. Benar, Ibu sudah bisa membuka matanya lagi. Sudah bisa bicara meski lirih. Bisa menggaruk kepala yang berarti refleksnya membaik, dan dokter tidak menganjurkan operasi.

Dulu, kalau sedang senang kita pasti berpelukan beramai-ramai. Lima, enam bahkan sepuluh orang saling memeluk sambil melonjak-lonjak dan tertawa. Aku memelukmu dari jauh, Bayu. Terima kasih kau dan isterimu sudah mendukungku.

Kita seperti hujan dan lampu jalan dalam puisi Sapardi. Kau hujan yang datang menenangkan aku, si lampu jalan yang resah terus berjaga sepanjang malam.


Foto dari sini

_____________________

Kondisi Ibu mulai ada kemajuan. Tak ada kata yang bisa menggambarkan rasa terima kasih saya atas dukungan semangat dan doa teman-teman untuk Ibu.
Thank you so much. I love you all, guys!





Hugs,

Image and video hosting by TinyPic

12 comments:

Anonymous said...

Alhamdulillah kak enno :) kiiki ikut senang.... :D semoga ibu kakak bisa cepat berkumpul lagi dengan keluarga kakak :)

Life In Mono said...

glad to know that !

LadyDay's Life said...

smoga ibu mbak cepet sembuh ya...amin

Chici said...

Alhamdulillah, moga ibu semakin pulih lagi ya mbak, amin...

TS Frima said...

saya suka hujan..

Apisindica said...

alhamdulillah. Semoga makin membaik dan terus membaik. amiiin.

Arman said...

glad to hear that your mom is getting better.. :)

Ordinary Blog said...

Smoga terus ada kabar baik buat Enno..
Tuhan pasti menjaga ibu Enno..

Life In Mono said...

hope she's getting better day soon ya , enno

-Gek- said...

Syukurlah Mbak!
Salam untuk si Bayu. :)

BABY DIJA said...

tante Enno..
ikutan acaranya Dija yaa
ulang tahun yang ke setengah
hehehheee

tanggal 23 nanti

M. Faizi said...

terasa basah saat membaca (sambil menunggu selimut dan kopi panas)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...