Di Senen. Aku melintas dan teringat ia. Kami tertawa di tepi jalan sana, dekat warung-warung kecil sambil meneguk air mineral. Tiba-tiba aku kangen tawanya yang renyah dan nyaring. Dan matanya yang berkilauan seperti bintang pagi di langit timur.
"Berjanjilah untuk selalu bahagia," ujarnya suatu hari. Di sebuah warung, tempat kami biasa nongkrong seminggu sekali.
"Hanya jika kamu juga berjanji."
Ia tertawa. Tawa yang menular. Seperti dulu saat kami masih sama-sama mahasiswa baru, di kampus desa nun jauh dari Jakarta.
Ia paling populer di angkatan kami. Banyak yang jatuh cinta padanya. Diam-diam atau terang-terangan. Dan mereka iri kepadaku karena selalu bersamanya dimana-mana. Padahal bagiku ia hanya manusia biasa. Punya kelemahan. Bukankah kami pernah sama-sama bersedih dan rindu rumah?
"Kangen rumah..." Malam itu aku mengetuk pintu rumah kost yang disewanya bersama sepupu-sepupunya. Aku tersedu memeluknya.
"Ya. Aku juga." Pelukannya erat, hangat dan menenangkan. Tentu, akulah si cengeng itu. Ia si kuat, penghibur dan penggembira. Meski tak urung wajahnya luruh oleh kesedihan yang sama.
"Aku mau pulang..."
"Jangan." Ia menatapku lekat-lekat. "Harus membiasakan diri. Kamu nggak bisa pulang semudah itu. Bukan Depok-Jakarta, non. Jarak dari sini jauh sekali, naik kereta api tujuh jam. Capeknya setengah mati."
Aku menoleh ke sekeliling rumahnya. "Malam ini aku nginap di sini ya?"
Ia tersenyum. "Boleh, biar aku tidur di ruang tamu. Tapi besok pagi bikinkan aku sarapan."
Masih berdiri di Senen, aku melihat bayangan sosoknya. Tertawa di dekat penjual rokok. Melambaikan tangannya padaku. Sebatang rokok terselip di bibirnya. Wajahnya masih sama seperti dulu. Dengan jaket denimnya yang lusuh dan sepatu gunungnya yang berlumpur.
"Ara!"
Sosok itu menghilang bersama asap knalpot bus kota yang lewat.
"Bahagiakah kamu sekarang, Little Mermaid?" Bisikannya menyelinap di telingaku.
"Entah, Ara. Aku butuh nasehat-nasehatmu yang menenangkan itu."
Aku tahu, semua itu hanya khayalan belaka. Tak ada Ara. Tak ada sahabat baik yang pernah bersama mengiringi langkah. Sebuah perselisihan telah merentangkan jarak yang tak terukur. Ia gusar ketika aku mengomentari pernikahannya dengan perempuan itu. Perempuan yang diambilnya dari mahligai seorang teman.
"Tidak ada lagikah perempuan lain? Ia milik teman kita!"
"Kami saling mencintai sejak dulu. Cinta kami tak pupus oleh waktu. Cinta kami sejati."
"Bukan cinta sejati, Ara. Tapi itu obsesi. Obsesi yang membutakanmu. Ia sudah menjadi isteri teman kita! Kenapa kamu menjadi sejahat itu?"
"Kamu nggak akan mengerti karena kamu terlalu naif! Kamu, dan semua khayalanmu tentang pangeran berkuda yang akan menjemputmu di menara!"
Ia pergi meninggalkan aku. Dengan kemarahannya. Barangkali dengan kekecewaannya karena aku tidak mendukungnya.
Seandainya aku membiarkannya saja dan tak usah berkata-kata, mungkin Ara tak akan pergi. Tetapi salahkah aku yang mengingatkan sahabatku untuk tidak melakukan perbuatan itu? Melarikan isteri teman sendiri atas nama cinta sejati yang kuyakini hanya obsesi...
Ah, tapi siapalah aku ini yang berani-beraninya menilai perasaan orang lain? Aku bukan Tuhan.
Maaf Ara, mungkin aku yang salah. Mungkin cinta kalian memang cinta yang murni, bukan obsesi. Tapi aku tak akan minta maaf karena menyalahkanmu membawa lari isteri teman. Aku tetap tak bisa menyetujui apa yang telah kamu lakukan. Bukankah masih banyak pilihan lain yang bisa diambil?
Mungkin ia akan tetap marah padaku. Tidak apa-apa. Aku sudah berjanji padanya untuk selalu bahagia. Dan aku akan bahagia jika menyaksikannya bahagia. Aku selalu mendoakannya.
Di Senen, aku akan selalu melihat bayangan sosok kami berdua. Tertawa. Meneguk air mineral. Dan matanya berkilau seperti bintang.
6 comments:
Manusia susah sekali membedakan mana cinta, mana obsesi.Semuanya berbalik ke hati.Mendengarkan seksama, apa yang hati kecil kita katakan.
Welcome to 2009 M & 1430 H, ya tante....
hai dira! met taun baru juga ya sayang :)
aku juga punya kenangan di senen.....kecopetan!!!
hepi new year dahrl...gue di jkt niyy, mau kopdar?..
huahahaha... makanya jgn celingak celinguk gak jelas jeng... sampe kapan di jktnya? ayo ayo!
wihh..saya juga masih sulit membedakan cinta dan obsesi..
wah berabe tuh :)
Post a Comment