Cinta selalu menyisakan ruang untuk hal lain.
Marah, benci, atau rindu yang kasar.
***
Daun-daun flamboyan kering berguguran di sepanjang jalan yang kulalui. Kugenggam erat kenangan tentang sore yang nyaris sama. Ada dedaunan gugur, dan awan-awan berarak gelisah di atas sana. Sore ketika ia berdiri di depanku dengan wajah menahan nyeri. "Tolong jangan menangis," bisiknya. Tetapi aku tetap saja menangis.
Aku masih ingat warna saputangannya. Kelabu dengan garis-garis biru. Wangi aftershave-nya yang samar-samar memenuhi rongga kesadaranku, bahwa mungkin sore itu adalah sore terakhir kami. Mungkin tak akan pernah lagi ada sore-sore yang lain di masa depan kami yang terentang, memisah ke dua arah.
"Jangan menangis." Ia masih membujukku dengan sia-sia. Sementara aku menutup mataku dengan saputangannya. Menahan rembesan sungai bening yang menderas basah. Tak kunjung mau henti.
Dedaunan flamboyan di bawah kakiku gemerisik terinjak. Kenangan itu tak pernah mau pindah, meski telah kudorong ia jauh ke dalam benak paling gelap. Ke dalam kebencian paling pekat.
Ia akan selalu muncul kembali, menjelang sore seperti ini. Ketika flamboyan menaburkan daun emasnya di sepanjang jalanku. Raut wajah yang pedih. Sapu tangan kelabu bergaris biru. Wangi aftershave itu.
"Kamu selalu menangis. Kamu menjadikannya senjata." Kemarin ia berkata begitu kepadaku. Bercanda tentu saja.
Cinta selalu menyisakan ruang untuk hal lain. Marah, benci atau rindu yang kasar.
Tetapi cintaku padanya tak lagi ada. Juga segala marah dan benci yang pernah nyata. Tinggal rindu saja. Kadang-kadang kasar, menyengat. Mengapa?
10 comments:
i like your writing! kenangan sedih jadi realistis dan tidak cengeng dalam tulisan itu. Great!
ah flamboyan...
saya tiba tiba seperti berada di dimensi lain.. rasa pedih yang menekan kuat rongga dada saya.. airmata..gerimisnya jakarta 10 tahun lalu... belum terkubur waktu.
enno, kok sama sama bunga flamboyannya ya...
@brokoli sehat: makasih popi, mungkin gara2 banyak makan brokoli ya.... hehe apa hubungannya coba?!
@mamae yusuf: aih mbak, kenangannya lebih jadul dari kenanganku tho ya... flamboyan itu memang pohon yg romantis hehe ^^
Tetapi cintaku padanya tak lagi ada. Juga segala marah dan benci yang pernah nyata. Tinggal rindu saja. Kadang kasar, menyengat. Mengapa?
------------------
Kadang masih terasa ada dia disini, berdiri diam dipojok teras rumah, berdiri dekat dengan penerangan lampu minyak yang menempel didinding bambu.
Kucoba mendekatinya, kusapa dia, tapi dia tetap diam, hanya tersenyum kecil, kucoba menyentuhnya, tapi apa yang terjadi? seketika itu juga dia langsung musnah, hancur tak berbentuk lagi...
Begitulah cinta, deritanya tiada pernah berakhir...
no, pernah denger Iwan Abdurrahman? beliau penyanyi lagu-lagu balada dan pernah membuat lagu judulnya Flamboyan. Ih menyayat hati deh lagunya, but i think you'll gonna like it. Kalo enno belum tau lagunya dan mau denger, saya bisa kirimin lewat imel
@brokoli sehat: wah gak kenal iwan abdurrahman, kenalnya abdurrahman wahid hihihi...
kirimin dong pop, jadi penasaran... thx before ya :)
@mbah kuriman: ah ini bukan cerita cinta kok hehe ;P
cerita yg enak dibaca, tetap semangat ya..
duhhh enno.....I'm a big fans of your writing!!!
Cinta emang selalu menyisakan ruang untuk hal yang lain...marah, benci, atau rindu yang kasar....duhhh kok gue banget yaaaa?...halahhh.....
Top bgt say...keep writing yaaa....
@ papapam: makasih om ipam. ya always semangat biarpun lupa sahur hehe ^^
@novnov: duuh novi... iya deh, makasih... keep shoping juga say :))
Post a Comment