"Pulangnya nanti saja."
"Pekerjaan di kantor sudah menumpuk, Bu."
"Lain kali ambil cuti yang agak lama ya. Seminggu gitu..."
"Iya deh. Nanti Lebaran kan cutinya lama."
Pesan pendek menyusul.
"Retno, kamu sudah di Jakarta? Tolong pimpin rapat evaluasi besok. Saya keluar kota."
"Oke. Ini sudah di jalan menuju Jakarta."
Aku pulang dalam mendung. Mengurai peluk Ibu di pintu gerbang. Gerimis turun mencairkan pagi yang berkabut. Maaf Bu, aku harus segera kembali. Pada awan dan burung-burung bersayap debu di langit yang murung. Pada nyanyian angin yang parau, diantara pepohonan dalam kemarau.
Jakarta. Batavia. Kuhabiskan separuh umurku untuknya. Berpijak di atas tanah rawanya yang melesak senti demi senti. Di sepanjang kanal-kanal tua berbau busuk yang meluapkan sampah dan segala dilema ke tepinya. Memenjara pengembara dengan janji-janji nirwana.
Jakarta. Batavia. Mendung laksana payung. Benci dan rindu menyatu.
"Kapan ditugaskan ke Jakarta lagi?"
"Semoga tidak dalam waktu dekat."
"Lho kenapa?"
"Sumpek. Aku sulit bernapas."
"Oooh, jadi aku bukan teman yang pantas dipertimbangkan sebagai alasan kunjunganmu ke kota ini ya?"
"Salah. Justru kamu alasanku tetap berangkat ke Jakarta. Kalau tidak, mending aku koma."
"Haha, ya ya dasar penyair gagal!"
Jakarta mungkin tak akan berubah, meski beratus tahun berkalang resah.
"Pekerjaan di kantor sudah menumpuk, Bu."
"Lain kali ambil cuti yang agak lama ya. Seminggu gitu..."
"Iya deh. Nanti Lebaran kan cutinya lama."
Pesan pendek menyusul.
"Retno, kamu sudah di Jakarta? Tolong pimpin rapat evaluasi besok. Saya keluar kota."
"Oke. Ini sudah di jalan menuju Jakarta."
Aku pulang dalam mendung. Mengurai peluk Ibu di pintu gerbang. Gerimis turun mencairkan pagi yang berkabut. Maaf Bu, aku harus segera kembali. Pada awan dan burung-burung bersayap debu di langit yang murung. Pada nyanyian angin yang parau, diantara pepohonan dalam kemarau.
Jakarta. Batavia. Kuhabiskan separuh umurku untuknya. Berpijak di atas tanah rawanya yang melesak senti demi senti. Di sepanjang kanal-kanal tua berbau busuk yang meluapkan sampah dan segala dilema ke tepinya. Memenjara pengembara dengan janji-janji nirwana.
Jakarta. Batavia. Mendung laksana payung. Benci dan rindu menyatu.
"Kapan ditugaskan ke Jakarta lagi?"
"Semoga tidak dalam waktu dekat."
"Lho kenapa?"
"Sumpek. Aku sulit bernapas."
"Oooh, jadi aku bukan teman yang pantas dipertimbangkan sebagai alasan kunjunganmu ke kota ini ya?"
"Salah. Justru kamu alasanku tetap berangkat ke Jakarta. Kalau tidak, mending aku koma."
"Haha, ya ya dasar penyair gagal!"
Jakarta mungkin tak akan berubah, meski beratus tahun berkalang resah.
6 comments:
halooo..salam dari solo..
hai salam juga dari jakarte :)
alhamdulllah, rasanya seperti selesai minum segelas air putih plus beberapa potong es batu kecil....
makasih udah melegakan dahaga, akhirnya disini saya temukan cerita(ditempat lain pada gak ngap-deit, kayak saya hehe...)
jakarta... emm enak buat shoping fashion..
sibuk ya mbak? hehe mampir sering2 makanya... saya selalu apdet kok :)
Jakarta gak akan berubah?
Gpp... yg penting semua bahagia ^^!
iya saya juga bahagia kok :p
Post a Comment