Tuesday, August 19, 2008

Amuk Sunyi

Aku bisa saja menumpahkan kemarahanku tanpa ragu. Tetapi mulutku terkunci rapat. Anak kuncinya hilang, barangkali sudah kubuang.

Dan mungkin kemarahan itu tak akan pernah kuwujudkan. Bukan saja karena aku masih menghormati kawan yang lebih tua, aku juga menjaga silaturahmi agar tak sia-sia.

Aku memendamnya. Tanpa kebencian. Hanya kekesalan setengah mati. Lalu suatu hari semua itu lenyap. Berganti dengan perasaan lain yang lebih kuat: ketidakbutuhan.

7 comments:

Anonymous said...

Hemmm...harus sampai sebegitukah jeng :)

Anonymous said...

lebih baik seperti itu, menjaga silaturahmi agar tak sia2. emosi sesaat memang merugikan!

menyukai cara mu! :)

Anonymous said...

owalah... biyung biyung... wonten menopo tho neng...?

nyantai.....
pejamkan mata....
tarik nafas....
tahan sebentar....
ya, hembuskan!
"pret..."
hmmmm... bau apa ini ?

ipam nugroho said...

Sabar adalah sebuah kunci kenikmatan. Temukan kunci itu di hati kamu yang paling dalam, maka kamu akan menjadi orang yang paling dekat dengan Ilahi.

Enno said...

@simbah: ya harus mbah, daripada es-mosi hehe ;p

@travellous: betul rei, biar gak buang energi

@gundul: duh, buang angin di kaplingmu sendiri saja mas! ;p

@papapam: iya, sabar.... sabar... :)

Anonymous said...

jangan lah mendendam nanti sakit sendiri lohh...

ada postingan baru di blog aku... silahkan datang dan kasih kometar yah...

Enno said...

ya memang, mendingan sakit gigi daripada sakit hati ya *dangdut mode on* hehehe

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...