Friday, August 22, 2008

Cerita Untukmu

Tahukah kamu, kemarin kutunjukkan gambar-gambar petualanganku pada temanku, Si Pembuat Peta. Tentang reruntuhan puri itu, dan segala yang pernah dibangun moyangku. Hanya puing-puing yang kini tertinggal untukku. Tetapi itu sudah cukup membuat Si Pembuat Peta terpesona.
"Aku salut padamu," katanya. "Pada napak tilasmu atas segala jejak leluhurmu."

Ah itu belum seberapa, Kawan. Seandainya engkau ada di sana. Bersamaku, mengabadikan ribuan jejak purba. Membuat petaku sendiri. Tanpa GPS, tanpa topografi. Malam yang hening dan bening, bulan di atas reruntuhan yang digerus zaman. Malam ketika gerhana tak pernah tiba di kraton Sri Sultan.

Tetapi gerhana mampir di kaki gunung, di tepi desa. Tempat leluhurku yang lain mewarnai almanak. Bulan sembunyi. Gelap membungkus pucuk-pucuk Guntur, Papandayan dan Cikuray. Melenyapkan sejenak bayang-bayang Kian Santang yang menitis jejak peradaban.

Kepadamu kini aku bercerita. Tentang malam itu, seusai percakapan kita.
"Apakah aku kelihatan gendut?" Tanyaku.
"Gendut inner beauty-nya nggak apa-apa," sahutmu waktu itu.

Lalu kutemui rembulan. Kusapa dengan sopan. Kamu benar, ia mirip lampion Cina. Terang berpendar di atas beludru hitam. Bima Sakti berkedip kepadaku. Kutunggu ia menjatuhkan bintangnya, agar bisa kubaca pesanmu itu.

Konstelasi bintang dan bidadari yang tak bisa tidur, bercakap di atap malam itu....

12 comments:

Anonymous said...

Entah tentang apa ini. Aku membacanya seraya menyimak hentak Dewi Dewi yang sedang menyanyikan "Virus-virus Cinta" (entah kenapa mendadak aku demen trio bikinan Dhani itu, melebihi rasa sukaku yang cuma berumur sebulan pada Trio Macan).

Tar dah aku baca ulang,, hihihihi ...

Enno said...

lagi kena virus bolot ya? hehehe ^^p

Anonymous said...

..........???
Semuanya tanda tanya, seperti juga aku yang tak siapa dirimu, tak tahu apa pesanmu. Tak ada awal, tak ada akhir, semuanya mengalir begitu saja, seperti air sungai dipinggir desa, dibawah kaki gunung yang sejuk..
Semuanya tak sempat terpetakan...

Bingung mode:ON

Anonymous said...

Bagus mbak tulisannya...i like it.....salam kenal ya...

hari Lazuardi said...

“Terang berpendar di atas beludru hitam” aku suka sekali kata-kata itu, sangat indah menurutku, dan rembulan pun selalu tersenyum seperti biasanya karena memang aku tak pernah melihatnya berwajah pucat…

Enno said...

@simbah: hmm... kalo aku bilang bulan berpendar di atas Slamet dan Baturaden, mungkin jd ngerti ya? hehe... kangen euy sama purwokerto... salam ya buat patung Pak Dirman di depan Unsoed :)

@Novi: makasih ya Novi, salam kenal :)

@hari lazuardi: pucat kalo lagi meriang ;p

Donald said...

jadi inget momo...
si pembuat peta...
the words, the feeling, the...

i just like the way you all poet turn your daily exposure to something beautiful to read, to feel... (juga Mas Hari Lazuardi)

well, may be confusing sometimes, but hey, that is what your brain is for, right?

kalo Enno sendiri ngingetin saya sama Echi, temen saya yang sekarang di Aceh.
well, at least the silhouette of you :)

Enno said...

Huhu yuyus, saya speechless deh.. makasih pujiannya. Alhamdulillah kalau dibilang bagus, spt yg sering banget saya bilang, ini sekedar diary saja...

hoho, saya punya kembaran kah? salam buat echi ya :)

Anonymous said...

wah.... co cwittttttt

Enno said...

wah.... makaciiiih ^^

Anonymous said...

Nggak mudeng.. Hehehe.. Tapi kata2nya bener2 so sweet..

Enno said...

mahardika makasih ya... iya ya banyak yg nggak ngerti tuh hehe ;p

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...