Thursday, July 3, 2008

Menjelma Burung

Aku akan menjelma burung. Mengikuti petunjuk angin, terbang ke kotamu yang syahdu. Bertengger di atap rumahmu yang kelabu oleh debu dan pahat waktu.

Sudah kukatakan padamu, aku hanya punya waktu sebentar. Sekedar mencari hujan yang lari sembunyi dari awan-awan di atas kotaku. Dan jika tak kutemukan juga hujan itu, akan kucari lelehan embun di atas rumpun bunga pagi sore berwarna jingga di depan pintu.

Sesungguhnya aku juga rindu padamu. Ingin bercakap-cakap denganmu seperti dulu. Tapi kamu bilang ada acara maha penting yang harus dihadiri. Cuma setengah hari, katamu. Kita bisa bertemu setelah itu

Baiklah. Toh kita tidak akan kembali seperti dulu. Sudah pernah kita bangun surga dalam berjam-jam pertemuan dan percakapan, bermeter-meter pesan pendek, dari ratus mil jarak yang merentang Jakarta-Jogja. Dan semua itu sudah berlalu terkubur waktu.

Aku dan kamu kini hanya bayang-bayang yang tertinggal di dimensi waktu. Dan pesan-pesan tentang sepi, rindu dan airmata seperti goresan purba di gua-gua batu dan hutan-hutan purba yang kamu jelajahi itu.

Jadi, sampai ketemu nanti.

foto dari sini

6 comments:

Anonymous said...

Saya yakin ini ditulis dengan perasaan yang benar-benar retak ...

Anonymous said...

"Aku tidak akan memaksamu kembali seperti dulu"

pilu rasanya membaca bait itu...
come on enno... masih bisa diusahakan

Enno said...

firhanusa: acara menangisnya sudah selesai :)

mamae yusuf: makasih ya mbak :)

Anonymous said...

enno, beberapa hal yang ingin kusampaikan padamu :
1. SEMANGAT !
2. SEMANGAT !
3. SEMANGAT !
4. SEMANGAT !
5. SEMANGAT !

itu saja.

Anonymous said...

Kereeeeeeennnnnnnnnn!!!!!!!!
ungkapan katanya sampai tembus k hati dan mata sampai berbunga :)

Enno said...

Gundul: terima kasih ya... :)

travellous: rei! benarkah itu kamu...? Aaaaah! akhirnya ngeblog lagi!!! makasih dah mampir sini lagi... :))

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...