Malam itu aku terbangun. Sunyi menyekapku. Mengurungku dalam lingkaran pepat. Aku bahkan tak lagi bisa meronta. Dari jendela kulihat bulan dalam temaram. Ia hanya menontonku saja.
Aku teringat kamu, bercerita tentang kunang-kunang di halaman. Maka kuseret langkahku keluar. Mencari mereka yang diperutnya tersimpan cahaya. Terang abadi menghapus sepi.
Tak ada. Mereka tak tampak dimana-mana. Meskipun telah kusibak semak dan rerimbunan onak. Tak ada kerlip cahaya mengawang di gelap malam. Padahal aku ingin meraih mereka satu saja. Untuk menuntunku ke lubang cahaya dimana telah menunggu segala kehangatan dan keriuhan yang kudamba malam ini.
Kalau saja ada. Satu saja, melintas di bahuku. Aku akan ikut terbang bersamanya. Mengarungi sepi malam. Menghadapi senyapnya gelap. Melintas di atap rumahmu sekejap.
Kunang-kunang akan menghibur sepi, begitu tulismu. Aku masih ingat.
"Kunang-kunang itu dari kuku orang mati kata ibuku." Aku menulis untukmu kalimat itu. "Tapi kamu benar, kunang-kunang yang indah menghibur sepi."
Tetapi sungguh. Tak ada kunang-kunang malam itu. Kubiarkan sunyi mengurungku. Sepi menyanderaku. Sampai pagi.
Aku teringat kamu, bercerita tentang kunang-kunang di halaman. Maka kuseret langkahku keluar. Mencari mereka yang diperutnya tersimpan cahaya. Terang abadi menghapus sepi.
Tak ada. Mereka tak tampak dimana-mana. Meskipun telah kusibak semak dan rerimbunan onak. Tak ada kerlip cahaya mengawang di gelap malam. Padahal aku ingin meraih mereka satu saja. Untuk menuntunku ke lubang cahaya dimana telah menunggu segala kehangatan dan keriuhan yang kudamba malam ini.
Kalau saja ada. Satu saja, melintas di bahuku. Aku akan ikut terbang bersamanya. Mengarungi sepi malam. Menghadapi senyapnya gelap. Melintas di atap rumahmu sekejap.
Kunang-kunang akan menghibur sepi, begitu tulismu. Aku masih ingat.
"Kunang-kunang itu dari kuku orang mati kata ibuku." Aku menulis untukmu kalimat itu. "Tapi kamu benar, kunang-kunang yang indah menghibur sepi."
Tetapi sungguh. Tak ada kunang-kunang malam itu. Kubiarkan sunyi mengurungku. Sepi menyanderaku. Sampai pagi.
5 comments:
Hmm... quotation nya menarik: kunang2 itu dari kuku2 orang mati, mistis abis. Btw, di Jogja apakah kita masih bisa menemukan kunang2 di sana?
satu lagi kutemukan sahabat dipersimpangan yang membingkai kesepiannya dalam pigura penuh warna kata-kata.
salam kenal, dan terus berekspresi.
travellous: quote? hehehe itu urban legend ala ibuku, rei.. :D
ahmed: trims ya, salam kenal juga :)
Hati-hati ketika menyibak semak dan onak, alih-alih mencari kunang-kunang malah berjumpa dan bertatap manis dengan sang kodok dan sang ular :)
Hari lazuardi: hehehe untung aja gak nemu tuh mas... ;p
Post a Comment