Monday, June 9, 2008

Semadi Kelelawar

Dalam kegelapan total itu kamu ada. Pada mulanya aku datang dengan meraba-raba. Mengikuti aliran sungai yang mengaliri gua, dimana kamu berdiam dan sembunyi. Aku terbang dari jauh. Seekor kelelawar betina yang terluka, mengirimkan pesan padamu lewat gelombang ultrasonik yang bisa kamu tangkap dengan telingamu yang tajam.

"Selamat datang," ujarmu. "Jangan sungkan di guaku yang gelap dan sederhana. Hanya ada pilar-pilar batu dan sungai yang berair deras di sini. Tapi jangan khawatir, makanan berlimpah di luar sana."

Aku adalah kelelawar kota, yang berumah di puncak-puncak gedung pencakar langit, atau puncak tertinggi pepohonan peneduh jalan. Aku makan serangga-serangga kecil yang menari di lampu-lampu jalan, atau berburu di antara rerumputan taman kota. Tak ada istilah berlimpah, apalagi pesta pora.

Tetapi kamu membawaku ke jalan-jalan desa lengang berlampu sentir, dimana serangga-serangga besar mampir. Aku berpesta. Meski sesungguhnya eforiaku adalah karena kamu bersamaku. Kamu, yang dengan gagah merentangkan sayap-sayapmu yang lebar, menukik dan menyambar. Mengajarkan lagi kepadaku petualangan sejati.

Pada mulanya adalah kehangatan ketika bersamamu. Dan kita kembali ke gua gelap itu untuk tidur sepanjang siang dan berburu lagi ketika malam. Pada mulanya adalah kesunyian yang berubah menjadi gempita sorak dalam jiwaku, manakala matamu menjanjikan lebih dari sekedar pesta serangga dalam muhibahku yang singkat itu.

Lantas semuanya berubah, ketika kamu ubah gua itu menjadi tempat semadi yang hanya dalih belaka. Kamu undang kelelawar-kelelawar lain dari kota-kota yang jauh, tapi bukan itu sebenarnya yang tujuanmu.

Kamu tak pernah mengundangku lagi. Meski aku tak mesti kamu undang jika ingin pergi ke sana lagi.

"Datanglah kapan saja. Kita bisa berpesta serangga lagi." Apakah kalimat itu cuma basa-basi?

Di dalam kegelapan yang total itu kamu ada. Selalu ada. Menggelantung di langit-langit gua. Menunggu pengunjung lain, bukan aku. Kamu mengira aku baik-baik saja. Nyatanya, aku masih saja kelelawar betina yang terluka. Berburu sunyi di taman kota.

5 comments:

Teuku Zulfikar Amin said...

Wah no. . .
Aku baru tau klo kamu trnyata kalong!!!
Pantesan mangga di rumahku ga utuh lagi.

Anonymous said...

Buset, produktif bener! Cuman mengapa harus selalu cinta yang kandas dan terus menerus dengan oktaf-oktaf yang lara?

Enno said...

slugger: masa sih? itu bukan akyu...sumpah!

firhanusa: cinta yang kandas? mas arief lagi nyumpahin aku ya :(

Meita Win said...

seru bener, curhatnya :D heheh...
ada kalong pengganggu yah? huhuhu...

tenanglah, love conguers all katanya...:)

Enno said...

of course, Mei :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...