Fragmen Lavender

1.

Bila langit biru, maka aku adalah ungu. Tak ada merah, semerah darah. Tak ada merah jambu. Bukan kuning yang bergairah itu. Tumbuh subur di petak mini. Di bawah jendela, ketika kamu buka menjelang hari. Kamu hirupkah embunku yang menguarkan wangi lamat-lamat itu? Kamu lihatkah lambaian daunku mengucap selamat pagi?

Aku memang tidak seindah mawar di pot keramik itu. Tidak juga seputih melati yang menebar wangi . Aku berdiri di atas tanah berlumut. Terkadang sepi. Merindukan kupu-kupu dan lebah madu. Tetapi dari sini, aku bisa menatapmu berdiri di balik daun jendela itu.

2.

Lalu ada kabut. Membawa bulir-bulir lembab yang membekukan. Menghalangi jarak pandangku ke jendelamu. Aku menggoyangkan daun-daun kurusku yang hijau tua agar kamu sudi membawaku ke depan tungku. Sekedar menghangatkan akarku dari lumut yang mulai beku. Kamu menoleh pun tidak.

3.

Aku terus menerus bicara kepadamu. Dalam benakku yang sesak. Dalam bahasa yang hanya dimengerti jiwa-jiwa yang direndam sunyi. Aku mulai lelah. Kamu yang semakin bebal.