Tetapi ada satu-dua yang lain, yang berkhianat padaku, merekalah yang tak termaafkan.
.............................
"Seharusnya itu milik kamu ya?" Ujarmu sore tadi, saat kita berdua bersama melihat foto-foto itu. "Hidupmu, anakmu, dan kebahagiaanmu."
Aku tidak suka mendengar komentarmu, tapi hanya tertawa saja. Seharusnya begitu. Kalau si anak babu tidak merebutnya dariku. Tapi aku pikir-pikir lagi kok sepertinya aku yang beruntung.
"Beruntung gimana?" Kamu terbelalak. "Pacarmu direbut orang kok beruntung?"
"Kamu lihat sendiri aja."Aku menunjuk foto itu. "Perempuan itu dulu tidak begini. Sekarang? Acak-acakan, hitam, freckles di seluruh wajah, tubuh tidak berbentuk dan lihat anaknya. Kumal sekali. Aku tidak akan mengomentari wajah anaknya jelek atau tidak. Anaknya kan tidak berdosa. Tapi kalau melihat keseluruhan dari foto mereka sekeluarga, apa kau bisa bilang bahwa hidup mereka bahagia?"
"Nggak cukup secara materi?"
Aku menghela napas. "Aku nggak bicara soal materi, Er. Kurasa mereka tidak kekurangan. Aku bicara soal kenyamanan, kebahagiaan, ketentraman dan ketulusan. Perempuan seperti apa yang kusut masai begini saat ia baru saja memulai hidup barunya dan punya anak pertama? Teman-temanku, sepupu-sepupuku, mereka bertambah cerah, lebih gemuk, lebih segar, dan anak-anak mereka meskipun mungkin tidak tampan atau cantik, tapi terlihat sehat dan bersih. Kebahagiaan, kenyamanan dan ketulusan mendorong siapapun untuk mengurus diri dan keluarganya dengan baik."
"Tapi di foto-foto ini mereka senyum. Mereka kelihatan baik-baik aja."
Aku tersenyum. "Dalam hatinya siapa tau kan?"
Kamu Er, tidak tahu seperti apa cerita yang sebenarnya. Si anak babu itu mengambil semua kisah cintaku dan harapan yang tumbuh bersamanya. Tak bersisa. Mengawini lelaki itu dan tersenyum mengejek sambil memperlihatkan cincin kawin di jari manisnya padaku sehari setelah pernikahan sialan itu.
Lelaki itu lalu menyembah-nyembah memohon maafku dan aku mengusirnya meski dalam hati kumaafkan dia. Orang seperti apa aku jika tidak memaafkannya, sementara Tuhan saja Maha Pengampun? Lalu kau pikir si anak babu itu hidup tenang di habitatnya? Aku sudah mengutuknya, Er. Dan kau tahu, doa orang yang teraniaya selalu dikabulkan kan? Kudoakan ia membawa penyesalannya terhadapku seumur hidup sampai akhir hayatnya. Kudoakan ia selalu teringat dosanya padaku di setiap kali ia melakukan sesuatu. Kudoakan setiap kali ia melihat anaknya, ia sadar bahwa ia telah menyakiti aku.
Orang-orang bilang betapa sabarnya aku. Betapa baiknya aku menyikapi peristiwa itu.
Who's the good one? Me?
Biarkan aku tertawa terbahak-bahak. Mereka tidak tahu aku juga bisa jahat. Kuberikan baju-baju bekasku, dan tas-tas yang sudah bosan kupakai. Kuberikan semua benda bekas pakaiku kepada si anak babu, di depan lelaki itu. Kulemparkan (dalam arti harfiah) semuanya ke depan hidung si anak babu yang bodoh itu, yang memungutinya sambil tertawa girang. Tapi lelaki itu cukup pintar untuk mengerti maksudku melakukannya. Wajahnya mendadak murung.
Ya, aku memang bermaksud bilang padanya: Ambil perempuan itu. Perempuan yang levelnya jauh di bawahku. Perempuan yang hanya pantas memakai semua barang bekasku, termasuk kau. Kau juga barang bekasku. Karena ternyata seleramu memang serendah itu dan dengan begitu maka aku bersyukur kau melepasku.
"Hahaha. Ambil, bungkus, bawa pulang. Kamu biasanya ngomong gitu kalo lagi kesel." Kamu tergelak.
"Yea, I did. And I meant it, Er."
Lalu suatu hari, Er, Tuhan membukakan mataku. Tuhan memberitahu padaku mengapa Ia tidak memberikan lelaki itu padaku, dan memberikannya pada si anak babu itu.
Kau sudah melihat rumah itu. Aku tidak bicara tentang bagus atau jelek bangunannya. Rumah keluargaku sendiri pun bukan istana. Tapi kau lihat sendiri kamar mandi yang mengerikan itu. Yang sepertinya bertahun-tahun tidak pernah dibersihkan. Lumut dan sisa kotoran manusia yang mengerak di lubang WC-nya, bak yang airnya hijau oleh lumut dan debu langit-langit. Kau lihat sendiri tirai yang sobek-sobek di ruang tamu itu, dan bau kotoran kucing yang sayup-sayup menerpa hidung. Karpet yang bau pesing, dan tiga ekor anjing bau hilir mudik di dalam rumah.
Jujur, aku pun baru kali itu menginjak rumah keluarganya. Aku belum pernah datang lagi ke sana sejak masih kanak-kanak dulu. Aku tak ingat apa-apa karena dulu masih terlalu kecil.
Aku lupa keluarga seperti apa mereka.
Er, aku lega tidak menjadi bagian dari mereka. Tak mungkin tahan jadi menantu di keluarga itu. Aku tak akan tahan berkunjung ke tempat yang jorok itu. Aku pasti harus dipaksa dan akhirnya muntah-muntah. Aku tak akan bisa menginap di rumah seperti itu. Itu bukan kehidupan yang biasa kujalani. Jorok. Kumuh. Menjijikkan.
Tapi itu adalah kehidupan yang cocok buat si anak babu, Er. Orang rendahan seperti dia memang pantas di sana.
"Rendahan?"
"Ya. Rendahan. Aku nggak menilai dari status dia anak siapa. Bukan karena dia anak seorang babu yang ayahnya kabur setelah menghamili ibunya. Bukan begitu caraku menilai seseorang. Aku menilai dia dari apa yang sudah dia lakukan padaku. Menggoda kekasih orang dan merebutnya. Itu yang membuat dia jadi orang yang rendah."
Thanks God. Sekarang aku tahu, Erina. Bahwa sejak dulu bukan aku yang pecundang. Merekalah yang pecundang. Mencuri kebahagiaan orang lain. Mereka, bukan aku. Karena aku hanya perempuan yang beruntung.
Orang yang merebut kebahagiaan orang lain dialah pecundang yang sebenarnya.
-my selfquote-
pict from here |
13 comments:
*mulai menyimpang*
mba enn, aku enggak ditinggal nikah cuma kena tikung temen (bisa dibilang dia temen deket). sekarang mereka jadian, aku ngeliat mereka mesra-mesraan aku juga liat mereka maki-makian, dan aku cuma diem ngeliatnya.
sering aku ngerasa aku yang pecundang (karena diem tadi itu)
tapi ternyata, "orang yang merebut kebahagian orang lain dialah pecundang yang sebenarnya".
Ouch... Oke, saya gak akan merebut kebahagiaan orang lain. >.<"
Karena aku mengalaminya. Mamaku mengalaminya, juga beberapa orang teman baikku, bikin aku sulit untuk berkomentar. Cuma bisa berharap, Mb enno, dikasih jodoh yang baik nantinya sama yang di Atas.
*hug*
Aku berdoa yang sama "semoga dia dihantui penyesalan dan dibayangi rasa bersalah seumur hidup, ga tenang hidupnya sampai ajalnya bahkan di akhirat nanti. Karma itu ada dan Allah maha adil."
Setuju : Kita adalah wanita beruntung dan hrs lbh bersyukur atas nikmat ALLAh.
yah biarin aja emang ya no. semua pasti ada karma nya. kalo berbuat jahat biar ntar dibalas sama Tuhan...
beuh..dalem banget kayaknya mbak.. :)
@shally: serius lho, itu bener... yg pecundang mrk, bkn kita haha
@asop: kucatet lho! awas klo melanggar :))
@lita: amiiiin.... thx lita! *hugs*
@wuri: hahaha mulai curcol jeng? iya, amin yaa... kita kok yg beruntung ga dpt co gak mutu itu :D
@arman: iya man, nyantai aja sih aku mah... klo ga dibls di dunia, ya di akhirat. Tuhan udah janji :)
@rabest: hahaha... enggaklah... cuma kmrn aja ada temen yg bawa2 foto, jd keingetan deh :P
@
Jangan sampe deh...ngerebut sesuatu yang bukan hak milik, *gak bangeett* :D
karma itu pasti ada kok. gitu juga sama orang baik. orang baik yang sudah rela ngelepasin dan ngambil hikmahnya, lalu bersyukur, akan ada karmanya di mana dia akan ngedapetin sesuatu yang lebih worth it buat dia :))
Salam kenal.
dan aku ga pengin jadi seorang pencundang.
setujuh sama kata2 yang terakhir...
aq uda baca ini tp br sempet komen skrng...
mba...bener bgt mba...org yg di sebut 'perebut kebahagiaan' itulah pecundang :(
duhhh...mbaaaaa....aq koq malah galau lg yaaa :'( baca ini aq malah merasa aq pecundang itu...merebut kebahagiaan diriku sendidi dan ranger merahku :(
mbaaaaaaa.......tarik aq dr memori ini :( hadehhhh
@naya: ah bener tu mpok... kudu ati2, kudu mawas diri, kudu banyak bersyukur...iye kagak? :P
@putripus: amiiin.... hehehe...
@baha andes: bener ya? dicatet ni :D
@nani: maen setujuh2 ajah! sepuluh aja skalian, jgn pelit2 hahaha
@glo: nah lho... makanya fokus di masa skrg jgn ke masa lalu...tatap mata saya... fokus, fokus, fokus... *menghipnotis glo* :))
Post a Comment