tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
bagai sang surya, menyinari dunia
Bukan ia yang menyanyi, tapi aku. Si gadis kecil berumur 4 tahun dengan rambut lurus pendek seperti anak lelaki. Ia cuma perempuan kampung biasa, berkain sarung dan kebaya, dengan rambut disanggul cepol asal-asalan. Jangankan menyanyi, membaca pun ia tak bisa.
Setiap sore aku duduk di pangkuannya. Dengan sebuah buku cerita bergambar terbuka lebar. Lalu aku akan memintanya mendengarkan dongeng yang kukarang sendiri dengan melihat gambar-gambar di buku itu. Karena waktu itu aku belum bisa membaca.
Kata Ibu, gayaku dulu sungguh bossy. Aku tidak peduli ia sedang melakukan apa, kalau aku ingin bermain ia harus bersedia. Aku akan menuntunnya ke kursi dan memanjat ke pangkuannya. Kusandarkan kepalaku ke dadanya dan mulai menyanyi atau berceloteh. Kadang-kadang ia tertidur, dan aku ribut membangunkannya.
"Mak, bangun! Aku mau cerita! Dengarkan, aku mau cerita! Aku mau cerita!" Teriakku sambil mencungkil-cungkil kelopak matanya supaya terbuka. Ia membuka matanya dan aku kembali mendongeng. "Puteri Salju dicium Pangeran. Ini nih puterinya. Cantik ya Mak?"
Setelah aku besar dan bertemu dengannya, ia senang mengulang kisah masa kecilku dalam asuhannya. Ia terkekeh-kekeh sambil memelukku. "Anak manis yang bandel," gumamnya. "Dulu galak sekali. Si Ati, pembantu ibumu tidak boleh memanggil 'ibu'. Kamu bilang: itu ibuku, bukan ibunya bi Ati. Kasian si Ati."
Aku memanggilnya Mak Onah. Sebenarnya ia pengasuh ibuku di kampungnya dulu. Suaminya penjaga sekolah di tempat Kakek mengajar. Mak Onah sedikit lebih tua dari nenekku, karena itu Ibu memanggilnya 'Uwak.' Ia mengasuh Ibu dan adik-adiknya. Tetapi Ibulah yang paling dekat dengannya.
Ketika aku lahir, ia ikut keluarga kami selama beberapa tahun. Lalu karena Ayah sering berpindah tugas dan kami jadi sering berpindah rumah, Ibu meminta Mak Onah pulang kampung. Ia sudah terlalu tua dan lelah ikut kami berpindah-pindah.
Dari Mak Onah, aku tahu ulah masa kecilku. Ingatannya tajam, tidak seperti orang berusia lanjut. Setiap lebaran saat kami bertemu, kami punya waktu berdua untuk bernostalgia. Tak banyak yang bisa kuingat karena waktu itu aku masih kecil, tapi ia membantuku mengingatnya.
Aku punya boneka cina yang kunamai Chun Chun. Aku punya anak anjing bernama Tesi. Aku suka menari di halaman dengan bunga sakura di rambutku. Dan Ibu mengeluh, karena bunga sakura kesayangannya selalu kupetik setiap hari. Mak Onah juga tahu kata pertamaku saat baru bisa bicara dan bagaimana kenakalanku pada adik baruku.
"Mak Onah meninggalkan kalian di kamar untuk mengangkat jemuran sebentar. Waktu Mak kembali, kamu sedang mencoret-coret muka adikmu dengan lipstik Ibu. Kamu bilang supaya adikmu cantik seperti Ibu. Mak bilang adikmu laki-laki, eh kamu menangis minta adik perempuan.
Kamu senang sekali memaksa Mak jalan-jalan ke sungai kecil dekat pasar, Neng. Kamu berdiri di pinggir jembatan. Katanya mau melihat buaya. Susah sekali mengajakmu pulang.
Lalu kamu mulai sakit-sakitan karena alergi udara dingin. Tapi Mak sudah pulang kampung waktu itu. Mak nggak bisa tidur ingat kalian. Lega hati Mak waktu kalian pindah ke Bogor yang udaranya lebih hangat. Kamu nggak pernah sakit lagi."
Mak Onah selalu mengkhawatirkan kesehatanku, meskipun setelah aku beranjak besar alergiku sembuh dengan sendirinya. Ia tak menghiraukan kesehatannya sendiri, padahal penyakit jantung melemahkan fisiknya hari demi hari.
Ia meninggal bertahun-tahun yang lalu. Meninggalkan jejak kenangan masa kecil yang indah bagi aku dan saudara-saudaraku. Baru kemarin aku menziarahi makamnya. Lalu kutulis ini untuknya. Untuk mengenang dirinya, salah seorang perempuan yang telah membentukku menjadi seperti sekarang.
Dan sebagai cara mengungkapkan terima kasih, hormat dan sayangku kepadanya.
................
Buat jaga-jaga siapa tau aku nggak OL seminggu, skalian mau ngucapin Selamat Natal buat teman-teman yang merayakan. God bless you all!
HohohoHanya memberi, tak harap kembali
bagai sang surya, menyinari dunia
Bukan ia yang menyanyi, tapi aku. Si gadis kecil berumur 4 tahun dengan rambut lurus pendek seperti anak lelaki. Ia cuma perempuan kampung biasa, berkain sarung dan kebaya, dengan rambut disanggul cepol asal-asalan. Jangankan menyanyi, membaca pun ia tak bisa.
Setiap sore aku duduk di pangkuannya. Dengan sebuah buku cerita bergambar terbuka lebar. Lalu aku akan memintanya mendengarkan dongeng yang kukarang sendiri dengan melihat gambar-gambar di buku itu. Karena waktu itu aku belum bisa membaca.
Kata Ibu, gayaku dulu sungguh bossy. Aku tidak peduli ia sedang melakukan apa, kalau aku ingin bermain ia harus bersedia. Aku akan menuntunnya ke kursi dan memanjat ke pangkuannya. Kusandarkan kepalaku ke dadanya dan mulai menyanyi atau berceloteh. Kadang-kadang ia tertidur, dan aku ribut membangunkannya.
"Mak, bangun! Aku mau cerita! Dengarkan, aku mau cerita! Aku mau cerita!" Teriakku sambil mencungkil-cungkil kelopak matanya supaya terbuka. Ia membuka matanya dan aku kembali mendongeng. "Puteri Salju dicium Pangeran. Ini nih puterinya. Cantik ya Mak?"
Setelah aku besar dan bertemu dengannya, ia senang mengulang kisah masa kecilku dalam asuhannya. Ia terkekeh-kekeh sambil memelukku. "Anak manis yang bandel," gumamnya. "Dulu galak sekali. Si Ati, pembantu ibumu tidak boleh memanggil 'ibu'. Kamu bilang: itu ibuku, bukan ibunya bi Ati. Kasian si Ati."
Aku memanggilnya Mak Onah. Sebenarnya ia pengasuh ibuku di kampungnya dulu. Suaminya penjaga sekolah di tempat Kakek mengajar. Mak Onah sedikit lebih tua dari nenekku, karena itu Ibu memanggilnya 'Uwak.' Ia mengasuh Ibu dan adik-adiknya. Tetapi Ibulah yang paling dekat dengannya.
Ketika aku lahir, ia ikut keluarga kami selama beberapa tahun. Lalu karena Ayah sering berpindah tugas dan kami jadi sering berpindah rumah, Ibu meminta Mak Onah pulang kampung. Ia sudah terlalu tua dan lelah ikut kami berpindah-pindah.
Dari Mak Onah, aku tahu ulah masa kecilku. Ingatannya tajam, tidak seperti orang berusia lanjut. Setiap lebaran saat kami bertemu, kami punya waktu berdua untuk bernostalgia. Tak banyak yang bisa kuingat karena waktu itu aku masih kecil, tapi ia membantuku mengingatnya.
Aku punya boneka cina yang kunamai Chun Chun. Aku punya anak anjing bernama Tesi. Aku suka menari di halaman dengan bunga sakura di rambutku. Dan Ibu mengeluh, karena bunga sakura kesayangannya selalu kupetik setiap hari. Mak Onah juga tahu kata pertamaku saat baru bisa bicara dan bagaimana kenakalanku pada adik baruku.
"Mak Onah meninggalkan kalian di kamar untuk mengangkat jemuran sebentar. Waktu Mak kembali, kamu sedang mencoret-coret muka adikmu dengan lipstik Ibu. Kamu bilang supaya adikmu cantik seperti Ibu. Mak bilang adikmu laki-laki, eh kamu menangis minta adik perempuan.
Kamu senang sekali memaksa Mak jalan-jalan ke sungai kecil dekat pasar, Neng. Kamu berdiri di pinggir jembatan. Katanya mau melihat buaya. Susah sekali mengajakmu pulang.
Lalu kamu mulai sakit-sakitan karena alergi udara dingin. Tapi Mak sudah pulang kampung waktu itu. Mak nggak bisa tidur ingat kalian. Lega hati Mak waktu kalian pindah ke Bogor yang udaranya lebih hangat. Kamu nggak pernah sakit lagi."
Mak Onah selalu mengkhawatirkan kesehatanku, meskipun setelah aku beranjak besar alergiku sembuh dengan sendirinya. Ia tak menghiraukan kesehatannya sendiri, padahal penyakit jantung melemahkan fisiknya hari demi hari.
Ia meninggal bertahun-tahun yang lalu. Meninggalkan jejak kenangan masa kecil yang indah bagi aku dan saudara-saudaraku. Baru kemarin aku menziarahi makamnya. Lalu kutulis ini untuknya. Untuk mengenang dirinya, salah seorang perempuan yang telah membentukku menjadi seperti sekarang.
Dan sebagai cara mengungkapkan terima kasih, hormat dan sayangku kepadanya.
................
Buat jaga-jaga siapa tau aku nggak OL seminggu, skalian mau ngucapin Selamat Natal buat teman-teman yang merayakan. God bless you all!
9 comments:
Selamat hari Ibu ya Enno,
Selamat liburan Natal dan Tahun baru juga....
in loving memoriam 'Mak Onah', semoga mendapatkan tempat yang pantas di sisi-Nya..
happy mothers day, mbak enno..
selamet hari ibu...
selamet liburan juga
Smoga Mak Onah dibuatkan rumah yang indah di surga, Amien.
BTW, kata Ucup, kamu lagi sibuk luluran yak?
:P
aih mba Enno, rasanya seperti melihat masa depan aku dengan seseorang. Emak. pengasuhku yang sudah dari sebelum aku lahir hadir di rumah aku, sampai sekarang.
bagaimana aku memaksa dia untuk selalu menuruti semua keinginanku. sedih bayanginnya.
Happy mothers day yah Mba, dan met liburan jugaaa!
selamat hari ibu, hari natal dan tahun baru (komentar mborong karena udah lama nggak mampir) :)
@elsa: sama2 elsa... enjoy liburannya ya :)
@pohonku: amin... makasih (sambil mikir, emang aku udah ibu2?) hehehe
@azhar: met liburan juga :)
@sari: amin. hehehe iya neh, bikin gara2 aja tu anak! :P
@apis: baik2lah sama emaknya kalo gitu ya... dia sama berjasanya spt ibumu... met liburan juga lebah nakal! :)
@henny: haha iya met liburan juga... silakan memborong... :P
aah ceritanya menyentuh :)
makasih owly... :)
Post a Comment