Setahun dan Selamanya

Mereka memprotesku, darling. Karena setahun berlalu sejak kita membangun pondok dan mengisinya dengan musim semi, tetapi aku tak menulis sepatah katapun untuk merayakannya.

Semua e-mail dan pesan pendek itu, ya ampun, betapa cerewetnya mereka! Kadang-kadang aku berpikir mereka ikut jatuh cinta padamu, dan membuatku jadi pemeran antagonis di sini.

Tentu saja aku tidak lupa. Aku sudah memasang alarm di ponselku dan memasang widget penghitung otomatis di blog ini. Bagaimana bisa kulupakan hari-hari awal yang konyol itu, Ketika adikku menarik-narik tanganku agar mau berkenalan denganmu dan kamu tiba-tiba saja sudah muncul mengucap halo.

Aku tidak lupa, hanya terlewat saja. Karena aku sibuk di rumah Ibu dan kamu juga sibuk hilir mudik seperti biasa.

"Kemarin pacarmu nanyain kau, Mok."
"Apa katanya?"
"Dia tanya kau dimana dan keadaanmu gimana. Kubilang kau masih ngurus omak yang sakit. Lalu tau-tau dia berangkat ke Jepang."
"Ngapain?"
"Entah. Aneh kali pacarmu itu memang."
"Jemput Maria Ozawa mungkin."
"Hahaha gila kau!"

Sudah setahun lebih dua minggu. Dan aku masih saja tersenyum geli kala teringat seorang laki-laki yang mengaku tak bisa tidur karena rindu dan cemburu ketika kutinggal mudik lebaran tahun lalu.

Dimana laki-laki itu sekarang, darling? Ia sedang apa? Masihkah ia bertingkah seperti itu saat jauh dariku?

Setahun yang lalu.
Saat kamu dan Denny berlibur di Danau Toba, dan aku berlebaran di rumah Ibu.

"Den, gimana liburan kalian?"
"Wah, kami mancing! Asyik banget! Coba kau ada di sini!"
"Kenzo apa kabarnya?"
"Dia? Di sini kerjanya makan, tidur, makan, tidur. Macam orang kehilangan pegangan. Kangen kau kayaknya. Tanya-tanya terus ke aku tentang kau. Hahaha..."

Beberapa hari kemudian.

"Kau dimana Den?"
"Kami sudah di Medan. Ini lagi di mess."
"Sudah puas rupanya mancingnya?"
"Sudah dong. Eh, kau nggak nanya kabar bossku?"
"Memangnya dia sedang apa?"
"Tadi dia bikin teh. Terus kayaknya ketiduran, soalnya mukanya ditutupin majalah. Mau kubangunkan?"
"Eh, jangan! Kasian, pasti dia capek."

Lalu pengakuanmu itu.

"Saya kangen kamu, Enno. Teleponmu tak bisa dijangkau. Kamu bikin saya nggak bisa tidur. Saya takut kamu menelepon orang lain."

Aku membayangkanmu tertidur pulas seperti anak kecil yang kelelahan dan puas bermain. Kamu yang habis mengeluh kangen padaku dan cemburu.

Aku tak tahu sejak kapan aku jatuh cinta padamu. Tapi kurasa sejak saat itu.

Selamat setahunan, sayangku.

If you stay
I don't need heaven..