Monday, February 6, 2012

[Old Story] When We Two Parted

29.10.07

“Aku kepingin menghilang.…”
“Jangan begitu. Aku nggak tahan kalo kamu sedih begini.”
“Terus aku harus gimana….”
“Kamu harus melanjutkan hidupmu…”
“Nggak mungkin.”
“Tolong jangan begitu.”
“Kenapa cuma aku yang sedih? Kenapa kamu tenang-tenang begitu seolah-olah ini bukan apa-apa?”
“Aku kan gak bisa seperti kamu. Masa aku harus nangis di sini, di bandara…”
Dia menghela napas berat. Menunduk.
“Maaf… Aku tahu kamu juga sedih…”
“Maafin aku ya?”
“Kenapa?”
“Karena aku nggak bisa membahagiakan kamu. Aku terpaksa menyerahkan tanggung jawab itu pada laki-laki lain.”
“Sudahlah.”
“Maafin aku ya…”
“Sudahlah. Jangan minta maaf. Nanti aku jadi bete.”
“.......”
“Nanti aku tunggu di anjungan pengantar sampai kamu berangkat ya.”
“Nggak usah. Kamu pulang saja ya, aku juga harus boarding bentar lagi.”
“Nggak. Aku mau lihat kamu sampai take off.”
“Kalo gitu aku masuk saja ya. Ini sudah setengah jam lagi berangkat.”
“Ya.”
“Sampai ketemu lagi ya. Jaga diri baik-baik. Janji?”
“Ya.”
“Jangan nangis.”
“Ya.”
“Tolong jangan nangis.”

Dengan susah payah saya mengangguk sambil menahan air mata yang nyaris mengalir.
Dia masuk ke tengah antrian calon penumpang yang hendak boarding. Tersenyum. Mengetuk pelan jidat saya dengan jarinya, sebuah kebiasaan yang dilakukannya setiap mau pergi. Lalu mengangsurkan tiketnya dan berjalan ke arah pintu masuk.

Dua kali dia menoleh ke arah saya yang berdiri bersandar di luar antrian, sebelum menghilang di balik pintu kaca Terminal 1.

.......................................


01.11.07

-When We Two Parted, by Lord Byron (1788 - 1824)-

When we two parted
In silence and tears,
Half broken-hearted
To sever the years,
Pale grew thy cheek and cold,
Colder, thy kiss;
Truly that hour foretold
Sorrow to this.

The dew of the morning
Sunk, chill on my brow,
It felt like the warning
Of what I feel now.
Thy vows are all broken,
And light is thy fame;
I hear thy name spoken,
And share in its shame.

They name thee before me,
A knell to mine ear;
A shudder comes o'er me...
Why wert thou so dear?
They know not I knew thee,
Who knew thee too well..
Long, long shall I rue thee,
Too deeply to tell.

In secret we met
In silence I grieve
That thy heart could forget,
Thy spirit deceive.
If I should meet thee
After long years,
How should I greet thee?
With silence and tears.


(Old post, 2007)
_______________________

Kadang-kadang saya merasa masih ada sedikit cinta untuknya, jauh di hati terdalam...


pict from here


Image and video hosting by TinyPic

9 comments:

fika said...

kalau bisa disamain sama cerita harry potter ya mba ini kayak pensieve melihat lagi kenangan yg dulu tertanam di ingatan...hehe

Rona Nauli said...

sayah setujuh ama komen mbak fika di atas. ganti labelnya jadi pensieve aja, No :D

eh, btw...hari ini nimbang berapa kwintal? :p

Suci Mine said...

mungkin karena pisahnya baik-baik jadi mbak masih memikirkan orang itu...

jadi mikir juga, gimana yah reaksi dia saat mengingat kenangan ini lagi?

Enno said...

@fika: waduuh asik! disamain sama novel favoritku hahaha...

@rona: iya ya? tp kalo labelnya pensieve kesannya jd ababil gak? wkwkwk... hr ini dpt 1 ton! :P

@mine: dia sih bkn tipe mudah galau kyk aku, soalnya org lapangan... :)

Dannesya said...

“Aku kepingin menghilang.…”
“Jangan begitu. Aku nggak tahan kalo kamu sedih begini.”
“Terus aku harus gimana….”
"bunuh diri aja. nih, pisau!"
"asik" :D

Gloria Putri said...

wahhhh......xiixiixi........mba enno ternyata jg tipe mudah galau...hahahahaha #kibas-poni

Enno said...

@annesya: mana? mana? lho ini sih cutter! wkwkwk

@glo: yah gimana ya... ketularan kamu nih! weks! :))

Dannesya said...

*yang kusodorin hatiku* akan kubunuh kau dengan ini. kutenggelamkan kau dalam lautan cintaku! moahahahaha

Enno said...

cih! aku suka hati yg dibumbu rendang! wkwkwk

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...