Setiap kali melihat seseorang sibuk bekerja di depan laptopnya di tempat publik, entah itu kafe, taman, atau perpustakaan umum, saya kagum. Soalnya, saya hanya bisa menulis dalam suasana sepi. Saya menulis di kamar, dengan pintu tertutup dan tanpa suara.
Namun, ada waktu di mana otak saya mendadak mampet karena adegan yang sulit, atau dialog yang nggak kunjung pas. Barulah saya berhenti sejenak dan memutar lagu. Ada sejumlah lagu dalam playlist ‘Kram Otak’ di laptop saya, yang bertahun-tahun tidak pernah saya ganti. Isinya juga cuma 10 lagu.
Playlist ini sudah jadi playlist kebangsaan sejak saya masih jadi jurnalis majalah. Menemani saya mengedit tulisan para reporter, menulis beragam artikel berita, dan melewati deadline yang terkadang sampai pagi.
Lalu, mari kita sebut satu lagu andalan dari semuanya itu. Yang judulnya “HOW TO SAVE A LIFE”, dinyanyikan grup musik The Fray. Lagu ini adalah lagu yang menemani saya di masa-masa terendah dalam hidup saya. Menjadi pagar ketika pikiran-pikiran buruk berdatangan. Bagi saya, lirik lagu ini seperti rintihan penyesalan seorang sahabat atau saudara terdekat yang menyesali kematian orang yang disayanginya karena drugs atau bunuh diri.
Terus nih, tiba-tiba saya jadi kepo dong, sama playlist dua sohib saya yang juga penulis. Devania Annesya dan Helga Rif, saya colek di chat room untuk ditanya-tanya (maklum ya, mantan jurnalis). Dua-duanya penulis novel yang produktif. Karya-karya mereka malah lebih banyak dari saya. Huwow!
Ternyata Helga sama lho, dengan saya. Helga cuma punya satu playlist yang lagunya nggak pernah diganti-ganti. Sesekali bertambah kalau ada lagu baru yang enak, tapi yang jelas isi playlist lama nggak akan disingkirkan. Kata Helga, menulis sambil mendengarkan lagu-lagu yang sudah dia tahu dan hapal itu bikin nyaman.
Tahu nggak, isi playlist tetapnya itu lagu-lagunya Keris Patih semua. Pokoknya, kata Helga, lagu-lagu di playlist-nya mellow semua, yang bikin dia terhanyut waktu menulis.
Jadi, berlawanan sama saya―yang lebih suka senyap, mendengarkan lagu sambil nulis itu buat dia penting dan membantunya supaya fokus. Lagu favorit Helga di playlist-nya itu yang judulnya “DAN TERNYATA”. Ada yang tahu juga lagu ini? Saya lupa. Nanti cari di Youtube, ah. Hehe.
Nah, Anes modelnya beda lagi. Dia nggak punya playlist permanen kayak saya dan Helga. Untuk setiap novel yang sedang dia tulis, dia bikin playlist sesuai tema novelnya. Satu playlist isinya bisa sampai 25 lagu. Ckckck. Rajin banget ni anak.
Dia bilang gini, “Untuk tema pelakor, lagunya juga tentang pelakor.” Dan, saya kebayang muka dia yang lagi riweuh memilih puluhan lagu tentang pelakor. Hahahahahaha.
By the way, saya kadang-kadang juga bikin playlist sesuai tema novel yang lagi ditulis, sih. Ya, tetep aja nggak terlalu banyak berguna karena nulisnya harus sepi. Didengarnya kalau mau tidur biasanya, untuk jaga mood aja.
Kalau buat Anes, bikin playlist untuk setiap novel itu penting. Berguna untuk semacam backsound adegan. Hmm. Backsound adegan saya hanyalah kehampaan semata, guys.
Oh iya, dari puluhan lagu yang jadi playlist-nya, tetep dong Jeng Nenes punya lagu favorit. Itu adalah lagunya Coldplay, “FIX YOU”. Alasannya, mirip sama alasan saya suka lagu How to Save A Life. Liriknya itu kayak seseorang yang lagi memberi semangat untuk orang-orang yang sedang ada di titik terendah hidupnya. Lagu favorit ini nggak selalu masuk ke playlist novel kalau nggak cocok sama tema.
Baiklah. Sampai pada kesimpulan, guys. Jadi, seberapa penting playlist buat penulis? Kalau buat saya dan dua teman saya ini sih lumayan penting, ya. Bahkan untuk saya yang lebih suka menulis dalam sepi, penting juga kok.
Setahu saya, beberapa teman penulis yang lain juga ada yang suka bikin playlist buat nulis, atau punya playlist andalan yang permanen. Eh, para editor juga punya kok. Itu kemarin, Pemred KataDepan, Gita Romadhona, tiba-tiba pengin sharing playlist-nya juga katanya. Hihihi.
Semoga postingan saya ini berfaedah ya, buat orang-orang yang pengin tahu kebiasaan seorang penulis yang sedang berkarya itu bagaimana. Ya bikin playlist untuk menulis salah satunya. Semoga bisa jadi inspirasi juga buat yang teman-teman sedang belajar menulis, bahwa mendengarkan musik juga bisa jadi obat untuk melancarkan imajinasi kamu sampai ending, lho.
Ciao!
------------------------------
Nara sumber
Devania Annesya, berdomisili di Pemalang, adalah penulis 9 novel:
Ubur-Ubur Kabur, Elipsis, Muara Rasa, X: Kenangan yang Berpulang, Queen: Ingin Sekali Aku Berkata Tidak, Maya Maia, Februari: Ecstasy, Love You More, Muse.
Helga Rif, berdomisili di Denpasar, adalah penulis 8 novel:
Gara-gara Irana jadi Arini, Menemukanmu-dalam Sebuah Kisah Cinta, Kepingan Cinta Lalu, Melepaskanmu, First Love, Di Bawah Langit yang Sama, Let Me Love You, Rahasia Duma.
Playlist tetap saya:
-How to Save A Life – The Fray
-Look After You – The Fray
-Iris – Go Go Dolls
-Run – Snow Patrol
-With You – Chris Brown
-Boulevard of Broken Dreams – Green Day
-Wake Me Up When September Ends – Green Day
-Demons – Imagine Dragon
-Here Without You – 3 Doors Down
- Apologize - One Republic
No comments:
Post a Comment