Sunday, December 14, 2008

In Memoriam Pung

Waktu itu aku memaksanya untuk pergi ke rumah sakit. Ia menolak. Aku marah dan mengatainya bodoh. "Sampai kapan kamu membiarkan dirimu dikuasai zat keparat itu, Pung? Dasar bodoh! Lawan, Pung! Lawan atau kamu akan mati!"
-----------------

Di antara gerimis sore, aku berdiri di depan makamnya di Tanah Kusir. Menangis karena akhirnya ia kalah. Heroin telah merampas hidupnya, sejak bertahun-tahun sebelum ia beristirahat di bawah sana. Pung sudah seperti mayat hidup, yang tiba-tiba berteriak seperti kesetanan setiap kali tubuhnya menagih zat keparat itu. Pung membentur-benturkan kepalanya ke dinding, berguling-guling di lantai, menangis, memohon-mohon.

"Retno, Retno, please... carikan buatku... satu gram saja. Please...."

Apakah ia tak melihat air mataku yang membanjir deras dan tubuhku yang nyeri gemetar? Apakah ia tak tahu betapa pedih rasanya melihat sahabat sendiri tengah sakaw?

"Pung, ayo! Kita ke rumah sakit sekarang juga!" Aku dan beberapa teman menggotongnya ke mobil, tak peduli ia meronta-ronta.

........

Setahun kemudian.

Pung di rumah sakit. Ia harus dirawat karena positif HIV. Tertular dari jarum suntik yang dipakai bergantian dengan sesama pecandu.
"Jangan mendekat, jangan mendekat!" Teriaknya parau padaku. "Aku tidak rela jika kamu ikut tertular virus keparat ini!"
"Penularannya tidak semudah flu, Pung."
"Tidak. Jangan. Kamu sebaiknya tidak usah datang ke sini. Nanti kamu tertular. Aku tidak akan pernah rela sampai kiamat kalau itu terjadi."

Aku berdiri bersandar di dekat pintu, dan ia terbaring di ranjang. Kurus, pucat, wajahnya cekung. Kami saling menatap, sama-sama berlinang air mata. Persahabatan kami sejak SMA melintas-lintas bagai sebuah kolase.

Aku ingin menggenggam tangannya yang dulu menggandengku menyeberang jalan, menuntunku di tengah riuh konser musik, dan memukul laki-laki manapun yang menggangguku. Tapi ia tak mau. Ia melarangku. Ia masih ingin melindungiku di saat-saat terakhirnya.

"Maaf," katanya. "Aku tidak bisa membantumu mewujudkan cita-citamu membangun rumah singgah itu..."
"Tidak apa-apa, Pung. Tidak apa-apa. Sungguh..."

Tiga bulan kemudian, sahabatku Pung meninggal dunia. Pung yang arsitek itu, tidak akan pernah lagi menggambarkan untukku berbagai bangunan yang kuinginkan.

"Ini gambar rumah untukmu," katanya suatu hari. "Atapnya bisa dibuka tutup kayak stadion. Canggih kan?" Ia tersenyum sambil terus mencoret-coret di kertas. "Aku taruh kolam renang di sini nih, supaya kamu bisa berenang setiap hari, jadi nggak gendut."
"Ah, brengsek!" Aku memukulnya pakai penggaris. Kami tertawa.
Kenangan yang manis. Sungguh aku tak tahu kalau waktu itu ia sudah menjadi pecandu.

Tiga tahun setelah Pung meninggal. James McCoy duduk di sampingku. Ia mentorku dalam anti drug training yang diselenggarakan AUSAID.
"Menurut saya kampanye anti drug dengan slogan-slogan di bilboard-bilboard pinggir jalan itu tidak efektif. Slogan-slogan seperti itu tanpa dibarengi aksi malah membuat masyarakat menjadi bosan lalu masa bodoh," ujarnya dalam bahasa Indonesia yang fasih. James sudah berkeliling ke semua negara Asia sebagai aktivis anti drug. "Harusnya semua orang menjadi kader anti narkoba untuk mengawasi penyalahgunaan narkoba di lingkungannya yang paling kecil. Sampai tingkat RT, bahkan rumah tangga."
"Jangan lupa peran media, James," sahutku. "Kamu pikir untuk apa saya ada di sini? Saat ini kebanyakan wartawan dan media memandang masalah narkoba hanya sebagai kasus kriminal. Padahal peran media sangat penting untuk membentuk opini publik, untuk meyakinkan orang agar tetap hidup bersih dari narkoba."

Dan begitu banyak Pung-Pung di luar sana yang harus disadarkan. Begitu banyak...

"Kamu benar, nona jurnalis." James menepuk bahuku. Ia tahu cerita tentang Pung.

______________


Anak lelaki berseragam putih abu-abu itu mendekati anak perempuan berseragam sama yang tampak berdiri kebingungan di tengah terminal Blok M.

"Hai, mau kemana?" Tak ada nada usil dalam suaranya, melainkan senyum ramah siap menolong.
Anak perempuan itu menoleh. "Kalau mau ke Maruya dari sini naik apa ya?"
"Di sebelah sana nunggunya. Yuk, gue tunjukin. Belum pernah ya?"
"Belum pernah pergi sendiri."
"Oh, pantas. Anak mana?" Ia melirik emblim di seragam anak perempuan itu.
"39."
"Anak Jakarta Timur ya..." Si anak lelaki tersenyum maklum. "Gue anak Bhakti."
Mereka berjalan berdampingan ke lajur lain.
"Ke Maruya mau main ya?"
"Ada perlu ke rumah saudara."
"Oh..."
Sebuah bus datang.
"Tuh mobilnya!" Tunjuk si anak lelaki.
"Oke. Makasih ya!"
"Eh, siapa tau kita ketemu lagi. Nama gue Pung!"
Anak perempuan itu menoleh di depan pintu bus. Tersenyum.
"Gue Retno!"

14 comments:

hari Lazuardi said...

iya tuh kalau pulang dari 39 anak SMA itu suka godain tentara yang jaga di pos kopasus dengan gaya pecicilannya... kekekekk...

Anonymous said...

Semoga arwah nya tenang di sana ya mb..


Buat anda2 yang lain..


ingat... Jauhi NAPZA!!!

Enno said...

@hari: jangan buka rahasia dong pak! hahaha

@ijal: amin, jal... iya ini emang agak sedikit kampanye eh penyuluhan hehe :D

Poppus said...

Pengalaman yang membuat belajar ya no. Kebayang gak lu, pengguna obat terlarang terutama narkoba suntik sekarang ini makin muda. Berada pada rentang usia 10-15 taun. Kalo mereka sudah tertular HIV di usia itu, ditambah masa inkubasi menuju aids, mereka akan mati di umur 25. Bisa dibayangkan, berapa banyak orang muda yang hidupnya menjadi tidak produktif, kemudian menularkan virus yang sama pada orang muda lainnya

aYme said...

ikut terharu mba,,,
moga shbt nya bs hdup tenang yah mba disn & dberikan tmpt yg terbaik disisi Nya aminnn,,, :)

Anonymous said...

wuih...keren amat ceritanya..beneran deh..

haahh,,narkob itu emang bisa merenggut segalanya..

Enno said...

@helan: thank u, barbara

@aYme: amien...makasih doanya ya :)

@kita: yeah, makanya jauhin aja yuk!

Enno said...

@brokoli sehat: iya pop, di radio lo skalian kampanye anti narkoba gak tuh? :)

The Bargowo said...

merinding euy

Anonymous said...

*ah enno.. bikin mata ngembeng di akhir tulisan +.+

may he rest in peace yah

Enno said...

@bowo,menoq,kk dira: merinding disko? :)

@plainami: thx dear :)

kristiyana shinta said...

*kicep kicep nahan air mata,,

aku ikut berduka mba :l

Gloria Putri said...

ihhh :'( aq jd inget tmnku :(
juga meninggal krn narkotik :(
sayang bgt kalao mereka kalah dan hanya dianggap sbg "kriminal" mba :(

bener bgt, aq skrng "pasang mata" ke adekku cowo :) masi abege kan dia....biar gag salah gaul :)
nice share mba

Enno said...

@shinta: cup cup... makasih ya :)

@glo: nah iya tuh... jaga adiknya baik2 ya glo... tp biasanya klo aktif jd atlet jarang mau pake begituan... soalnya sayang sm prestasi :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...