Hai!
Get Lost Journey Part 3, ditunda dulu ya. Saya lagi mau cerita tentang perkembangan draft.
Ini hari kelima saya mangkal di sofa ruang tamu.
Draft Project Dawn saya sudah selesai diperiksa editor, dan dikembalikan dengan beberapa catatan untuk revisi.
Revisi, sodara-sodari!
Baru kali ini saya diminta merevisi draft. Soalnya biasanya storyline saya sederhana, jadi plotnya nggak aneh-aneh. Nah, draft kali ini memang agak complicated.
Bukannya saya tidak senang.
Senang, tahu!
Apa lagi waktu tahu yang mengedit kali ini bukan cuma Iwied, tapi juga Gita. Dua-duanya adalah orang-orang yang gaya tulisannya saya sukai sejak pertama kali kami bertemu di dunia maya sebagai blogger.
Boleh dong bangga, bahwa draft saya kali ini 'diurusi' teman-teman bermain kata yang sudah lama saya kenal. Semoga hasilnya nanti lebih memuaskan dari novel-novel saya sebelumnya.
Dan revisinya?
Hahahahahahaha... fyuh!
Mereka memang teliti banget ye. Rasa bangga dan senang saya bercampur dengan kepanikan. Soalnya, hasil diskusi menghasilkan keputusan untuk memundurkan setting waktu ke masa 25 tahun yang lalu.
Duh, tolong.
Saya kan belum lahir! *kibas poni*
Hihihihi.
Jadilah, alih-alih menulis, kemarin saya menggalau cari lokasi baru. Mana bukan di Jakarta pulak. Kalau Jakarta sih saya nggak akan galau. Wong saya orang situ.
Ini settingnya di Surabaya, kakak. Meneketehe Surabaya 25 tahun lalu kayak apa. Saya akhirnya sibuk chatting sana-sini dengan teman-teman asli Surabaya untuk menggali informasi set lokasi.
Dapat.
Malah bukan dari orang Surabaya asli, tapi dari teman penulis asal Situbondo, Helga Rif. Hahahaha.
Jadi, saya cerita di BBM lagi cari lokasi di Surabaya yang sudah ada sejak 25 tahun lalu.
Tiba-tiba dia nyerocos aja tentang sebuah taman bermain tempat dia dulu liburan waktu masih kecil-dari Situbondo ke Surabaya.
Nggak nyangka, teman saya yang penulis-atlet penembak-peragawati-pengajar ini dulunya bolang. Bocah petualang.
Saya suka tempat yang dia ceritakan itu. It's such a romantic place untuk.ukuran akhir tahun 80-an. Saya harus riset lagi tentu saja.
Inilah bagian dari menulis yang paling krusial menurut saya.
Riset itu penting. Berkaitan dengan plot, karakter, adegan, dialog, gaya hidup, dan logika.
Menulis tanpa riset, sekecil apapun adalah nonsense.
Kemudian, sekarang muncul kegalauan baru. Alih-alih mencari data di internet, saya kepengin datang sendiri ke tempat itu untuk riset. Tapi waktunya mepet sekali.
Duh, bingung.
Ya sudahlah. Sementara ini, saya usahakan riset literatur dan wawancara.
Saya sedang bersemangat sekali sejak revisi dimulai. Karena revisi artinya draft ini sedang dalam proses penerbitan.
Ah, senang!
Thanks Iwied, Gita, Helga.
Mari tenggelam lagi di lautan kata! ^^
- Enno -
3 comments:
Semenjak terbit buku pertama, Mbak Enno semakin melejit aja project menulisnya. Gak terasa udah buku ke empat aja.
Salun buat mbak Enno yang masih konsisten menulis. Ah, jadi pengen ikut tenggelam lagi di lautan kata :)
Congrats ya dan tetap semangat!
YA AMPUUUUNN... UDAH LAMA KALI AKU GAK KESINIIIII
*kepencet kepslok :))))))
Youwisah ditunggu yang ketiga :D
Post a Comment