Tantri yang akan menjemput saya, belum tiba. Maka saya menghangatkan badan dulu dengan semangkok soto ayam dan segelas teh manis.
Ketika akhirnya Tantri datang dan saya duduk manis di boncengan motornya, hujan turun dengan sangat deras gila-gilaan. Damn! Meskipun saya sudah memakai mountaineering coat saya yang waterproof plus ditambah jas hujan dari Tantri, tetap saja saya basah kuyup.
Dari Terminal Bungurasih menuju rumah Tantri di kota Sidoarjo, saya sudah mirip kucing kecebur sumur. Hahaha.
Alhasil, begitu sampai di rumah Tantri, tempat saya akan menginap, semua baju di ransel saya basah!
Oh tidaaaak! *ceritanya histeris* :))
Padahal, ranselnya sudah pakai rain cover lho. Tetap saja, baju-baju paling bawah kena rembesan air. Padahal, malam itu rencananya saya dan Tantri akan mencari Samsung Service Center untuk memperbaiki hape saya yang mendadak sering restart sendiri.
Akhirnya malam itu, pakaian saya 'nggak genah' alias nggak jelas. Saya pakai celana tidur saya yang modelnya alibaba warna biru kembang-kembang, kaos lengan pendek warna oranye (satu-satunya yang secara ajaib selamat dari kebanjiran lokal dalam ransel) dan cardigan hitam lengan kalong (yang entah kenapa saya bawa bekpekingan-am I nuts?). Belum cukup konyol, saudara-saudara... sepatu converse saya basah kuyup, jadi saya meminjam sandal jepit Tantri.
Nah, dengan busana 'sekeren' itulah saya pergi ke mall untuk nyamperin Samsung Service Center. Diliatin orang? Iya sih, kayaknya, Untungnya malam. Jadi diriku masih bisa sembunyi di balik bayang-bayang pilar, eskalator dan etalase-etalase gitu deh. Hahaha.
Sudah bela-belain kayak gitu pun, tetep nggak beruntung. Service Centernya sudah keburu tutup. Huks!
Hotel Majapahit
Esoknya, setelah akhirnya berhasil membetulkan hape saya, si Mimin yang rewel (ternyata baterenya gembung), kami cus ke Hotel Majapahit untuk ikut tur siang yang namanya Afternoon Tea Tour. Kita bayar 75 ribu per orang dan akan dipandu seorang pegawai hotel berkeliling hotel, diperlihatkan lokasi-lokasi bersejarahnya dan diceritakan riwayatnya. Seperti semua orang yang pernah belajar sejarah ketahui, Hotel Majapahit dulunya bernama Hotel Yamato, yang terkenal dengan peristiwa perobekan bendera belanda di atapnya, 18 September 1945.
Di Hotel Majapahit ini, karena setelah parkir motor, kami masuk melalui pintu bagian belakang, yang tepat menghadap tempat parkir. Karena tidak ada yang menjaga, kami leluasa nyelonong ke selasar dalam, dan sempat kelayapan sendiri tanpa dicurigai. Saya sebetulnya agak bingung dengan longgarnya penjagaan di hotel ini. Kalau ke hotel-hotel di Jakarta, ribetnya minta ampun. Setiap tamu yang penampilannya nggak representatif diliatin udah macam terindikasi terorisme. Fyuh!
Jadi, pokoknya kami bisa keluyuran dari koridor ke koridor. Dan sepertinya, kalau mau, kami bisa leluasa juga naik ke selasar atas, dekat tiang bendera yang bersejarah itu. Mungkin, lolosnya kami karena faktor hotel itu sedang banyak tamu anak muda sih...
Ceritanya, hari itu, sebuah perusahaan rokok sedang mengundang pelajar dan mahasiswa yang mereka beri beasiswa.Mereka berlalu lalang, bergerombol dengan pakaian kasual yang sama dengan kami. Bedanya, mereka menggeret koper, mencari kamar masing-masing. Saya juga menggeret sih... menggeret Tantri, Hehehe.
Saya rasa, kecil kemungkinan kami ditegur sekuriti. Bukan karena tidak ada sekuriti di hotel itu, atau karena tampang kami begitu awet mudanya sehingga menyerupai anak-anak pelajar dan mahasiswa-para penerima beasiswa. Bukaaaan. Eh, awet mudanya sih iya dikit. Dikit doang.
Tetapiii... kalau tidak ikut tur resmi, kami tidak akan bisa melihat-lihat isi kamar hotel, yang sangat keren. Saya tahu itu keren, karena saya pernah ikut tur sendirian setahun lalu di hotel ini.
Waktu itu, dalam Periode Kegelapan (ceile), jadi saya tidak terlalu intens untuk menikmati keindahan arsitektur hotel ini. Boro-boro meresapi sejarah, datang ke hotel itu pakaian saya 'ngasal' banget. Saya pakai rok terusan coklat moka, celana pensil hitam, kardigan coklat tanah, dan jilbab segiempat kotak-kotak hijau. Pakai sepatu converse abu-abu, dan menyampirkan tas hitam lusuh kesayangan yang dibeli dari gaji pertama, zaman dahulu kala. Berjalan kaki sepanjang Jalan Tunjungan sambil mengayun-ayunkan tas, sampai (saya masih ingat) seorang cowok ganteng yang berpapasan dengan saya di trotoar, menatap dari atas ke bawah dengan kening berkerut.Wakakakak.
Dipikir-pikir, gue ternyata lumayan sering pake gaya baju ngasal deh :))
Nah, akhirnya kamu daftar tur yang diadakan hotel Majapahit untuk wisatawan yang ingin napak tilas kejadian bersejarah di sana. Namanya Afternoon Tea Tur. Diadakan dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore. Setiap orang dikenai biaya Rp 75 ribu ++. Itu sudah termasuk hidangan minum teh ala Eropa, yakni teh dan kue.
Mbak petugas hotel yang ditugasi menjadi guide kami orangnya sangat pengertian deh. Ih seneng gue! Dia ngebolehin kami motret isi kamar-kamar yang kami masuki. Waktu kunjungan saya yang pertama, guidenya melarang memotret isi kamar. Mungkin juga aturannya sudah berubah, atau mungkin mbak guide yang ini di dunia luar hotel sana sejenis dengan kami yang suka narsis. Soalnya, dia malah yang menawarkan diri memotret kami untuk berpose di mana-mana. Saya jadi punya banyak foto berdua dengan Tantri hihihi...
Yang paling berkesan dalam kunjungan ke Hotel Majapahit tentu saja kamar-kamarnya. Tiang benderanya yang bersejarah nggak bisa didekati sih, karena sudah rapuh bagian atapnya. Pengunjung cuma boleh memandang dari kejauhan di rooftop seberangnya.
Ada dua kamar yang kami masuki. Pertama, Merdeka Room yang dulunya dijadikan markas oleh sekelompok Belanda durjana yang nekat memasang bendera mereka di atap Hotel Majapahit waktu masih bernama Hotel Yamato. Kamarnya paling pojok di koridor itu. Perabotannya bagus. Dan kamar ini dulunya punya pintu keluar lain, selain pintu di depan koridor. Pintu itulah yang dipakai para Belanda itu melarikan diri saat ratusan pemuda Surabaya yang marah menyerbu hotel.
Kamar berikutnya adalah, president suite yang dulunya adalah paviliun tempat tinggal Meneer Sarkies, pendiri hotel Majapahit. Soal sejarah pendirian hotel, silakan browsing sendiri aja ya. Banyak sumbernya di Google hehe...
Pokoknya, bangunan President Suite ini terpisah sendiri, berada di tengah-tengah deretan kamar-kamar yang ada. Mempunya dua lantai, yang ketika kita berada di dalamnya, berasa seperti berada di sebuah rumah mewah-bukan di dalam bangunan hotel.
Kata Mbak Guide, setiap Miss Universe nginap di President Suite ini saat datang ke Indonesia. Dia tinggal di situ sendirian. Dan saya melongo.
"Enak banget!" Gerutu saya, yang kemudian berubah pikiran seketika mengingat sungguh tak ada enaknya tinggal di paviliun sebesar itu sendirian. "Dia ngapain ya di kamar dua lantai segede gini? Gelutukan sendirian. Kasian. Pasti iseng banget tuh."
Si Mbak Guide menatap saya dengan sorot mata sudahlah-mbak-yang-gitu-aja-kok-dipikirin.
Iya deeeh :))
Sayangnya, tur saya yang kedua itu nggak menyeluruh seperti tur saya yang pertama. Dulu meskipun nggak boleh motret di dalam kamar, guide-nya mengajak saya benar-benar melihat keseluruhan hotel. Semua restoran yang ada di hotel itu, ruang pertemuan dan ruang rapat yang boleh disewa, balkon kecil yang menghadap ke jalan (sepertinya bekas pos pengamatan). Tur yang kedua hanya menjelajahi kamar-kamar dan bagian atap saja.
Tur berakhir dengan sajian teh manis dan apple strudle, sejenis pie dengan selai apel ala Belanda.
Habis itu, kami masuk lagi ke koridor bagian dalam hotel, karena memang harus lewat sana lagi kalau menuju tempat parkir. Kami masih foto-foto lagi lho hahaha... dan tetep nggak ketauan sekuriti juga. Soalnya anak-anak beasiswa itu masih berkeliaran di penjuru hotel.
*Pasang wajah unyu ala abege*
Hahahaha
Sayangnya, tur saya yang kedua itu nggak menyeluruh seperti tur saya yang pertama. Dulu meskipun nggak boleh motret di dalam kamar, guide-nya mengajak saya benar-benar melihat keseluruhan hotel. Semua restoran yang ada di hotel itu, ruang pertemuan dan ruang rapat yang boleh disewa, balkon kecil yang menghadap ke jalan (sepertinya bekas pos pengamatan). Tur yang kedua hanya menjelajahi kamar-kamar dan bagian atap saja.
Tur berakhir dengan sajian teh manis dan apple strudle, sejenis pie dengan selai apel ala Belanda.
Habis itu, kami masuk lagi ke koridor bagian dalam hotel, karena memang harus lewat sana lagi kalau menuju tempat parkir. Kami masih foto-foto lagi lho hahaha... dan tetep nggak ketauan sekuriti juga. Soalnya anak-anak beasiswa itu masih berkeliaran di penjuru hotel.
*Pasang wajah unyu ala abege*
Hahahaha
PS:
Oh iya.. ghost story di next post yaaa.
Buat yang nanya-nanya ada penampakan nggak di Majapahit.. ada laaah. Namanya juga bangunan kuno. Tapi nggak ada komunikasi ya.
Buat yang nanya-nanya ada penampakan nggak di Majapahit.. ada laaah. Namanya juga bangunan kuno. Tapi nggak ada komunikasi ya.
Mereka cuma menatap saya dengan tatapan datar ala zombi, yang mengingatkan saya pada mimik Annesya kalau lagi foto iseng ala hantu.
Mirip Nes! Hahahaha...
Mirip Nes! Hahahaha...
Ruang duduk ini di masa kejayaannya adalah lobby dan bagian resepsionis |
View from South Garden |
Tiang bendera yang bersejarah itu. Menatap ini sambil terharu hiks. Merdeka! |
2 comments:
Baguss bgts ya mbak enno. Kebetulan aku blm beruntung utk mengunjungi hotel ini pdhl sering dpt und acara disini tp selalu gs bs dtg.
-ika-
Yaah Ika... hotelnya keren lho... buat foto2 hehehe
Post a Comment