Thursday, January 24, 2013

My Life, My Rules, My Random Thoughts

Bermula dari 'interogasi' seorang anggota keluarga besar, tentang rencana-rencana traveling saya, yang dibocorkan kakak saya si mulut besar, sebelum waktunya.

Muncul pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya merasa balik lagi ke umur 15 tahun. Pertanyaan model: Pergi kapan? Sama siapa? Berapa orang? Nginap di mana? Ngapain aja? Dalam rangka apa? Pulang kapan? Mimik si penanya tanpa senyum. Serius habis. Membuat saya merasa seperti anak SMP yang sedang berusaha untuk diizinkan jalan-jalan dengan teman-teman.
Padahal, siapa juga yang minta izin? *sigh*

Saya hampir saja menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lagi: 'Menurutmu?'
Tapi, saya masih takut kena kualat laaah...

Pertanyaan itu lantas berlanjut dengan: Jadi sekarang punya pacar baru, ya? Saya jawab 'iya.' Dan seperti sudah saya duga sebelumnya tentu saja, muncullah kata-kata: "Kamu sudah bukan lagi waktunya pacaran! Cepat menikah!"
Hiyaaa!!! Cetar membahana, sodara-sodara! Hahaha... 

Kenapa ya, orang-orang ini? Maksud saya, orang-orang yang jalan pikirannya sesimpel itu. Kalau punya pacar, menikahlah. Helooow! Memangnya pergi ke KUA segampang pergi beli ayam goreng di KFC?

Mungkin bagi sebagian orang, itu memang mudah. Sorry to say, buat saya enggak.
Kalau ada yang bilang, janganlah suka mempersulit yang semestinya mudah. Sorry to say again, you know nothing about my life, people! 
Kalau menurut saya ribet, ya memang demikianlah kondisinya.
Terima saja. Percaya saja. Saya toh bukan abege alay yang suka lebay. Saya orang dewasa yang punya pertimbangan sendiri.

Tapi okelah, kalau soal getting married, saya mah sebenarnya sudah kebal kalau ada yang mengungkit-ungkit. That's not a big deal anymore. Buktinya, saya nggak pernah kan bergalau ria di blog ini tentang topik itu?

Yang bikin saya jengkel justru topik pekerjaan. Profesi. Dan topik itu dimunculkan setelah topik 'menikah' di-blow up ke forum *udah kayak rapat menteri ye? kekekek*
Muncul dalam bentuk kalimat: Daripada nulis-nulis kayak gitu mendingan cari pekerjaan kantoran lagi. Masa dengan pengalaman sebanyak kamu, nggak ada yang mau mempekerjakan?
Hmmm. Haha..

Saya dicap tukang main, tukang jalan-jalan? Oke.
Saya disuruh cepat menikah? Masih oke. Cuek. Ongkang-ongkang kaki.
Tapi kalau saya disuruh kerja kantoran lagi dan meninggalkan profesi kepenulisan saya? Saya nggak mau. Ogah. Emoh. Nehi.

Gila apa? Menjadi penulis, yang menghasilkan buku-buku dengan nama saya terpampang di cover depannya. Dengan dunia yang saya reka di dalamnnya. Dengan imajinasi yang saya terjemahkan berbulan-bulan di setiap lembarnya. Saya harus meninggalkan ini? Ini cita-cita saya dari kecil, mamen.
Saya merintisnya dari zaman masih SMA dengan menulis cerpen. Menulis cerpen akhirnya tinggal kenangan setelah saya menjadi wartawan. Tapi bukankah menjadi wartawan juga menghasilkan tulisan dan dibaca banyak orang? Jadi, kepuasannya tetap sama.

Mereka berpikir, karir itu adalah kalau bekerja nine to five di sebuah gedung yang disebut kantor. Dapat gaji tetap tiap bulan, dapat cuti tahunan (yang nggak selalu bisa diambil kapan saja), dihantam stress dan politik teman sekerja, diperas keringatnya kayak budak belian. Masih pula diomelin boss dan atasan.
Hoho. Saya sudah melalui hal-hal kayak gitu bertahun-tahun. Sudah cukup tahulah. Pernah menjadi bawahan, juga akhirnya menjadi atasan. Lalu apa lagi yang saya cari? Kedamaian. Ketenangan. Kepuasan batin. Nah, itu.

Pantas saja, kadang ada yang nyinyir kalau melihat saya sedang menekuni laptop. "Jangan mainan laptop aja!" "Nulis melulu!" "Cari kegiatan lain, jangan di kamar aja!" "Bergaul dong!"
Wow banget ya, encouragement-nya?

Mereka yang ngomong kayak gitu, pikirannya nggak bakal nyampe ke fakta bahwa saya bekerja, bukan main laptop. Bahwa menulis adalah memang bagian dari profesi saya dan itu menghasilkan uang (yang minimal cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar saya). Bahwa kegiatan lain itu sebenarnya ada, cuma mereka tidak serumah dengan saya, jadi tidak tahu dong ya. Bahwa saya bergaul, masih bergaul, bahkan dengan teman-teman SD, karena internet itu spread us to the world kan?

Yah. Pokoknya gara-gara itu, saya bete. Bukan bete pada orang yang kemarin menyuruh saya bekerja kantoran lagi sih. Tapi bete pada kenyataan, bahwa sudah sedewasa ini, setua ini, mereka masih tidak sudi melihat jati diri saya. Menganggap saya remeh temeh di antara para sepupu yang bekerja kantoran dan terima gaji bulanan, meskipun faktanya tetap saja mereka pun belum ada yang kaya raya. Sepupu yang baca harap tidak tersinggung. Sori jek, tapi itu kenyataan kan?

Kalau yang pada akhirnya dijadikan ukuran adalah harta dan kekayaan. Atau materi. Atau kemapanan. Mereka harusnya melihat para penulis beken di luar sana. Tidak usah saya sebut nama satu per satu. Banyak kan penulis yang kaya?
Baiklah. Berhenti ngedumel. Sepertinya saya harus membuktikan kalau saya juga akan mapan suatu saat nanti.

Just wondering. Kalau saya sukses dan kaya, masih pada protes sama kerjaan saya sebagai penulis nggak ya?
Cus ah!

The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams
- Eleanor Roosevelt


pict from here

               Image and video hosting by TinyPic

15 comments:

Gloria Putri said...

wkwkwkwkkwkwkwjw
cetar bgt tuh "km uda bukan saatnya pacaran,"
wkwkwkkwkwk
yg tabah y mba
aq hampir 2 th yll jg dgituin, profesi guru ku dipertanyakan dan dicibir bbrp org (paling sakit pas org itu y keluarga), but I can I will prove them wrong...guru jg bs sukses,penulis jg...
caiyo mbaaaa.....tetep nulis,tp jgn lupa nikah *ehh*
*kabur*

-Gek- said...

Aduh Mbak, this is your life gitu loh.. ngapain mereka atur2...??
Saya aja nekat "kualat" saat ibu saya mengatur hidup saya.. hikssssssssssssssssssss

terus berjuang mbak!

Enno said...

@glo: hmmm....pesan terakhir bisa skalian disalurkan ke mas B nggak? kan udah dikenalin... wkwkwk

@gek: mereka nggak ngatur kok gek, tapi mengkritisi... agak mending sih sebenernya klo cm mengkritisi mah. msh bs diabaikan. cm klo pas aku lg sensi, lumayan cetar jg ke hati :))

Hikmah said...

Gak semua orang ngerti dgn kehidupan kita mbak.

Orng tuaku juga gitu mbak, nglarang aku bermain teater dan nulis. Sbnernya pgn berontak tp inget kalo aku anak tunggal jadinya ya nurut aja ke mereka. eh, kok malah curhat. hehehe

Arman said...

jadi kapan nikahnya no? huahahaha :P

Selfish Jean said...

Barusan aja ada dua orang ngojok-ngojokkin gue depan bonyok supaya cepetan married. Dih banget. Sama aja kaya lo digituin! Graaaa.

Ms Mushroom said...

woooow, you go girl!

do what you want to do, urusan jodoh *termasuk kerjaan* ya biar waktu aja yang menjawab *ceileh, sotoy banget eike* :p

Unknown said...

Kalau ada yang bawel dengan hidup kita, itu artinya ada yang peduli dengan kita.

Itu sisi positif yang harus kita ambil, walau terasa menyakitkan.


Tentang pekerjaan penulis, mungkin bagi yang 'belum' tahu, dianggapnya pekerjaan remeh. Padahal penulis itu profesi yang keren lo!


Tentang saran untuk segera menikah, wajar-wajar sajakan. Mungkin dia pengen segera melihat Enno tersenyum bahagia di atas pelaminan bersama kekasih hati?

Tentang travelling ... teruskan saja!

Tentang menikah? Hmm ... buruan nikah ya NO!

Enno said...

@Hikmah: cari jalan tengahnya aja... teater dan menulis sebetulnya bisa dilakukan sambil mengerjakan profesi kantoran. kecuali kalo kamu mau menjadikan itu sbg profesi kayak aku siy hehe...

@arman: hhahaha gw jitak lu man! :D

@momon: begitulah duniaaa... :))

@fenty: hahaha duileee kemana aja bu fenty ini? baru nongol skrg :D

@riyanto: yah kira2 memang demikian :) btw avatarnya hugh jackman ya! aaaak!!!

Unknown said...

Baca postingan ini kok sy jd gemes sendiri y. Mereka ga ngerti soal passion kali ya. Saya malah iri sama mba, yg udh berani ninggalin kerja kantoran untuk ngejar passionnya.

"Pantas saja, kadang ada yang nyinyir kalau melihat saya sedang menekuni laptop. "Jangan mainan laptop aja!" "Nulis melulu!" "Cari kegiatan lain, jangan di kamar aja!" "Bergaul dong!" --> jawabin aja : Saya udah ga lagi kerja, tapi berkarya! :D

Enno said...

hai...

mengejar passion itu kadang memang butuh keberanian besar dan kenekatan juga :)

btw buat saya menulis bkn sekedar berkarya, dear. itu memang pekerjaan.
profesi saya :)

thx supportnyaaah! :*

Hans Febrian said...

same boat, different cabin.
sekarang-pun masih ga ikhlas ngejalanin kerja kantoran.
tiap pagi pas alarm bunyi, di kepala langsung gini "oh fuck, no again"
ngejalanin jg terpaksa. serasa jadi boneka, ngikutin apa yg orang mau, bunuh kata hati sendiri.
beraaaat

*jadi curcol*

you're not alone enn.

Enno said...

oke hans...

daripada kamu jd stress, gimana kamu memandang pekerjaanmu skrg dr sudut yg berbeda.
misalnya, pikirn aja bhw itu salah satu proses utk mencari pengalaman, link, teman dan hal2 yg diperlukan utk menuju passionmu kelak?

aku sih dulu gitu. berhasil kok membuatku bertahan.
terutama kalo kamu bisa menabung gaji bulananmu untuk jalan2. lebih asik lagi, hanskiii...

semangat, mamen! :D

SoleildeLamer said...

wakakaka baca sambil ketawa2 ini. kaka enno udah ga kerja kantoran toh? jadi penulis full time yah? widiiihh... kerennya

Enno said...

Heh! Ketawa2 sendiri tar dikira gila! Lho baru tau aku udh ga krj kantoran? Dr dlu kali... Kemana aja Neneng? :P

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...