Showing posts with label Random Thought. Show all posts
Showing posts with label Random Thought. Show all posts

Sunday, March 8, 2015

Setelah Mengembara

Hei...

Apa kabar?
Tolong jangan merasa ditinggalkan. Saya tidak akan melakukannya, karena saya tahu seperti apa rasanya ditinggalkan itu.
Saya hanya sedang sibuk menata hidup. Menjadikan diri saya utuh lagi seperti dulu.
Tidak usah bertanya apakah saya berhasil atau tidak.
Tapi nyatanya, saya tetap hidup dan baik-baik saja.

Saya masih menulis. Tapi tidak di sini. Beberapa draft dan outline menumpuk di folder Scarlett, laptop saya. Saya menulis di sela-sela perjalanan saya dengan teman-teman baru.
Ya, teman-teman saya sekarang adalah para pejalan. Seperti saya, mengukur jarak bumi dengan langkah-langkah semampu yang bisa terjangkau.
Seperti kata novelis kesukaan saya, si pencipta Lord of The Ring, J.R.R. Tolkien:
Little by little, one travels far.

Tentu saja itu bukan berarti teman-teman yang lain saya lupakan. Semua orang selalu ada di hati saya. Selalu saya rindukan. Duh. Seandainya saja saya bisa membagi diri saya seperti amuba, untuk selalu keep in touch dengan semua orang...

Mungkin, saya akan menulis lagi di sini besok atau lusa. Saat ini, ada satu naskah cerita pendek yang harus saya selesaikan sebelum deadline.

Nanti akan saya ceritakan tentang proyek cerpen ini.

Jadi, apa kabar?
Semoga semuanya baik-baik saja seperti saya.


Kiss kiss,
- E -


pic from here

Image and video hosting by TinyPic

Friday, June 21, 2013

Date A Girl Who Travels

Date a girl who travels.
Date a girl who would rather save up for out of town trips or day trips than buy new shoes or clothes.
She may not look like a fashion plate, but behind that tanned and freckled face from all the days out in the sun, lies a mind than can take you places and an open heart that will take your for what you are, not for what you can be.

Date a girl who travels.
You’ll recognize her by the backpack she always carries. She won’t be carrying a dainty handbad, where will she put her travel journal, her pens and the LED flashlight that’s always attached to her bag’s zipper?
In a small purse, how can she bring the small coil of travel string, the wet tissues, the box of cracker, and the bottle of water she’s always ready with, just in case something happens and she can’t go home yet.

Yes, a girl who travels knows that anytime, anything can happen and she just has to be prepared with it. Nothing takes her by surprise, she takes everything with equanimity, knowing that such things are always a part of life. She’s reliable and dependable, traits that she’s learned while on the road.
You’ll also recognize a girl who travels by the fact that she’s always amazed at the world around her, no matter if she’s in her hometown or in a place that’s totally new.

She sees beauty all around her, not just the ones featured in travel guides or shown in postcards. A girl who travels has developed a deeper appreciation for life. She won’t judge you, or pressure you to do things you don’t want to do. She knows too much about the importance of identity and self-efficacy, and she will appreciate all the more if you won’t pretend to be who you’re not.

You can make mistakes with a girl who travels, and you can also be as idiosyncratic as you can be.
Trust me, she has seen so much worse in her travels, and knows firsthand the vagaries of human nature.

Date a girl who travels, because when you’re with her, you’ll realize that even though she’s napped at a temple in Angkor Wat, went boating down the Mekong Delta, ran by the streets of Saigon, or went skinny-dipping in the caves in the Philippines, she still retains that humility that is the mark of a real traveler.

She knows she’s been to a lot of places, but she’s humbled by the fact that the world is still a big places and she’s only seen a small part of it.
Seeing this in her can make you feel all right with yourself too; there’s no need for you to do more, to be more. What you are is enough.

When you meet a girl who travels, ask her where she’s been and what she’s going to do next. She will appreciate your interest, and if you’re lucky, she may even invite you to join her. When she does, do. Nothing bonds people better than traveling.

On your trip, you will both see each other’s best and worst characteristics, and you can then decide whether she’s worth fighting for.

It’s easy enough to date a girl who travels. She won’t want expensive gifts, you can buy her (or both of you) cheap ticket to Thailand for the weekend, and she’ll be more than happy to take you to the longest wooden bridge in the country.

You don’t even have to go overseas, you can take her out on day trips, caving or hiking, or treat her to a full body massage.
You can also buy her the little things that she keeps forgetting to buy for herself; that carbine that will attach her backpack to her seat so that she will feel easier about sleeping on her bus trip, or a backpack cover, a small alarm clock, a money belt, or many another sarong that will replace the one she lost in China.

She won’t mind if you get lost on your way to a date. She knows that often times, the journey is more important than the destination.

She will help you see the lighter side of things. She’ll walk along with you, not behind you, pointing out the interesting bits of things you’ll see on the way. Before long, you’ll realize that yes, the journey has been more memorable than the destination that you’ve planned to take her to.

Is a girl who travels worth it? Yes, she is. So when you find her, keep her. Don’t lose her with your insecurities and doubts.

Because when she says she loves you, she really does.

After all, she’s seen so many things, met so many people, and if she has chosen you, better grab that opportunity and thank the gods that you were lucky enough.

She’s chosen you and not that bloke she met while watching the sunrise in Angkor Wat, or while whitewater rafting in the Padas Gorge in Sabah.
If she says she loves you, she must have seen something in you. Something that can always call her back from her travels, something that can anchor her to the world in the way that she wants to after weeks and months of being on the road.

Date a girl who travels.
Make her feel safe, warm and secure. Make her believe that no matter where she goes, and however long she’s gone, you’ll always be there for her, the one that she can call home.
Find a girl who travels. Date her, love her. and marry her, and your world will never be the same again.” 

Reblogged from Solitary Wanderer – http://www.solitarywanderer.com/2012/02/date-a-girl-who-travels/

That's my Oly. The only one traveling partner I have now.
Pict by me


Tuesday, April 30, 2013

Surat Angin

Rona,
Seharusnya waktu itu, angin tidak usah berbelok mampir ke padang sabana, ya...
Ketika ia terusir dari hutan, seharusnya berhembus saja ke gurun.
Seharusnya ia tak hiraukan lambaian ilalang menghijau di dekat danau. Seharusnya ia terus menatap lurus. Gurun menunggu.

Di gurun, kesunyian meraja dan ia bisa menjelma petapa. Kau tahu kan, di sekeliling hanya ada pasir yang berdesir. Gurun mungkin saja berbatasan dengan laut. Angin bisa tamasya ke sana. Menyapa ombak, menenggelamkan diri mengejar buih, dan bermain di sela karang bersama ikan-ikan. Sendiri tak berarti sunyi.

Oh, ya. Tentu.
Kau sudah memperingatkan angin untuk teguh, ketika angin memutar arah ke sabana. Hati-hatilah, katamu. Sayapmu sudah tak utuh lagi. Tercabik setiap kali kau tersakiti kebodohanmu. Bisakah kali ini kau lebih berpikir panjang?
Namun angin terlalu keras kepala rupanya. Ia bilang padamu, ini akan mirip kisah Putri Salju, kau tahu. Pangeran mencium putri yang mati suri, dan mereka bahagia di akhir cerita.

Rona,
Padang sabana di dekat danau itu indah sekali. Selalu begitu, kau tak usah sangsi. Angin masih menari-nari di sana bersama ilalang dan kupu-kupu di atas mahkota dandelion. Tetapi matahari mencuri air danau dan mengubahnya menjadi mendung. Mengejarnya, memerangkap tawa dan bahagia.

Tentu saja angin tak sudi terjebak bersamanya, meniupnya jauh-jauh ke seberang samudera. Agar hujan hanya lewat sekejap, dan tak memaksanya melengkapi badai.

Tetapi Rona,
Seperti pernah kau bilang, seharusnya angin tidak pernah mengubah arah ke sabana, iya kan? Seharusnya ia di gurun, berhembus tenang membelai pasir.
Tetapi tentu saja sekarang sudah terlambat. Ia terikat pada ilalang dan danau yang memantulkan kilau perak di wajahnya. Ia akan tetap di sana. Meski gelap. Meski hujan. Meski harus menjadi badai.
Angin merangkum sayapnya yang compang-camping dalam kelindan duka. Kalau ia tak lagi bisa terbang, tak mengapa.

Rona,
Seharusnya, ini kisah cinta yang abadi dan tak habis-habis. Seharusnya.


A wind has blown the rain away and blown the sky away and all the leaves away, and the trees stand. 
I think, I too, have known autumn too long. 
 - E.E. Cummings


pict from here

Image and video hosting by TinyPic

Monday, March 18, 2013

Rain Journey: That Promise

Hei,

Kamu pasti masih ingat, kamu pernah berjanji mengajakku makan lontong balap paling enak se-Surabaya. Sini, ke Surabaya! Ajakmu. Kuantar cari makanan enak.
Aku mau lontong balap, sahutku, dan kubayangkan jauh di sana kamu tersenyum lebar waktu menjawab, "Beres!"

Itu mungkin setahun yang lalu. Waktu aku cuma menganggapmu teman biasa, tanpa tahu perasaanmu.

Kemarin, janjimu kamu penuhi. Kita makan lontong balap. Aku nggak tahu, itu yang paling enak atau bukan. Tapi aku senang berada di sampingmu, memperhatikan penjualnya meracik makanan itu.
Takdir itu terkadang humorisnya nggak ketulungan dan jago bikin kejutan.
Hari itu, saat janji terpenuhi, aku dan kamu bukan lagi teman biasa.

Darl, kita masih punya banyak janji. Untuk nanti. Untuk tahun-tahun yang menunggu.
Untuk selamanya. Aku dan kamu.


And I love the way you love me 
Strong and wild, slow and easy 
Heart and soul, so completely 
I love the way you love me

- Mr. Big, I Love the Way You Love Me



Tangan si patjar ;)



love you so very much,

Image and video hosting by TinyPic

Saturday, March 9, 2013

Rain Journey: With You For A Thousand Years


Sepulang dari Bromo.

Beb, hari nggak pernah sebiru itu.
Tapi bukan langit yang membuatnya begitu.
Kamu, yang duduk di sebelahku. Menyetirkan mobil, sementara aku duduk sambil membuka bungkus keripik baru. Menaikkan kaki ke jok mobil, mengunyah keripik sambil menyuapimu sekalian.

"Kita mau ke mana habis ini?"
"Udah, tenang aja."
"Ayo ah bilang!"
"Pokoknya ikut aja."
Aku mention sahabat kamu via Twitter. "Aku diculik. Help." Yang dijawab dengan tawa dan ledekan.

Lamunanku buyar waktu kamu menepuk-nepuk lututku dengan lembut. "Mau makan apa? Masih pengen rawon?"
"Mauuu!" Reaksi 'the child in me' yang membuat kamu seringkali memutar bola mata ke atas.
"Oke, kita mampir di Rawon Nguling."

Di Pasuruan (atau masih Probolinggo sih itu?), kamu menghentikan mobil di Rumah Makan Rawon Nguling yang terkenal itu. Pernah dengar, tapi belum pernah mencoba. Thank you karena sudah membawaku ke situ :)

...............

Ternyata pergi ke Batu.

Memetik apel dan stroberi. Makan nasi goreng apel dan roti bakar berselai apel. Membeli bibit anggrek. Lalu melihat burung dara mahkota di dalam sangkar.

"Halo, kamu cantik sekali."
Dan si burung biru bermahkota itu mulai bersuara. Dum dum. Dum dum.
"Beb, suaranya lucu! Dum dum. Dum dum."
Kamu memutar mata.
"Bisa nggak?"
Kamu menirukan.
"Hahaha... nggak mirip. Gini nih. Dum dum. Dum dum."
Memutar mata lagi.

Masih punya banyak waktu, dan kita tak tahu mau ke mana. Akhirnya ke Cangar itu. Kamu yang usul karena pernah pergi ke sana sendirian.
Kita mencari gua Jepang, memotret, (nggak sengaja) mengusik orang pacaran.

"Mulai deh, mulai. Nggak usah ketawa-tawa gitu. Orangnya pindah tuh."
"Tapinya lucu."
Memutar mata. Duduk membelakangi. Pura-pura mengupil.
"Ih, jorok, Bebe!"
"Biar!"

..................


Di Surabaya lagi.

"Nonton lagi, yuk! Orang kampung nih. Di kampungnya nggak ada bioskop."
"Yaudah, nonton apa?"
"MAMA bagus nggak ya?"
"Jangan horor!"
"Ih kamu! Itu kan cuma film kali..."
"Enggak deh. Makasih."
"Cuma film, Beb!"
"Yang lain aja."

Nonton film tentang hiu. Bioskopnya spooky.

Duduk menunggu dua jam di lobi yang sepi setelah capek melihat-lihat buku di Gunung Agung. Mengomentari pasangan-pasangan yang lalu lalang di depan kita. Tertawa-tawa lagi.

"Kamu lihat apa?"
"Nggak lihat apa-apa."
"Masa?"
"Kalo diomongin emangnya kamu nggak takut?"
"Ya udah nggak usah!"
"Hahaha..."

Asli, aku nggak lihat apa-apa kok. Tapi merasa ada yang aneh dan mencekam. Makanya mengajakmu bercanda dan ketawa-ketawa. Bahkan hantunya ragu untuk pamer padaku. Dia tahu kalau ada kamu, aku nggak peduli mereka di situ.

Seminggu denganmu, hari-hari nggak pernah berwarna selembut itu. Kamu yang bikin aku merasa begitu. Di sebelahku, memutar mata dan menggandeng tanganku. Memprotes lipatan celana, bertanya mau makan apa dan membawaku memotret bagian kota yang tua.

"Beb, habis ini kita ke mana?"
"Ke hatimu."

.....................

Note:

Saat menulis ini, kusebut namamu dalam gumam. 
Mendekap ingatan tentangmu sepanjang malam. 
Dalam diam, saat terpejam.



Museum Sampoerna, Surabaya.
Look! That's him ^^

Image and video hosting by TinyPic

Thursday, January 24, 2013

My Life, My Rules, My Random Thoughts

Bermula dari 'interogasi' seorang anggota keluarga besar, tentang rencana-rencana traveling saya, yang dibocorkan kakak saya si mulut besar, sebelum waktunya.

Muncul pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya merasa balik lagi ke umur 15 tahun. Pertanyaan model: Pergi kapan? Sama siapa? Berapa orang? Nginap di mana? Ngapain aja? Dalam rangka apa? Pulang kapan? Mimik si penanya tanpa senyum. Serius habis. Membuat saya merasa seperti anak SMP yang sedang berusaha untuk diizinkan jalan-jalan dengan teman-teman.
Padahal, siapa juga yang minta izin? *sigh*

Saya hampir saja menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lagi: 'Menurutmu?'
Tapi, saya masih takut kena kualat laaah...

Pertanyaan itu lantas berlanjut dengan: Jadi sekarang punya pacar baru, ya? Saya jawab 'iya.' Dan seperti sudah saya duga sebelumnya tentu saja, muncullah kata-kata: "Kamu sudah bukan lagi waktunya pacaran! Cepat menikah!"
Hiyaaa!!! Cetar membahana, sodara-sodara! Hahaha... 

Kenapa ya, orang-orang ini? Maksud saya, orang-orang yang jalan pikirannya sesimpel itu. Kalau punya pacar, menikahlah. Helooow! Memangnya pergi ke KUA segampang pergi beli ayam goreng di KFC?

Mungkin bagi sebagian orang, itu memang mudah. Sorry to say, buat saya enggak.
Kalau ada yang bilang, janganlah suka mempersulit yang semestinya mudah. Sorry to say again, you know nothing about my life, people! 
Kalau menurut saya ribet, ya memang demikianlah kondisinya.
Terima saja. Percaya saja. Saya toh bukan abege alay yang suka lebay. Saya orang dewasa yang punya pertimbangan sendiri.

Tapi okelah, kalau soal getting married, saya mah sebenarnya sudah kebal kalau ada yang mengungkit-ungkit. That's not a big deal anymore. Buktinya, saya nggak pernah kan bergalau ria di blog ini tentang topik itu?

Yang bikin saya jengkel justru topik pekerjaan. Profesi. Dan topik itu dimunculkan setelah topik 'menikah' di-blow up ke forum *udah kayak rapat menteri ye? kekekek*
Muncul dalam bentuk kalimat: Daripada nulis-nulis kayak gitu mendingan cari pekerjaan kantoran lagi. Masa dengan pengalaman sebanyak kamu, nggak ada yang mau mempekerjakan?
Hmmm. Haha..

Saya dicap tukang main, tukang jalan-jalan? Oke.
Saya disuruh cepat menikah? Masih oke. Cuek. Ongkang-ongkang kaki.
Tapi kalau saya disuruh kerja kantoran lagi dan meninggalkan profesi kepenulisan saya? Saya nggak mau. Ogah. Emoh. Nehi.

Gila apa? Menjadi penulis, yang menghasilkan buku-buku dengan nama saya terpampang di cover depannya. Dengan dunia yang saya reka di dalamnnya. Dengan imajinasi yang saya terjemahkan berbulan-bulan di setiap lembarnya. Saya harus meninggalkan ini? Ini cita-cita saya dari kecil, mamen.
Saya merintisnya dari zaman masih SMA dengan menulis cerpen. Menulis cerpen akhirnya tinggal kenangan setelah saya menjadi wartawan. Tapi bukankah menjadi wartawan juga menghasilkan tulisan dan dibaca banyak orang? Jadi, kepuasannya tetap sama.

Mereka berpikir, karir itu adalah kalau bekerja nine to five di sebuah gedung yang disebut kantor. Dapat gaji tetap tiap bulan, dapat cuti tahunan (yang nggak selalu bisa diambil kapan saja), dihantam stress dan politik teman sekerja, diperas keringatnya kayak budak belian. Masih pula diomelin boss dan atasan.
Hoho. Saya sudah melalui hal-hal kayak gitu bertahun-tahun. Sudah cukup tahulah. Pernah menjadi bawahan, juga akhirnya menjadi atasan. Lalu apa lagi yang saya cari? Kedamaian. Ketenangan. Kepuasan batin. Nah, itu.

Pantas saja, kadang ada yang nyinyir kalau melihat saya sedang menekuni laptop. "Jangan mainan laptop aja!" "Nulis melulu!" "Cari kegiatan lain, jangan di kamar aja!" "Bergaul dong!"
Wow banget ya, encouragement-nya?

Mereka yang ngomong kayak gitu, pikirannya nggak bakal nyampe ke fakta bahwa saya bekerja, bukan main laptop. Bahwa menulis adalah memang bagian dari profesi saya dan itu menghasilkan uang (yang minimal cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar saya). Bahwa kegiatan lain itu sebenarnya ada, cuma mereka tidak serumah dengan saya, jadi tidak tahu dong ya. Bahwa saya bergaul, masih bergaul, bahkan dengan teman-teman SD, karena internet itu spread us to the world kan?

Yah. Pokoknya gara-gara itu, saya bete. Bukan bete pada orang yang kemarin menyuruh saya bekerja kantoran lagi sih. Tapi bete pada kenyataan, bahwa sudah sedewasa ini, setua ini, mereka masih tidak sudi melihat jati diri saya. Menganggap saya remeh temeh di antara para sepupu yang bekerja kantoran dan terima gaji bulanan, meskipun faktanya tetap saja mereka pun belum ada yang kaya raya. Sepupu yang baca harap tidak tersinggung. Sori jek, tapi itu kenyataan kan?

Kalau yang pada akhirnya dijadikan ukuran adalah harta dan kekayaan. Atau materi. Atau kemapanan. Mereka harusnya melihat para penulis beken di luar sana. Tidak usah saya sebut nama satu per satu. Banyak kan penulis yang kaya?
Baiklah. Berhenti ngedumel. Sepertinya saya harus membuktikan kalau saya juga akan mapan suatu saat nanti.

Just wondering. Kalau saya sukses dan kaya, masih pada protes sama kerjaan saya sebagai penulis nggak ya?
Cus ah!

The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams
- Eleanor Roosevelt


pict from here

               Image and video hosting by TinyPic

Wednesday, January 2, 2013

No Matter What

Saya mencintainya dengan tiba-tiba. Ia bahkan masih tak percaya saya melakukannya. Bisa mencintainya, seperti ia jatuh cinta kepada saya sejak setahun lalu.

Ini bukan seperti dongeng klise yang ditulis penulis-penulis malam yang kesepian. Seorang lelaki dan perempuan yang kebetulan bertemu di sebuah simpang jalan. Tidak, bukan itu. Ia yang mengikuti langkah saya diam-diam, sementara saya tak pernah tahu. Sibuk dengan semua hal yang tak pasti di luar sana. Bermain-main dengan hari, meski gelap. Meski hujan dan petir. Meski selalu berakhir dengan memeluk rasa sakit yang menyebalkan.

Saya tak tahu ia memperhatikan. Separuh menjaga dan memberi penghiburan sebatas ia bisa. Bahkan saya sempat merasa jengkel dengan sikapnya yang akrab. What's the matter? What do you want?
Lalu akhirnya saya biarkan. Akhirnya saya nikmati saja. Akhirnya saya membuka pintu untuknya.

Et voila!

Kami tidak bertemu di simpang jalan seperti kisah-kisah buruk membosankan itu. Kami bertemu di ujung pelangi.  Menemukan harta peri, yang isinya menjanjikan kebahagiaan.

Saya bahagia. Bahkan ia masih tak percaya.
Saya lengkap. Bahkan ia masih tak paham juga.
Bahwa saya tak ingin lagi mencari, meski ini mungkin sangat tak pasti.

Ia, dengan keyakinannya yang baja dan hatinya yang api, selalu meyakinkan saya bahwa ia menginginkan ini berakhir pasti.

Suatu saat, Sayang. Suatu saat.
Hari masih terlalu pagi.

Jika suatu hari sesuatu terjadi, kisah ini tak berjalan semestinya, dan kau mulai menginginkan untuk pergi. Ingatlah satu hal ini. 
I love you. So much. No matter what.

pict from here

Image and video hosting by TinyPic

Wednesday, November 14, 2012

Berangkat Dulu

Saya berangkat dulu ya.
Kamu baik-baik jaga gawang. Itu seolah-olah artinya harfiah ya, buat kamu.
Tapi maksudnya, gawang kita.
Hari-hari percakapan dari pagi sampai malam. Antara kamu dan saya, dalam jarak yang berjauhan.

Soalnya destinasi saya ada di salah satu tepian daratan besar ini.
Tidak ada yang pasang menara pemancar di sana.
Di balik tebing-tebing karang, dibatasi pantai yang menghadap Samudera Hindia.
Kita tak bisa saling menjangkau.
Tapi untuk sementara.

Oh, jangan tanya apakah saya bisa bertahan.
Tidak membaca pesan-pesanmu yang menimbulkan senyum.
Tidak mendengar suaramu yang membuat hati saya hangat.
Mungkin saya bertahan. Tapi setengah mati.

Saya berangkat dulu ya.
Eh, saya sudah pernah bilang belum, kalau saya sayang kamu?
Sudah?
Baiklah. Kalau begitu, ini yang kesejuta kali.
Saya sayang kamu, B!

I lose track of time whenever I'm with you...

ini ambil dari weheartit.com. lupa source-nya, maap :(

Image and video hosting by TinyPic

Friday, November 2, 2012

You Are

... And you are the morning,
who come after dark when the season shivering.
You are the day, which dispels the fog,
absorb it into a shimmering glow.

You are also the night,
who embraced me with a blanket of stars.

You are the life, where I had strayed into a dream after dream that you share.
Hear this, understand this, when I shout this out loud to the world.
I miss you.

“So I placed my heart under lock and key. To take some time, and take care of me. But I turn around and you're standing here.” 
― Debra Cox


Forgot the source, sorry :(

Image and video hosting by TinyPic

Tuesday, October 30, 2012

I Fell So Deep

A short message..

Dear Rona, I'm sorry for I couldn't keep my heart to fall. 
I love him. What should I do...?

.............

I did not plan this.
When that day I vowed not to fall in love with a stranger just passing through in my life, I mean it.

Then suddenly, a stranger-his soft voice, his laugh, his spirit and his dreams-makes everything different.

I fell so deep.
I fell into the deepest abyss.

I want to be his sun. Gave him a golden glow, illuminating the way.
I want him to be my anchor. Because I'm tired of drowning.

I love him.
Though, perhaps, this is wrong...

“There is darkness in light, there is pain in joy, and there are thorns on the rose.” 
 ― Cate Tiernan

pict from here

Image and video hosting by TinyPic

Saturday, October 27, 2012

Sekali Saja

Aku hanya ingin menulis tentangmu. Sekali saja. Membiarkan hati menuntun jemariku bercerita.
Tentang kamu, yang datang tiba-tiba. Menganyam cerita di musim panas yang meraja

Kutulis tentangmu dengan angan termanis. Sekali saja. Sambil menatap kembang-kembang sepatu di luar jendela, merindukan gerimis. Hujan di hatiku. Mengakhiri kemarau kelu

Kutulis dengan diam-diam, tentang malam-malam panjang dan mimpi yang kau tulis ulang. Bersamaku. Menyusuri jalan setapak yang membentang di hati kita.

Kemarilah, katamu. Kita ciptakan kisah dari bayang-bayang. Kau akan menyukainya. Karena kita sama-sama pejalan, yang meretas mimpi demi mimpi


Here is the deepest secret nobody knows

(here is the root of the root and the bud of the bud
and the sky of the sky of a tree called life; which grows
higher than soul can hope or mind can hide)
and this is the wonder that's keeping the stars apart


- E.E. Cummings-


pict from here

Image and video hosting by TinyPic

Thursday, October 11, 2012

I'm Just As Simple As That

Dia ketawa.
"Apa?"
Dia malah ketawa lebih lebar.
"Apa sih?"
"What happen with you?"
"What what? I do fine."
"Nooo. You don't." Dia mengacungkan telunjuknya di depan muka saya dan menggoyang-goyangkannya ke kiri dan ke kanan.
Akhirnya saya memilih balik badan.
"Heiiii... where are you going?"
"Go home. Bubye!"
Ia menarik tangan saya, menyeret saya ke bangku semen di dekat kami. "Cerita dong. Kayak bukan sama temen aja."
"Cerita apa sih? Lagi nggak punya cerita."
"Kamu mau kabur-kaburan lagi, kan?"
"He?"
"Ah, kemarin udah ngeluarin keril 60 litermu dari lemari."
"Oh itu." Saya teringat acara bersih-bersih kemarin. "Mau masuk gua."
"Caving lagi?"
"Yup."
"Oh dammit, I envy you. Really."
"Oh yea? That's your problem kan? Not mine."
Saya dicekik.

...

Dan Kris yang paling tahu, tanpa harus diberitahu, bahwa akhir-akhir ini saya kepingin banyak jalan.
Kangen jins, ransel dan sepatu keds yang sekarang terpaksa dilemarikan.
Kangen merentangkan tangan lebar-lebar dan tertawa lepas di udara bebas.
Kangen melangkah lebar-lebar, melompat, berlari, dan menendang batu-batu kerikil.
Kangen rute naik-turun, tanjakan-turunan yang curam dan berkelok-kelok, yang biasa saya lewati di atas motor sambil teriak 'yiha'.
Kangen makan di pinggir jalan, meskipun cuma sepotong pisang goreng dan segelas teh tawar hangat.
Saya kangen. Sungguh.

Kris pernah tanya, sampai kapan keinginan saya cuma mentok di situ.
Berkisar pada jalan-jalan, maksudnya. Saya nyengir. Keinginan saya banyak kok, bukan cuma jalan-jalan. Tapi tidak pernah saya umbar. Selalu saya sederhanakan sembari diusahakan.
Saya tidak mau stress karena cita-cita yang tidak kesampaian. Saya mau jadi orang sabar dan tawakal.

Kata Kris, kalau jalan-jalan terus, kapan kawinnya?
Sekarang saya yang ketawa.
Tanya sama Tuhan, kata saya. Kapan Tuhan mau nimpuk saya sama cowok yang bakal jadi jodoh saya. Kapan? Ini semua bukan salah saya. Saya malah yang selalu jadi korban.
"OK, stop. Aku ogah curcol."
Kris melengos. Saya hapal, dia berusaha tidak tertawa. Dasar!

Tapi iya kan? (Ini saya ngomong ke Tuhan)
Saya nggak pernah minta banyak-banyak, kan?
Cukup rezeki yang lancar, pekerjaan yang disukai, tubuh yang sehat dan dikelilingi orang-orang yang menyayangi saya.
Cukup seorang laki-laki yang baik buat hidup saya. Tidak pernah saya meminta lebih.

Meskipun kata Kris (dengan nyinyir), "Tapi kalau bisa, kamu mau minta laki-laki yang suka jalan juga. Kamu membayangkan jalan-jalan berdua sama dia ke tempat-tempat yang seru. Just the two of you. In beautiful places. You are, the romantic freak!"
Iya sih. Saya ngakak. "Dammit, Kris! Do you read my mind? Since when did you become psychic?"

Tapi betul kan?
Buat kalian yang suka jalan seperti saya. Akan menyenangkan kan, kalau suatu hari hidup tiba-tiba terasa monoton, pasangan hidup kita bisa diseret berkelana kemana pun tanpa protes, karena dia juga menyukainya?
Saya punya beberapa pasang teman yang seperti itu. Sejujurnya, saya iri :)

Tapi itu sesungguhnya tidak terlalu penting juga, iya nggak? (ngomong lagi ke Tuhan).
Saya tidak pernah banyak meminta.
Hanya mau kehidupan yang tenang dan baik-baik saja, saya akan merasa bahagia.
Saya bukan perempuan yang rewel. You know me, God :)

Tapi Kris benar (lagi-lagi si Kupret itu membaca pikiran saya).
Akhir-akhir ini saya kepingin pergi.
Kemana saja. Sejauh yang saya bisa.
Kan mumpung saya masih sendiri.
Bukan karena saya tak kuat dengan rutinitas. Bukan karena saya tidak teguh, tidak tegar.
Hei, saya masih saya yang sekuat baja!
Saya cuma kepingin jalan. Mengukur jarak. Melihat dunia.
Pakai sandal gunung. Atau sepatu keds. Dengan keril 60 biru itu.
Sendiri. Atau berdua. Atau bertiga. Karena saya tidak suka rombongan.
Karena demikianlah saya sedari dulu.

I am. 
Just as simple as that.

pict from here

Image and video hosting by TinyPic

Friday, September 14, 2012

Kepada Tuan Beruang

Aku menelisik dirimu hari itu.
Dari selapis layar berpendar di kotak menyala pada pangkuan.
Kalimat-kalimat yang kau susun. Makna demi makna. Dimainkan kata demi kata, yang kau telikung.
Sehingga sampai pada kesimpulan. Bahwa kau biasa saja.

Lantas apa yang membuatmu begitu angkuh, Tuan Beruang?
Karena dengan keangkuhan yang setara, aku mampu mendongakkan dagu dan berkata: "aku juga bisa."

Menurutku, kau tidak istimewa. Kau bukan calon pemenang Pulitzer, Nobel Sastra, atau Khatulistiwa.
Kau hanya bagian dari orang-orang seperti aku. Yang melulu hidup untuk menulis... atau kau, mungkin menulis untuk hidup?

Jangan terlalu besar kepala, Tuan Beruang.
Kau hanya sebutir debu di dunia kata-kata. Demikian pula aku.
Kau hanya segelintir mahluk bermata nanar di depan layar. Yang benaknya terus berputar mencari kata, menggali makna, menyusun tekateki huruf agar menjadi sebuah semesta.
Tapi kau bukan Shakespeare, bukan Byron, bukan Lewis, bukan Tolkien, bukan Sapardi.
Kau hanya orang yang sedang merangkak memunguti huruf-huruf. Bermimpi tentang sebuah buku besar yang menerakan namamu di bawah nama-nama mereka.
Karena demikian pulalah aku. Begitulah mimpiku.

Tapi kau masih jauh dari itu.
Kau, seperti kubilang, sungguh biasa. Tak istimewa. Apa yang kau lakukan, aku sudah melakukannya.
Kebesaranmu hanya dalam benakmu, karena kesombonganmu.
Kalau kau berpikir kau sehebat itu, Tuan Beruang... bunuh saja aku.

Capek deh....

“Some arrogant feel very confident that they are the best.
That's pity. Much better men let them feel so for a reason.”
― Toba Beta


pict from here
Image and video hosting by TinyPic

Thursday, August 30, 2012

The Most Absurd Day

Siang ini adalah siang yang paling tak masuk akal, 
ketika aku menangisi kau karena rindu.

......

Lappy saya memutar sejumlah lagu yang saya pilih sebagai teman menulis draft kedua ini. Satu lagu yang selalu saya ulang adalah lagunya Amber Davis, Back Into You. Liriknya sama sekali nggak nyambung dengan kisah kerinduan saya pada seseorang itu. Tapi irama lagu itu betul-betul 'kena.' Damn! Itu yang menyebabkan saya nangis.


"Kirim SMS sana!" Rona yang sedang liburan di Lombok memberi saran--tidak, memerintah lebih tepatnya--lewat pesan teks.
"Nggak mau."
"Jangan jaim deh."
"Aku bukan orang yang jaim. Tapi ini rumit. Pokoknya nggak bisa."

Terus saya nangis lagi.
Dan tiba-tiba, dikirim pelukan sama Wuri dari Jogja sana.
Saya tambah nangis. Heu!


Hari ini, saya sedang malas melanjutkan draft. Hanya sekedar mencocokkan beberapa fakta dan merevisi paragraf yang terkait supaya lebih masuk akal. Ironisnya tingkah sayalah yang hari ini tidak masuk akal. Menangis karena merindukan seorang cowok? Please deh.
Tapi, dia memang bukan sekedar 'cowok.' Dia seorang laki-laki, dewasa, mature, dan sangat tidak pantas ditangisi, meski karena rindu.
Dia bukan jenis orang seperti saya (baca: romantik-melodramatik).

Saya, ratu dari negeri dramatis. Dan siapakah dia?
Hanya laki-laki sederhana yang akan menertawakan drama ini.

Dan ya Tuhan... kenapa di tengah-tengah hati yang merindu, tiba-tiba malah datang beruntun inspirasi untuk menulis novel berikutnya? Aneh. Mengerikan.
Apakah saya harus tercabik-cabik dulu supaya dapat inspirasi? Hancur dong hati ini.

Yeah, well, jadi akhirnya saya punya dua calon cerita, yang sampai sekarang masih awet nempel di otak, sampai saya nggak fokus melanjutkan kisah si Mister M.
Boleh deh saya share... bahwa saya sedang menimbang-nimbang untuk membuat novel yang masih ada hubungannya dengan novel Selamanya Cinta.

Hoho, apakah dalam benaknya ada yang membunyikan lonceng pernikahan untuk Reina dan Abe? Saya nggak bilang ini sekuel atau lanjutannya lho. Tapi memang ada hubungannya dengan Persaudaraan Flamboyan sih.

Tapi itu baru pemikiran iseng ya...

Inspirasi yang satu lagi, sepertinya lebih ke genre petualangan. Bukan, bukan fiksi fantasi. Saya nggak punya ide untuk genre fikfan. Jujur ya, saya suka banget baca cerita-cerita itu, tentang malaikat jatuh, dewa yang cool dan ganteng, vampir yang hot, atau warlock-warlock sexy dan macho (kayak di film The Covenant). Tapi itu nggak orisinal lagi, sodara. Saya maunya ide yang segaaar, yang belum pernah ditulis.

Jadi, selagi diri ini dilanda demam rindu yang terasa sangat dangdut sekali--layaknya sinetron siang di Indosiar yang suka ditonton pembantu saya dulu, Tuhan yang Maha Baik malah memberi saya inspirasi. Hebat kan?

Saya nggak tahu nih, adakah yang menyukai ide saya soal kelanjutan novel Selamanya Cinta.
Kumaha? Kasih feedback dong dong dong...

Terakhir, saya mau kasih quote dari young adult novel genre fikfan yang sedang saya gila-gilai saat ini. Hush Hush Saga!
Beberapa teman bilang, mereka nggak suka saga ini karena nggak bagus. Tapi saya tak tergoyahkan dan beli. Dan ternyata benar, intuisi saya tidak pernah jarang salah. Apa yang orang lain nggak suka, belum tentu saya juga nggak suka. Baydewey, setelah baca versi English-nya terasa lebih 'dalem.'

Oh, Patch! I love you, Patch!
*ndusel-ndusel bantal*


“Biggest dream?” I was proud of this one because I knew it would stump him. It required forethought.
“Kiss you.”
“That’s not funny,” I said, holding his eyes, grateful I didn’t stutter.
“No, but it made you blush.”
- Becca Fitzpatrick, Hush Hush


pict from here


Image and video hosting by TinyPic

Thursday, August 23, 2012

The Secret

Ya ampun, kangen.
Kau sedang apa? Masih banyak kah orang-orang yang datang bersilaturahmi hari ini? Atau kau yang sibuk berkunjung ke sana kemari?
Aku duduk di depan meja, dengan laptop dan buku-buku. Melipur rindu yang menggebu.

Tidak bisakah kau mengirim pesan? Hanya sederet kalimat, tak usah dihias bunga-bunga. Cukup halo atau hai. Dan tak usah kau imbuhi apa kabar. Karena sudah kau baca di sini, aku gelisah menunggu.

Di dalam sini rasanya sesak. Hatiku seperti duri yang menusuk-nusuk, meminta pengakuan. Ya, ya, aku sudah mengaku, bukan? Aku rindu padamu. Sangat rindu. Sangat kelu. Tapi hanya sebatas itu. Kau tak bisa memaksaku menyebut namamu. Petunjuknya masih kusimpan dalam peti terkunci dan kusimpan di ujung hati.

Ini rahasia.
Rahasia hatiku yang tak sudi lagi terluka.

Cukup kau baca ini, dan tahu aku rindu.
Lalu kirimkan sedikit pesan padaku. Setuju?


“I imagine a line, a white line, painted on the sand and on the ocean, from me to you.”
― Jonathan Safran Foer, Everything is Illuminated


pict from here
Image and video hosting by TinyPic

Sunday, August 12, 2012

Dan Saya Pun Galau (Day 23 - 25)

Kata Rona, pengalaman galau itu sesuatu. Di Jogja sana, Wuri menuduh tulisan-tulisan galau saya kemarin menyindirnya. Sementara Gloria mengira saya menulis tentang taksiran saya.

Itu tentang novel saya kok. Saya menulis seperti itu untuk mendalami karakter yang saya ciptakan. Berusaha menjadi tokoh itu, supaya saya dapat mood yang diinginkan.

Iya sih, saya lagi naksir orang. Tapi tidak menggebu-gebu. Santai kayak di pantai. Lagipula saya kan cewek normal. Setiap cewek single pasti punya taksiran. Memangnya ada yang enggak? :p

Saya memang galau. Tapi bukan karena masalah cinta-cintaan ala sinetron. Sudah ah capek saya main sinetron. Saya galau karena ponsel saya eror. Hihihi...
Si ponsel mengkhianati saya diam-diam. Mengirimkan SMS yang terpotong, tidak menyampaikan panggilan, berlagak seolah nggak ada sinyal. Gara-gara itu beberapa teman di Jakarta dan Bandung protes. Mereka kirim e-mail. Menuduh saya sombong setelah punya novel. Itu tuduhan keji hiks... Novel baru sebiji, memangnya pantas disombongkan?
Nanti ya, tunggu saya sudah berhasil menerbitkan novel-novel best seller dan fenomenal kayak Bang Andrea Hirata atau Teteh Dee Lestari, baru saya akan sombong.
*dijitak berjamaah*

Kegalauan saya itu lebih kepada pertanyaan 'saya harus beli ponsel apa?'
Dari dulu saya Nokia lover. Tapi sekarang, sekalisekali saya kepingin mencicipi android.

Ini ocehan nggak penting banget ya?

Draft kedua saya apa kabarnya?
Oh, baik. Saya sempat merombak sedikit gaya bicara para tokohnya dari halaman pertama. Nggak ada kesulitan berarti. Kadang-kadang survei dilakukan sambil jalan, karena itu internet saya selalu ready. Awalnya memang agak mengganggu ritme sih. Lagi asyik menulis, tiba-tiba harus diselingi browing dulu. Padahal saya sudah punya kliping. Tapi ada saja yang kelupaan nggak disurvei.

Semua tokoh sudah mulai bertemu. Satu per satu dikonfrontasikan. Ada keinginan iseng untuk bikin adegan suspense lagi semacam di novel Selamanya Cinta. Tapi saya redam, karena saya ingin ini benar-benar kisah cinta nan romantis. Huehehe...

Okelah kalau begitu. Selamat hari Minggu! Hari ini saya juga mau mengurung diri di kamar. Bokap saya paling baik sedunia. Pasrah aja kalau saya belikan masakan Padang karena saya malas masak gara-gara sibuk nulis hehehe...
Harus mencari suami yang seperti itu. Di mana yaaaa? :))

Senyum itu, di mana pernah kulihat senyum itu? Seseorang yang kukenal memilikinya. Kenapa kau punya sesuatu yang ingin kulupakan? Kenapa kau membangkitkan kenangan? Kejam!
-- Kat

I'm on page 51, chapter IV, with 13.443 words



Image and video hosting by TinyPic

Thursday, August 9, 2012

Random Day (Day 20 - 22)

Well,

Saya kasih tahu ya, tips mencari buku bacaan bagus di toko buku online. Karena kita nggak bisa lihat dulu isinya seperti kalau datang langsung ke toko buku.
Caranya gampang. Buku yang kamu pikir menarik di toko buku online itu, kamu cari dulu review dan ratingnya di Goodreads. Dari situ akan kelihatan, isi bukunya memang menarik atau enggak. Kita juga bisa melihat isi bukunya kalau sudah ada di Google Reader.

Selama ini sih, dengan cara seperti itu, saya nggak pernah salah beli. Justru kalau beli langsung di toko buku, kadang saya sering merasa salah beli, terutama kalau beli novel lokal yang dibungkus plastik nggak ada sampelnya. Jadi buat saya pribadi, saya lebih merasa aman beli online. Buka dua jendela di Google Chrome saya: situs toko buku online dan Goodreads.

Hehehe. Tips nggak penting ya? :P

Gloria minta saya share tentang buku fiksi fantasi yang akhir-akhir ini sedang saya sukai. Bujet buku saya dari bulan kemarin habis untuk genre yang ini. Dan saya masih menunggu boxset The Hunger Games turun lagi. Harganya tadinya 200 ribuan. Sekarang 140 ribuan. Akankah menjadi 100 ribu saja?
Iya, saya belum baca novel itu. Kuper? Bukan. Itu namanya trik hemat. Weks! :))

Nanti deh, saya share di post berikutnya buku-buku yang saya baca. Siapa tahu Rona tergoda. Dia lebih gokil dari saya kalau soal belanja buku.

Di tengah-tengah kepusingan menyusun jadwal beres-beres rumah menjelang Lebaran (karena sekarang saya nggak punya pembantu), draft novel kedua sudah masuk Bab 4 dan menjelang konflik besar. Wow! Degdegan saya!
Ini sebenarnya saya sedang menunda-nunda melanjutkan, sebab masih memikirkan adegan pembukanya supaya konfliknya matang.

Baydewey, buat sodara-sodara yang kegirangan ketika saya mulai posting sastra galau lagi... Yah, that's for you, guys! Tapi nggak akan sering-sering. Karena tulisan model begitu yang suka diplagiat orang.

Terakhir, posting random ini saya tutup dengan doa semoga Mas Rob Pattinson dan Mbak KStew bersatu kembali. Aamiin.


“If you do not breathe through writing, if you do not cry out in writing, or sing in writing, then don't write, because our culture has no use for it.” 
― Anaïs Nin

Mr Rob Patz and Miss KStew
pict from here

I'm on page 44, chapter IV, with 11.557 words.
Image and video hosting by TinyPic

Monday, August 6, 2012

Dua Orang Asing yang Bertemu di Persimpangan Takdir

Kau tak tahu ya, bahwa aku mengukur setiap jarak yang dipudarkan waktu dan mencoreti angka-angka di almanak dinding, yang di baliknya seekor cicak menjulurkan lidahnya padaku. Mengejek.
Aku hanya bisa menuliskan namamu dalam kode-kode rahasia di setiap wajah yang memandangku penasaran.

Huruf-huruf namamu berkelindan dalam tarian bisu di benakku. Tak mau enyah. Menyiksaku dengan rasa cemas dan waswas, bahwa sebentar lagi tragedi.
Bahwa aku akan patah hati lagi.
Sial sekali, bukan?

"Aku pulang.."
Ia menatapku.
Milyaran bintang di matanya.


Tú eres mi amor secreto.
_________________

Draft progress:

Day 18-19. I'm on page 40, with 10.566 words.
*Saya sedang lamban, karena sibuk baca novel fiksi fantasi seru*





Cowok ganteng ini mirip salah satu tokoh novel saya.
Ini siapa hayoo? :D


Image and video hosting by TinyPic

Saturday, August 4, 2012

Jatuh Cinta Kepada Angin

Kau jatuh cinta kepada angin.
Maka, kau harus membiarkan ia mengembara, berpindah ke segala arah. Kau bahkan tak bisa memindai keberadaannya, karena bahkan kau redam debar jantungmu dari semua telinga di dunia.
Kau tak bisa mengatakan pada sesiapa. Perasaanmu. Hasratmu.

Tatapan lembut itu masih terjejak dalam benakmu.
Tetapi, kau jatuh cinta kepada angin, sayangku. Mungkin baginya kau tak lebih dari ranting-ranting pohon dedalu, yang menari ketika ia menderu?

Sayap-sayap yang tak kasat mata itu bagimu laksana selendang sutra, membelai hatimu yang lama mengering. Tetapi kau jatuh cinta kepada angin. Ia melintas dengan embun di punggungnya, dari danau-danau dan samudera yang menitipkan padanya pesan-pesan tanpa tujuan.

Karena kau jatuh cinta kepada angin.
Maka biarkan ia pergi. Memilih tujuan yang ia inginkan.
Tempat ia menemukan ruang untuk berdiam. Itu sudah ditakdirkan.

Pernah kubilang, jika suatu saat kita bertemu lagi, maka takdir akan memberiku jawaban.
Parece que va a suceder pronto...

______________

Progress draft: 
Day 15-17. I'm on page 39 with 10.143 words


pict from here

Image and video hosting by TinyPic

Thursday, May 24, 2012

Perempuan dan Lelaki Itu

Ia bahkan sudah tahu, ini adalah perpisahan, ketika melihat lelaki itu berjalan hampir melewati dirinya yang berdiri di sisi pintu keluar. Lelaki yang berwajah lelah dan tersenyum ragu itu berdiri dengan canggung di depannya.
"Baru keluar dari gua, langsung naik kereta api ke sini."
"Aku tau."
"Tau dari mana?"
Perempuan itu tertawa pelan, menunjuk si lelaki dari bawah ke atas sambil mengerucutkan bibirnya. "Kamu masih pakai fesyen outdoor-mu, dan masih agak bau guano."
"Masa? Perasaan aku sempat mandi kok."
"Di sungai bawah tanah? Nggak pake sabun karena memang nggak boleh? Ya sama aja bohong."
Lelaki itu terkekeh.

Mereka naik bus menuju tempat tinggal perempuan itu. Sepanjang jalan si lelaki memandanginya sambil tersenyum.
"Kenapa ngeliatin terus?"
"Aku kangen."
"Aku enggak tuh."
"Masa?" Wajah lelaki itu agak berubah. Kecewa.
"Kamu masih percaya aja ya kalo kubohongin?" Perempuan itu tergelak.
"Kesinikan tangannya."
"Mau ngapain?"
"Ayo kesinikan!" Dengan heran perempuan itu mengulurkan telapak tangannya, yang langsung digenggam erat oleh lelaki di sebelahnya.
"Terus?"
"Nggak apa-apa. Aku mau tidur sambil pegang tanganmu." Lelaki itu bersandar di kursinya dan mulai memejamkan mata. Tangan perempuan itu dibawanya ke dadanya. Didekap erat, dan ia mulai terlelap.
Perempuan itu tersenyum. Bahagia dan pedih bercampur jadi satu.

"Aku tau kamu kesini mau apa..."
"Kamu memang selalu tau. Selalu ngerti."
"Sudah kupikirkan baik-baik. Kalau kita putus, mungkin itu yang terbaik."
"Kamu benar-benar sudah tau."
"I'm your girl friend. Setidaknya sampai hari ini."
"I'm sorry."
"Nggak. Yang salah itu aku."
"Bukan. Kamu nggak salah sediikit pun."

Lalu perempuan itu mulai sibuk menghapus air matanya yang tiba-tiba mendesak berjatuhan.

"Don't cry, baby.. please... I'm so sorry."
Lelaki itu memeluk si perempuan yang isaknya semakin keras. Air matanya membasahi kemeja flanelnya. Terasa pedih meresap ke hatinya.

Di tepi jalan.
Perempuan itu berdiri di sebelahnya sampai sebuah bus datang dan berhenti untuk membawanya pergi.
"Aku pulang."
"Ya. Hati-hati."
Perempuan itu tiba-tiba meraih lengannya, menariknya mendekat, dan mencium pipinya, disaksikan seluruh penumpang di dalam bus dan seluruh calon penumpang di tepi jalan itu.
Ia tertegun ketika perempuan itu berbisik. "You gotta be happy..."

“One of the keys to happiness is a bad memory.” 
― Rita Mae Brown 

pict from here




Image and video hosting by TinyPic
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...