Showing posts with label sister. Show all posts
Showing posts with label sister. Show all posts

Tuesday, July 27, 2010

I Know Nothing

Jadi di sanalah kita minggu yang lalu. Malam yang sepi, ketika laki-laki yang mencintaimu tertidur di kamar kostmu. Dan laki-laki yang kucintai berada ribuan mil dari sini. Di sanalah kita berdua. Setelah lama tak bersua. Tertawa seperti dulu, mengobati rindu.

Ya. Aku rindu padamu. Pada adik perempuan yang biasa curhat padaku. Merengek, mengeluh, mengomel, bahkan tersedu. Mereka, kedua laki-laki itu, tak tahu apa saja yang kita bicarakan. Pernah ada yang bertanya, tapi kujawab dengan tertawa.

Untukmu, ada ribuan tanya berserak di kepala. Bercampur puing harapan yang semakin runtuh perlahan. Kalau sampai detik ini aku membisu, itu karena hatiku pilu. Aku tak tahu bagaimana cara menyampaikan padamu. Bahwa aku kecewa. Bahwa aku merasa sudah berharap terlalu muluk.

'Kenapa?' Tanya itu ingin kutulis besar-besar dan kusodorkan padamu. 'Jangan terlalu kejam' adalah kalimat kedua yang ingin kutorehkan di telapak tanganmu agar gemanya memantul ke relung hatimu.

Aku tidak bermaksud menghakimi siapa-siapa. Kamu benar, aku tidak tahu apa-apa. Yang kutahu ada sebuah lingkaran, yang hanya bisa terbentuk oleh empat pasang tangan yang saling menggenggam.

Kita pernah menggambarnya dalam angan, dengan empat tokoh bernama konyol dalam catatan. Masihkah kamu ingat mereka?

...........

"Dia masih suka menulis, Mbak?"
"Masih. Hampir selalu tentang kamu. Apapun masalahnya, tolong jangan bersikap terlalu keras. Dia mencintaimu."
"Ya Mbak. Terima kasih. Oh ya Mbak, jangan kuatir tentang Amangboru meskipun dia sedang jauh. Dia bukan cowok genit yang suka melirik cewek lain. Aku yakin sama Amangboru."

..........



Foto dari sini


Minggu kemarin itu, kita kembali bercakap tentang dua lelaki itu. Aku masih menasehatimu dan kamu masih membesarkan hatiku.

Tapi tetap saja itu benar, Sapi. Bahwa aku tidak tahu apa-apa. Entah kisah ini akan berakhir bagaimana, tapi aku selalu menginginkan lingkaran itu tetap sempurna.


Love,

Moky

Monday, August 10, 2009

The Cat Hater

"Sayap ayam yang di sini tadi mana?"
"Sudah dibuang ke tempat sampah."
"Kok dibuang? Buat Kitty tuh!"
"Ah, ngapain sih kasih makan kucing itu. Kotor, bau, bikin gatal-gatal."
"Kitty bersih kok. Lucu lagi."
"Iiiih! Apanya yang lucu!"
"Awas ya! Besok pagi pokoknya tahu-tahu bangun tidur sudah ada Kitty di balik selimut!"
"Eh, awas kalo berani!"
"Berani aja! Weks!"

......

[Enno]

Di awal hubungan kami, aku senang sekali waktu tahu Kenzo juga menyukai kucing. Rasanya ingin berteriak 'Hore!'

Di messnya ada seekor kucing yang dinamainya Garry.
"Kok namanya Garry?" Tanyaku.
"Seperti nama Garry The Snail, peliharaan Sponge Bob," jawabnya. Si kucing itu pemalas dan tukang tidur. Itu sebabnya diberi nama Garry.
"Kamu nonton Sponge Bob, K?" Aku terperangah.
"Yeah. Saya telat dewasa, Enno," sahutnya sambil tertawa.

Pacarku suka menonton Sponge Bob. Percaya nggak? Hehehe. Biar saja. Toh aku juga penggemar Harry Potter. Yang penting ia bukan pembenci kucing seperti kakakku.

Kemarin aku dan kakakku nyaris bertengkar gara-gara seekor anak kucing yang tiba-tiba muncul di toko dan langsung kuberi makan. Itu bukan hal baru diantara kami, sejak kami masih kecil.
"Wah, langsung dipiara!" Serunya jengkel.
"Namanya Kitty," sahutku santai.
"Nggak bisa. Buang aja!"
"Yeee... kasian."
Lalu dia ngomel-ngomel. Aku pura-pura tidak mendengar. Siapa suruh aneh sendiri. Semua orang di rumah penyayang kucing, dia sendiri yang tidak. Nenek dan kakek kami dulu memelihara kucing sampai belasan ekor. Bahkan buyut kami juga.

Lihat dong, anak kucing semanis ini dibilang jelek dan bau. Pus! Sini, pus!

[Ussy]

Ada apa sih antara adikku dan kucing? Waktu kecil setiap bertemu kucing di jalan pasti dibawa pulang, diberi makan, diberi nama dan dipelihara. Mending kalau kucingnya bagus atau sehat. Kucing sakit pun dia pungut. Dua hari kemudian mati, lalu dia kubur sambil menangis.

Belum lagi kejahilannya yang menyebalkan. Menyembunyikan kucing di selimutku. Mengejar-ngejar aku sambil menyodorkan kucing, membiarkan kucingnya naik ke tempat tidur. Ih! Sekarang kumat lagi dia! Kucing jelek begitu mau dipeliharanya. Diberi nama lagi.

Aduh dibuang aja deh kucing jelek itu! Tuh kan, dia malah mendekati aku! Hus! Hus! Sana! Pergi! Jijik tau!

[Kitty]

Nona yang satu baik, yang satu lagi galak. Dan mereka bertengkar gara-gara aku. Aku sih mau saja tinggal di sini. Makananku pasti terjamin. Tadi saja nona yang baik itu memberiku ikan dan semangkuk susu.

Tapi kakak si nona yang baik malah menendangku sampai terpelanting ke kolong meja. Tuh kan, mereka bertengkar lagi. Nona yang baik langsung memeluk dan mengelus-elus aku.

Kakaknya menatapku dengan penuh dendam. Jangan-jangan kalau nona yang baik sedang tidak di rumah, aku bakal disiksanya. Terbayang olehku tangkai sapu atau tendangan kungfu akan siap menghajarku.

Sebaiknya aku pergi saja dari sini. Meskipun berat meninggalkan nona yang baik itu, aku takut pada kakaknya. Siapa tahu ada orang lain yang mau berbaik hati menampungku seperti nona baik itu.

......

"Kitty kemana ya? Kok nggak kelihatan? Lihat Kitty nggak?"
"Nggak."
"Bohong ah! Dibuang ya?"
"Ih nuduh! Pergi sendiri kali!"
"Kitty! Pus! Pus! Tuh kan nggak ada!"
"Pergi kali, namanya juga kucing liar. Udah biar aja!"
"Curiga nih. Dibuang ya?"
"Ngapain buang kucing itu? Megangnya aja jijik."
"Tante, tadi kucingnya lari ke jalan."
"Masa?"
"Iya. Tadi Rio lihat kok."
"Aaaah! Ditendang sih tadi!"
"Yeee nyalahin aku!"


Image and video hosting by TinyPic

Monday, July 20, 2009

Ini Antara Aku dan Ussy

Ini antara aku dan Ussy. Dan alasan mengapa aku tak bergegas kembali ke Jakarta. Alasan mengapa aku tinggal di rumahnya, padahal Ibu menyuruh segera pulang karena rumah sepi tanpa aku.

Ini antara aku dan Ussy. Ketika aku melihatnya mengernyit menahan sakit. Wajahnya yang memucat, langkahnya yang memberat. Tetapi tetap saja ia tersenyum padaku sambil menyodorkan sepiring sarapan pagi.

"Kenapa sih nggak pergi ke dokter? Kenapa penyakitnya dibiarkan saja?" Tanyaku padanya.
"Ah, biar saja. Paling juga aku mati."
Aku benci sekali kalau ia mengatakan itu, meski sambil tersenyum dan mencebik lucu.
"Kamu harus dioperasi, Kak. Tidak akan sembuh kalau dibiarkan saja."
Ia lagi-lagi tersenyum. Lalu kembali meneruskan mencuci pakaian. Sesekali mengernyitkan dahi. Biasanya kurebut cuciannya dan menyuruhnya beristirahat.

Ini antara aku dan Ussy. Kakakku yang sejak kecil tidak pernah marah senakal apapun aku padanya. Kusodori kucing sampai menjerit-jerit karena ia takut kucing. Memanjat pohon jambu mengambilkan layanganku yang putus. Mondar-mandir mengambilkan minum saat aku bertanding bulutangkis dengan para sepupu. Dan ia tidak pernah mengadu pada Ibu.

Kakakku yang baik, sabar, dan canggung. Yang setiap hari bertanya padaku: hari ini mau makan sama lauk apa? Pulsamu kalau habis kubelikan sekalian ya? Mau ngemil apa siang ini? Bakso, siomay atau mie ayam?

Aku mengajarinya berani menyeberang jalan (sambil mengomel dan ia cuma tertawa). Aku menularinya kebiasaan makan es krim sambil berjalan mengelilingi pertokoan (dan ia menikmatinya). Aku menyuruhnya mengubah gaya pakaian dan dandanan supaya ia kelihatan lebih cantik (suaminya terpana). Aku menguruskan toko kecilnya (dan ia jadi bisa tidur siang). Aku memijat pundaknya setiap malam sebelum tidur (ia tak lagi mengeluh insomnia). Tetapi lebih banyak lagi yang ia lakukan untukku, adiknya yang nakal.

Bangun pagi, air panas untuk mandi sudah tersedia untukku. Itu cuma salah satu kebaikannya padaku.
"Ini namanya sayang adik," katanya sambil mencebik.

Aku juga sayang padamu, Kak. Makanya jangan bilang kau akan segera mati. Kau harus mau dioperasi. Bertahan ya, Kak. Nanti aku sendiri yang akan menyeretmu ke dokter untuk dioperasi.

(Kau sudah janji, mau mengajariku mengurus bayi kalau aku punya anak nanti...)


Image and video hosting by TinyPic

Saturday, July 11, 2009

Capek Deh

"Jangan lama-lama ya di Jakartanya."
"Memangnya kenapa?"
"Aku repooot..."
"Ah biasanya juga nggak ada aku. Kenapa baru ribut sekarang!"
"Pokoknya jangan lama-lama. Kapan pulang lagi kesini?"
"Yaelah! Berangkat aja belum udah ditanya kapan pulang!"
"Pokoknya jangan lama-lama."
"Iya baweeeel...!"

.....

Pulang dari Jakarta, saya menemukan toko kecil Ussy berantakan. Semua barang yang sudah saya susun tidak lagi pada tempatnya, stok habis, dan ada beberapa stationery di meja kasir yang hilang.

"Cuma dua hari ditinggal kok jadi berantakan?" Tanya saya.
"Ya habis repot, sambil ngurus ini dan itu."
Saya, seperti biasa kalau marah padanya, merengut dan menghentakkan kaki. Lalu mulai membereskan lagi susunan barang, menghitung stok dan mencatat apa saja yang harus dibeli, tentu saja sambil mengomel.

Waktu pertama kali datang dan memutuskan membantunya mengurus toko jika saya sedang menginap di rumahnya, saya langsung menyadari bahwa Ussy bukan jenis orang yang terorganisir. Saya mulai memeriksa isi tokonya dan menemukan banyak hal yang menurut saya tidak rapi, tidak teratur, dan tidak pada tempatnya.

Saya mulai membereskan semuanya. Membuat beberapa penataan di etalase dan mencanangkan sekian aturan. Menobatkan diri saya sendiri sebagai manajer tokonya.

"Lalu apa kata kakakmu?" Ibu tertawa saat kutelepon.
"Cuma nyengir. Payah!"
"Ya sudah, bereskan lagi aja."
"Capek."
"Ah, begitu aja kok. Sudah bereskan. Kasihan kakakmu."

Kata Ayah, saya terbiasa bekerja di kantor, mengatur anak buah, punya jam kerja dan memang managing editor yang setiap hari mengatur tetek bengek liputan dan naskah, jadi tentu saja punya cara kerja yang berbeda dengan Ussy.

Hampir dua hari sekali, Ussy pergi belanja kebutuhan toko berbekal catatan saya.
"Jangan beli barang yang nggak ada dalam catatan ya."
Tapi pulangnya selalu saja ia membeli yang lain-lain.
"Kenapa beli ini, ini dan ini?"
"Buat persediaan."
"Masih ada. Makanya nggak kutulis. Buat apa dibeli? Sayang stok lama nanti nggak terjual terus keburu expired!"
"Hehehe."
Maka, saya akan mengomel lagi.

......

Siang ini pembeli di toko sedang penuh, Ussy menghilang. Ada beberapa barang yang tidak ditemukan, padahal saya yakin stoknya masih ada. Saya merogoh saku mencari ponsel dan menghubungi nomornya.

"Kak?"
"Hmmm... yaaa?"
"Aku sibuuuuukkkk!!!"
"Iya, iya, sebentar."
Kakak saya tercinta muncul dengan mata kuyu.
"Kemana aja?"
"Hehehe... ketiduran."
"Malah tidur? Aaaarghh!"
"Aow!!!"

Tangannya biru saya cubit. Biar tahu rasa. Huh.


Image and video hosting by TinyPic

Sunday, June 28, 2009

Did You Ever Know A Mother ...


Did you ever know a mother
Who could change a rainy
By letting you invite your friends
For hours and hours of play?

Did you ever know a mother
Who'd pretend she was a nurse
When someone got a sliver
Or a nasty scrape or worse?
A mother who'd jump rope with you to alligator purse?

Did you ever know a mother
Not one bit afraid of mice?
A mom who thinks that puppy dogs
And polliwogs are nice?

Did you ever know a mother
Who could sort of understand
That a person sometimes has to be
A drummer in a band?
A motiff with a lot of
Noisy, nice, old pots on hand?

Did you ever know a mother
Who was all that grand?
If you know of such a mother,
And I'm pretty sure you do,
Tell her how much you love her
The whole year through.

.....

Belakangan saya dan Ussy sedikit bertentangan. Saya mengkritik caranya mendidik anak yang menurut saya menyebalkan. Terlalu memanjakan, terlalu melindungi dan terlalu mendikte.

Ia berniat membelikan anaknya yang masih kelas satu SMA sebuah blackberry.
"Buat apa?" Tanya saya. "Memangnya anak sebesar itu mendapat ratusan email setiap hari? Kalau cuma untuk main fesbuk, masih bisa pakai ponselnya yang sekarang."
Ussy masih bersikeras, meskipun saya menyarankan menyimpan saja uangnya untuk menambah tabungan kuliah anaknya.
"Baiklah," ujar saya. "Terserahmu saja Kak. Rupanya kau sudah kebanyakan uang."

Setiap hari ia mendiktekan buku-buku pelajaran yang harus dibawa anaknya ke sekolah. Suatu malam saya melihatnya mengerjakan pekerjaan rumah anaknya satu buku penuh.
"Apa-apaan ini!" Saya masuk ke kamar anaknya dan memelototinya. "Kenapa ibumu yang mengerjakan PR-mu? Kamu bukan anak idiot. Kerjakan sendiri!"

Setiap pagi, Ussy sangat bawel mewanti-wanti anaknya yang berangkat naik motor. "Hati-hati ya sayang. Jangan ngebut. Buku-bukumu sudah lengkap? Alat-alat tulismu? Buku PR-mu? Dompetmu? Ponselmu?" Lalu ia akan terbirit-birit mengambilkan barang apa saja yang terlupa. Ketika anaknya berangkat, ia masih saja berteriak. "Sayang! Jangan ngebut ya!" Halah!

"Sampai kapan anakmu kau perlakukan seperti bayi, Kak?" Tanya saya. "Biarkan ia bertanggung jawab sendiri atas keperluannya. Ia harus belajar menerima konsekuensi kelalaiannya."

Kemarin saya mendengar anaknya mengumpat. "Rio, bahasa apa itu?" Tegur saya. "Kamu kok seperti preman terminal. Jaga mulut kamu itu." Dan harus selalu saya yang menegurnya, karena ibunya diam saja. Beralasan anaknya bandel tidak mau mendengar nasehatnya.

Masih hari yang sama, Ussy bertengkar dengan anaknya. Ia memaksa anaknya ikut bimbingan belajar menghadapi UMPTN dua tahun lagi. Anaknya ingin menunggu sampai kelas tiga.

"Jangan dipaksa," ujar saya. "Rio tidak akan mengikuti bimbel dengan benar nanti. Pasti banyak bolosnya. Uang jutaan yang kau bayarkan untuk bimbel itu akan sia-sia."
"Biar dia pintar," sergah Ussy.
"Astaga Kak, Rio selama ini selalu peringkat pertama di sekolahnya! Ikut bimbel di kelas tiga lebih efektif. Sekarang biarkan ia menikmati masa pubernya. Jangan kau paksa-paksa. Nanti dia malah berontak."

Rio ingin kuliah di Institut Teknologi Bandung. Saya menyarankannya ikut kursus bahasa Jerman selain Inggris, karena banyak literatur teknik yang berbahasa Jerman. Ussy bahkan tidak tahu manfaatnya. Untung saja akhirnya ia setuju.

.......

Denny: kalau kau punya rumah, kau mau yang seperti apa Mok?
Enno: yang biasa saja. dengan meja-meja yang tidak bersudut runcing. dan dapur yang lapang.
Denny: memang kenapa?
Enno: supaya anak-anakku tidak terbentur.
Denny: wah ternyata kau keibuan juga, Mok. aku takjub!
Enno: ah itu kan cuma sekedar praktis. nanti moodku memasak terganggu anak yang menangis.
Denny: hahaha... kau Mok! dibalik keibuanmu ada kegalakan.

.......

Saya memang bukan seorang ibu. Belum. Dan barangkali nanti bukan ibu yang sempurna. Tapi sejak sekarang saya janji tidak akan menjadi seorang ibu seperti Ussy. Ia terlalu melindungi dan memanjakan anaknya, tak sadar hal itu akan merusaknya.


Image and video hosting by TinyPic

Sunday, June 21, 2009

Mendadak Centil

Ia masuk ke kamar saya. Menghampiri meja rias saya. Mengulurkan tangannya pada tas kosmetik saya. Membukanya. Mengeluarkan body butter saya. Mencolek sejumput besar dan melumurkannya pada tangan dan kakinya. Saya menghentikan acara berpakaian dan memandanginya. Ia menyeringai. "Minta ya?"

Sorenya. Saya sengaja menyelesaikan tugas sebagai admin paruh waktu warnetnya lebih cepat. Biasanya saya pulang jam 6 sore, hari itu jam 4 saya sudah berkemas.
"Mbak, aku pulang cepat ya. Mau luluran."
"Eh, bareng ya! Aku juga mau luluran!"
"Halah! Sejak kapan Mbak luluran juga?"
"Sejak sekarang."

Yeah. Sejak saya berlibur di rumahnya, ada yang berubah pada Ussy, kakak saya. Ia jadi lebih rapi, lebih wangi, lebih modis... dan segala yang saya pakai, ia pakai juga. Tas kosmetik saya selalu tak pernah ada di tempatnya. Kadang-kadang pindah ke kamarnya.

Setiap pagi ia akan menyelinap masuk ke kamar saya, memakai body butter sambil mengoceh ribut.
"Wangi ya body butternya. Wangi apa nih? Kamu beli dimana?"
"Itu wangi vanilla mango. Beli di Bali."
"Aih, jauhnya! Kapan kamu ke Bali?"
"Pesan sama teman di sana."
"Kalau pesan lagi, aku mau ya."
"Hu uh."
Boleh percaya boleh tidak, kemarin kiriman dari Bali tiba. Isinya pesanan Ussy semua. Setengah lusin body butter dan segala masker.

Sejak dulu, soal perawatan tubuh, saya lebih 'ribet' dibandingkan Ussy, si polos. Ussy cuma kenal body lotion, bedak dan lipstick. Sehari-hari saya juga tidak pernah memakai lebih dari itu. Tetapi setiap minggu saya rajin facial, creambath, memakai masker dan luluran.

"Uh, lihat deh tumit Mbak. Kering begini, pakai apa ya biar bagus?"
"Tuh pakai!" Saya lemparkan tube spa gel saya padanya.
"Ha? Gimana caranya?"
"Duh! Ya digosokkan ke tumitnyaaa!"
"Begini?"
"Salah, bukan gitu!"
"Terus gimana?"
"Aduuh... sini, sini aku gosokin! Huh payah! Begitu aja nggak bisa!"
Setelah itu, sampai sekarang ia masih saja terkagum-kagum pada tumitnya yang saya permak jadi halus.

Lain waktu, ia mengeluarkan blus-blus dari lemarinya.
"Hari ini pakai baju apa ya?"
"Duile, centil amat kayak ABG!"
Ia menatap saya dari atas ke bawah dengan sorot iri campur sedih.
"Kamu aja rapi gitu. Bajunya keren-keren. Huh!"
"Aku kan masih muda, weee...!"
"Aku juga masih muda!"
"Ah sudah emak-emak. Sudah deh, biasanya juga nggak pernah ribut pakai baju apa setiap hari."
Tapi akhirnya saya kasihan dan menjadi penata busana dadakan. Ya ampun! Kenapa sih ia jadi centil begini?

Barusan, saat saya sedang mengobrol dengan kakak ipar saya, ia mencolek-colek bahu saya lalu berbisik.
"Retno, nanti Mbak minta masker payudaranya ya?"
Suaminya tampak terperangah dan spontan menatap saya.

Ya ampun Mas... bukan salah saya isterimu mendadak centil!
Hahaha.


Image and video hosting by TinyPic

Sunday, June 7, 2009

She Loves Soccer. Sigh!


Channel lima, channel lima!"
"Channel satu ah!"
"Channel lima aja! Aku mau nonton talkshow, tau! Aku cubit nih!"
"Aduh! Sakit tau! Geser ah! Persija lawan Persitara!"
"Mbak, aku nggak mau nonton bolaaaa! Aku mau nonton talkshow!"
"Sepakbola lagi seru nih! Persija! Mau lihat Bambang Pamungkas!"
"Mbaaaak...! Males ah! Apaan sih! Paling juga Persija dibantai Persitara!"
"Huuu sok tahu! Pemain Persija bagus-bagus, tau!"
"Taruhan?"
"Boleh!"
"Deal! Yang kalah, besok pagi nyapu dan ngepel!"

........

Banyak yang bilang, saya tidak mirip kakak perempuan saya. Memang. Saya mungil, ia bongsor. Mata saya sipit, matanya besar. Rambut saya lurus, rambutnya keriting. Saya putih, ia kuning. Saya bandel, ia alim. Saya suka tertawa, ia lebih pendiam. Saya benci pink, ia justru maniak pink. Saya suka kucing, ia benci. Saya suka menulis, ia hanya suka membaca.

Badannya saja besar, tapi penakut. Menyeberang jalan dengannya bisa lamaaaa sekali. Karena ia takut terserempet mobil yang berseliweran. Kalau saya seret, ia berteriak-teriak. Untungnya ia tidak hidup di Jakarta seperti saya. Bisa-bisa ia baru menyeberang setelah menunggu sebulan.

Tetapi ia tipe ibu rumah tangga sejati. Masakannya enak, dan ia senang memanjakan orang serumah dengan masakan favorit masing-masing. Selama tinggal di rumahnya liburan ini, setiap pagi ia bertanya pada saya mau makan apa hari itu. Ia bahkan membuatkan saya kue-kue kesukaan masa kecil kami.

Lulus sekolah, ia memutuskan tidak kuliah dan langsung menikah, yang mana membuat Ayah marah besar dan nyaris tidak merestui pernikahannya. Masalahnya otaknya paling pandai diantara anak-anak Ayah. Ia sudah diterima di Institut Pertanian Bogor tanpa tes! Tetapi diabaikannya begitu saja.

Okelah ia pandai, tapi ia polos sekali. Saya sering menertawakan kenaifannya. Kemarin saya cerita tentang MOFC-nya Denny dkk. Ia tertawa lalu bertanya tentang Maria Ozawa. Saya jelaskan, ia penasaran. Lalu saya carikan untuknya di google. Ia mengernyitkan dahi... tapi tiba-tiba mencatat website-nya.
"Buat apa?" Saya terpana.
"Buat dilihat kapan-kapan," sahutnya kalem.
Duh, saya nggak bermaksud meracuninya lho. Haha.

Tadi malam itu kami rebutan channel televisi. Yup. Ia benar-benar berbeda dengan saya. Ia sangat suka sepakbola. Ibu rumah tangga-dua-anak-yang-polos-bahkan-menyeberang-jalan-pun-takut itu penggila sepakbola! Sementara saya suka sepakbola tapi hanya sekedarnya. Pengetahuan saya tentang sepakbola terdorong oleh profesi saya sebagai jurnalis. Itu saja.

Tadi malam akhirnya saya ikut menonton sepakbola. Kami kembali seperti anak-anak lagi. Berteriak-teriak di depan televisi. Untungnya suami dan anak-anaknya sedang tidak ada di rumah. Kalau tidak, wah runtuh wibawa saya sebagai tante kedua keponakan saya. Hehe.

Dan....saya yang menang taruhan. Persitara menang lawan Persija. Yipiii!!!

"Besok pagi aku cuti nyapu dan ngepel! Hihihi...."
Kakak saya manyun.

Tetapi... tadi pagi, saya tetap mengerjakan tugas saya, sementara ia menyiapkan sarapan. Tidak sampai hati ah. Mana tega saya melihat ia terbungkuk-bungkuk menyapu dan mengepel, sementara saya diam saja.

"Nanti malam kayaknya ada sepakbola lagi deh," katanya mengumumkan.
"Oh tidaaaaak!!!"
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...