Friday, August 2, 2019

Algernon Project: Marie's Letter

Liebe Elinor,

Aku sudah membaca surat-suratmu, dan maafkanlah baru bisa membalas dengan surat lagi saat ini. Meskipun sudah kuberikan beberapa tanggapanku mengenai cerita-ceritamu selama di Würzburg melalui Whatsapp.

Kau tahu, masalah perceraianku sangat rumit karena jumlah pemberian tunjangan yang masih belum menemukan kata sepakat. Si berengsek itu sama sekali tidak mau memberikan jumlah yang kuminta untuk Celia, dengan alasan aku yang minta bercerai. Ayah macam apa yang begitu pelit kepada anaknya?

Dengan segala keruwetan hidupku akhir-akhir ini, aku menjadi sangat merindukan Würzburg. Aku teringat bangunan kokoh kampusku, Julius-Maximilian Universität, yang mirip istana. Lorong-lorongnya yang berangin, suara langkah yang menggema berirama, dan kelas-kelas yang penuh diskusi-diskusi menarik.

Aku teringat malam-malam musim panas yang diisi dengan gelak tawa teman-temanku dan bergelas-gelas bir. Matahari terbenam di cakrawala yang kulihat dari atas benteng Marienberg, dan pemandangan jembatan tua di atas Sungai Main, yang kau bilang kau sukai itu.

Aku yakin kau sudah mengunjungi Würzurg Residenz. Istana itu sangat luar biasa, bukan? Pertama kali aku datang ke sana, aku hampir terjengkang kaget karena keindahan aula-aulanya. Aula dengan lukisan dinding yang sangat besar karya Tiepolo itu, bagaimana pendapatmu? Mulutmu ternganga lebar saat melihatnya, tidak?

Sayang sekali, kau datang setelah Mozartfest sudah berakhir. Itu festival musik klasik tahunan yang seluruhnya memainkan musik-musik gubahan Mozart. Katanya sih, dulu Mozart pernah beberapa kali mengadakan konser pianonya di Würzburg. Ia dan istrinya sangat menyukai kota itu.

Nanti, aku akan mengajakmu juga ke Sommerhausen, sebuah desa kuno yang dikelilingi perkebunan anggur. Kita bisa mencicipi silver wine khas Franconia yang sangat terkenal itu. Mengunjungi beberapa perkebunan anggur dan mencoba untuk belajar memanen anggur di sana. Seru, kan?

Di dekat sana juga ada hutan. Musim gugur di pedesaan Jerman selalu ditandai dengan masakan-masakan berbahan jamur hutan, juga kue-kue labu yang lezat. Kurasa berat badanmu akan bertambah beberapa kilo sepulang dari Sommerhausen, Elie.

Tidak, jangan salahkan aku. Kaulah yang selalu tak bisa menahan diri dari godaan makanan enak.

Sungguh, deh. Aku juga rindu sekali toko-toko tua di Altstadt dan membeli pernak-pernik untuk suvenir. Dan, tentang toko buku bernama Das Wunder yang kau sebutkan di suratmu yang terakhir itu? Hei, aku tahu toko itu, dan kau akan terkejut kalau kuberitahu siapa lelaki tua pemiliknya yang bernama Jurgen. Ah, tidak.

Aku tidak akan memberitahumu melalui surat. Jadi, selamat penasaran!

Namun, ada satu hal yang paling menggelitik perasaanku, Elinor. Jujur saja, aku sangat terkejut ketika kau bercerita tentang mantan teman kuliahku, Algernon Katz. Aku merasa kau menceritakan seseorang yang asing, yang tak pernah kukenal. Bukan temanku Si Jenius Gerry. Apakah ia memang sudah berubah sebanyak itu?

Apa yang kau bilang tentang sikap yang menjaga jarak itu membuatku terheran-heran. Apakah kau salah orang? Namun, kurasa tidak. Sangat jarang orang Jerman bernama Algernon di kota kecil semacam Würzburg. Itu bukan nama Jerman. Tidak, tidak. Aku pasti tidak salah memberi petunjuk.

Algernon Katz yang kukenal adalah seseorang yang hangat dan menyenangkan. Ia pandai berkelakar dan sedikit jail. Cita-citanya waktu kami masih kuliah adalah membangun gedung-gedung moderen di seantero Jerman. Dan, itu sudah terwujud, kurasa.

Ia terkesan sombong dan ambisius, tetapi  bisa dimaklumi karena ia memang berotak cemerlang. Tentu saja, sebagai temannya, aku akan menyangkal bahwa ia sombong hanya karena sebuah sesumbar. Tidak, kok. Ia cukup terkenal di kampus karena kebaikan hatinya. Banyak gadis tertarik padanya, tetapi ia menanggapi mereka dengan biasa saja.

Ia punya dua orang sahabat. Rolf, dari angkatan kami. Dan satu lagi, seorang gadis yang sangat cantik, yang berkuliah di tempat lain. Aku selalu melihat mereka bertiga kemana-mana.

Apakah sudah terlalu banyak perubahan yang tidak kusadari selama ini? Aku terlalu sibuk dengan duniaku yang riuh oleh pertengkaran dan segala upaya untuk menyelamatkan Celia dari semua ini. Kurasa, kau benar, Elinor. Aku harus segera menyelesaikan urusan ini, dan bersama Celia menyusulmu segera ke kota yang pernah menjadi rumah keduaku―Würzburg.

Omong-omong, apakah kau masih belum bertemu lagi dengan Algernon? Kau tampak sangat mencemaskan lelaki itu. Perlukah ia kuhubungi lagi dan mendesaknya untuk setuju membantumu tanpa berbelit-belit?

Memang sangat disayangkan kalau ia tak bisa menjadi narasumbermu. Perjalanannya ke berbagai belahan dunia itu pastilah sangat menarik, karena yang kudengar dari beberapa teman, ia mengunjungi destinasi-destinasi yang berisiko dan berbahaya. Sudah gila dia rupanya.

Oh, ya. Apakah kau sudah bertemu lagi dengan mahasiswi dari Indonesia, yang kau bilang sangat manis dan ingin sekali kau jadikan adik itu? Selalu menyenangkan bertemu dengan saudara setanah air saat kita sedang berada di negeri yang asing dan sendirian. Temuilah gadis itu selagi aku masih belum datang. Aku yakin, ia bisa menjadi narasumbermu untuk artikel yang lain. Tentang kehidupan mahasiswa perantauan, misalnya. Kau kan, banyak ide.

Elinor, aku harus menjemput Celia di rumah ibuku. Aku sudah janji akan mengajaknya berjalan-jalan hari ini. Kuharap kau masih bersabar menunggu kedatanganku menyusulmu.
Dan, tentang Algernon Katz, aku akan mencoba mengiriminya e-mail untuk membujuknya buka mulut. Haha.

Selamat bersenang-senang di Negeri Dongeng, sahabatku sayang!

Xoxo,
Marie

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...