Showing posts with label Selamanya Cinta. Show all posts
Showing posts with label Selamanya Cinta. Show all posts

Sunday, December 30, 2012

Nominasi Itu...

Ciao amici...

Jadi, sebenarnya saya mau cerita kalau nggak disangka-sangka, beberapa waktu lalu novel pertama saya "Selamanya Cinta" masuk nominasi Novel Pendatang Baru Terbaik dalam kompetisi menulis cerita fiksi dan non-fiksi bertema "Ragam Cerita Hidup di Indonesia". Nama kompetisinya sendiri adalah Tulis Nusantara 2012. Periode lombanya dari 17 November - 15 Desember 2012.

Beritanya sudah disampaikan editor saya Iwied, bahwa penerbit Bukune mengirimkan judul novel dan nama saya, juga dua novel dan nama teman penulis lainnya ke kompetisi itu. Itu adalah beberapa hari sebelum saya membaca pengumuman pemenangnya di akun twitter seorang teman penulis, Alvi Syahrin.

Bukan saya yang menang sih. Novel saya hanya masuk nominasi.
Tetapi saya kaget bukan kepalang ketika membaca ulang artikel tentang kompetisi ini.
Ini kompetisi serius, sodara-sodara setanah air. Diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang menterinya Ibu Mari Elka Pangestu itu, bersama Nulis Buku dan Plot Point. Heu! Saya memelototi lappy sembari speechless.
Novel saya termasuk yang masuk nominasi dari 3.418 judul karya yang masuk ke meja juri. Wow!

Lebih senang lagi karena dua teman penulis yang satu penerbitan, Alvi dan Aiman, juga sama-sama masuk nominasi, Well guys, we did it! 

Yah, mungkin buat orang lain, perkara ini biasa-biasa saja. Tidak buat saya.
Ini adalah pembuktian bagi diri saya sendiri, bahwa apa yang selama ini saya lakukan untuk mewujudkan keinginan saya menjadi novelis seperti para penulis yang saya kagumi ada hasilnya. Bahwa menentang keinginan orangtua untuk berkarir di jalur hukum, meninggalkan karier jurnalistik dan jabatan di Jakarta, bahkan tinggal di kampung nan membosankan ini, ternyata tidak sia-sia.

Ini memang perkara biasa saja. Masuk nominasi penghargaan pemerintah dari sekian ribu karya.
Oh well...Terserah, orang mau bilang saya norak.
Intinya, seperti pernah saya tulis di akun twitter saya: menang atau tidak, bukan itu poinnya. Tapi bahwa karya saya dihargai dan masuk nominasi dari 3.418 judul yang diterima juri, itu yang membanggakan.

Selamanya Cinta hanya sepenggal kisah sederhana ala remaja, yang semua orang pun pernah mengalaminya. Tapi nggak ada seorang pun yang tahu, bahwa saya menulisnya dengan effort yang sangat besar. Dengan perasaan ragu, degdegan, terbata-bata, dan nggak percaya diri.
Ketakutan terbesar dalam dirimu, jika kamu sedang menulis novel pertamamu, adalah jika tak ada seorang pun akan menyukainya. That's the fact! ;)

Pengumuman dan penyerahan penghargaannya sudah berlangsung tanggal 22 Desember kemarin. Bisa dilihat disini ya. Total hadiahnya 112,5 juta rupiah. Yah, cukup bikin garuk-garuk aspal karena nggak menang sih... hahaha...
Selain mengadakan kompetisi menulis ini, Kemenparekraf sebenarnya juga mengadakan workshop menulis di 12 kota di Indonesia. Padahal, saya pengen ikutan tuh. Fyuh!

Tahu nggak, kenapa saya menceritakan ini semua?
You guys, salah kalau bilang saya mau pamer. Ini cuma sekedar share ke teman-teman yang selama ini sudah  mendukung saya. Terutama teman-teman blogger yang bertahun-tahun saling bersilaturahmi di dunia maya ini. Saya mau bilang terima kasih dan mau bilang juga ke teman-teman yang selama ini ragu untuk menulis.
Menulislah. Jangan dulu memikirkan apakah nanti akan bagus atau buruk. Akan disukai atau dimaki. Akan diterima atau ditolak.
Menulis itu nggak susah, yang penting dari hati. Setiap ada kemauan, pasti ada jalan. Iya nggak sih? Iya dong ah! :P

Udah, gitu aja. Saya harus mengedit lagi novel saya yang akan terbit awal tahun depan. Iwied sudah memelintir jilbab karena saya lelet. Addio!

“If you want to be a writer, you must do two things above all others: read a lot and write a lot.” 
 ― Stephen King



Image and video hosting by TinyPic

Tuesday, September 18, 2012

Selamanya Cinta Sejauh Ini

Saya belum pernah cerita ya, bahwa sejak novel pertama saya terbit, saya suka memantau feedback pembaca dari internet. Beberapa kali seminggu, saya iseng searching di Twitter. Mencari tahu ocehan orang-orang tentang novel saya "Selamanya Cinta" dengan berbagai kata kunci.
Dan apa yang saya dapatkan membuat saya terkejut senang.

Banyak sekali yang membicarakan novel itu. Kebanyakan anak-anak sekolah, yang memang cocok dengan genre novel saya itu. Mereka mengoceh, mengobrol, saling merekomendasikan, saling melempar mention dengan topik Abe dan Reina. Betapa mereka ingin punya sahabat seperti keempat tokoh novel saya, ingin punya pengagum rahasia seperti Abe, ingin seberuntung Reina, dan lebih banyak lagi yang merasa punya nasib yang sama dengan dua tokoh utama saya itu. Cinta pada sahabat, yang tak tersampaikan.

Yang melempar mention langsung kepada saya juga banyak. Hampir setiap hari selalu ada. Memuji, menanyakan ini itu, memberi semangat untuk menyelesaikan novel berikutnya, menunggu dengan tidak sabar...
Saya terharu dengan penerimaan atas novel itu. Sungguh di luar ekspektasi. Sebab, waktu menulis novel itu, sebetulnya saya tidak benar-benar enjoy.
Saya sedang patah hati, dan saya tidak siap menulis genre remaja belasan tahun. Dengan susah payah, saya mengumpulkan semua ingatan masa sekolah yang tercecer 'seabad' lalu, meskipun sudah punya beberapa potongan tulisan dari blog.

Be my Abe, then I'm your Reina.

Kalian berdua udah baca selamanya cinta kaann?astagaa abenyaaa

Pengen punya sahabat cowok kayak di novel selamanya cinta


Novel Selamanya Cinta itu inspiratif banget sumfah!!!!


Selesai baca novel selamanya cinta. Hufff sampe nangis bombay di bagian bab terakhirnya



Saya menemukan status-status itu di Twitter. Tentunya yang punya akun masih SMA :)
Dan itu masih banyak lagi. Sayangnya, seminggu sekali Twitter menghapus hasil pencarian lama, dan memperbaharui dengan hasil terbaru. Padahal, masih banyak status tentang Abe dan Reina yang oh-so-sweet.
Setiap selesai searching, saya nyengir lebar. Membaca status-status di akun-akun berbeda, mengenai novel Selamanya Cinta, membuat saya terkekeh sendiri. Kadang geleng-geleng kepala. Kalian lucu sekali, adik-adik... :D

Menurut kamu novel apa yang bagus untuk difilmkan?
Selamanya Cinta!

Di Twitter, akun-akun yang menanyakan hal seperti itu dijawab demikian. Begitu juga dengan pertanyaan 'pasangan paling serasi dalam novel menurutmu?' Saya menemukan beberapa orang menjawab 'Abe dan Reina.'
Saya meleleh...

Novel saya mungkin tidak sefenomenal "Laskar Pelangi", "Ayat-Ayat Cinta", "Perahu Kertas" atau novel apa pun yang kini sudah difilmkan. Selamanya Cinta hanya sebuah novel sederhana, yang bahkan tidak membuat saya merasa puas karena merasa ditulis dengan tekad tidak maksimal (oh, seandainya tidak sedang patah hati...)
Tapi saya nggak mengira, kesederhanaannya bisa menyentuh hati anak-anak sekolah di luar sana, yang sering galau karena cinta. Nggak mengira bakal dicetak tiga kali dan dijadikan topik obrolan saat jam istirahat sekolah (yang ini survei langsung atas bantuan para keponakan-sepupu-kerabat teman yang masih SMP-SMA).

Saya tahu, banyak yang bilang novel ini jelek. Saya tahu kok. Saya tahu ada yang meremehkan. Saya cuma mau bilang, nggak perlu jadi pujangga dulu untuk bisa memenuhi apa yang pembaca mau. Buktinya novel saya dicetak sampai tiga kali. Dua belas ribu eksemplar dalam enam bulan, wahai kamu! Tidakkah itu 'sesuatu'? Boleh saja dirimu meremehkan saya, hanya karena novel saya tidak 'nyastra' seperti seleramu (yang kamu buktikan dengan cara menulismu yang nyastra juga). Bukan berarti saya tidak bisa menulis seperti itu. Lihat saja sendiri di laman blog ini. Prosa liris saya bebas kamu baca. Masalahnya, saya tidak mau terikat dengan gaya mendayu-dayu berbunga-bunga, yang nggak realistis.
Buat saya, novel adalah dimensi kedua tempat saya hidup. Jadi tetap harus realistis. Saya kan nggak ngobrol pakai bahasa prosa dalam keseharian. Barangkali kamu yang seribet itu?

Well, well. Lupakan.
Bagaimana pun juga, saya ambil hikmahnya saja deh. Semua ini membuat saya termotivasi untuk menulis lebih baik lagi. Karena sebenarnya saya juga kan masih belajar di ranah novel.
Buat kalian yang sudah baca Selamanya Cinta (dan yang baru mau baca juga hehe), thank you so much. Ciyum basah untuk semuanya! #Eaaa!

----------------

Btw, draft novel kedua sudah mulai diteruskan lagi, setelah berhasil memenuhi deadline untuk cerpen yang akan disertakan dalam antologi Ini Cinta Pertama.
Buku antologinya terbit bukan Oktober. Dan novel kedua sudah dijadwalkan terbit bulan Desember. Semoga nggak ada halangan, aamiin. 

Ciao!

Writing isn't something that makes me happy like a good cup of coffee. It's just something I do because not writing, as I've found, is so much worse.”
― Quentin R. Bufogle


pict from here
Image and video hosting by TinyPic

Wednesday, August 1, 2012

Flamenco Project: Saya Jatuh Cinta (Day 11 -14)

Ada kejutan di bulan Ramadhan saat saya sedang fokus menulis novel kedua ini. Editor saya, Iwied, menelepon dan bilang novel saya Selamanya Cinta cetak ulang ketiga!
Alhamdulillah, saya senang dan nggak nyangka. Kalian segitu ngefansnya kah sama Abe? Hihihi.

Kadang-kadang saya kangen nulis lagi tentang Abe di sini, tapi nanti saya akan didesak untuk bikin sekuelnya. Saya belum siap bikin novel dwilogi, trilogi dan sejenisnya. Itu mudah tapi juga susah. Mudah, karena karakter tokoh-tokohnya sudah ada, sudah fix. Tapi membuat sekuel itu bawa beban yang nggak sedikit. Dia harus lebih bagus, atau sama bagusnya dengan yang pertama. Kalau nggak, bisa dikritik sebagai novel gagal atau aji mumpung.

Yeah well, pokoknya cetak ulang tiga kali, sodara-sodara! Saya nari flamenco dulu ya! *kayak yang bisa*

Baydewey, saya lagi jatuh cinta lhooo... *kedipkedip*
Yak! Semua langsung duduk tegak, mencondongkan badan ke layar kompi dan mulai memasang radar gosip hihihi...nyante dong ah!

Project Flamenco sudah mulai lancar jaya. Mau tahu kenapa? Ya karena saya lagi jatuh cinta....
sama salah satu tokoh disitu.
Dan saya juga akan bikin kalian jatuh cinta sama dia.... hahaha....

But it's true that I'm enjoying writing this project.
Maybe because I love the setting!
Spain! Omigod! Can you imagine the place with the gothic buildings, beautiful people, handsome matadors, Pablo Picasso's paintings, the gypsies, flamenco dance, et cetera, et cetera?
Or maybe... Enrique Iglesias, gals? Aw, aw! Hehehe...

Seperti saya pernah bilang, lancarnya novel ini mungkin juga karena saya sudah membuat outline-nya lebih terperinci menjadi per bab. Saya punya tujuh bab, dan perjalanan masih panjang, karena saya baru menulis di Bab 2. Tapi dengan ritme yang sudah mulai asyik ini, dan perasaan jatuh cinta yang bikin semangat, saya yakin novel ini bakal selesai sebelum deadline. Insya Allah... :)
Now, I'm on page 34 with 8.500 words. 

Oh iya, satu lagi. Saya dapat kabar dari teman saya LeLittle (nama kamu susah amat ya, cyin? Haha)
Coba kalian buka link iniAda seorang fotografer yang menjual beberapa fotonya untuk didonasikan ke Let's Adopt Indonesia.  Kalau teman-teman mau beli, silakan lho. Fotonya keren-keren banget! Atau bantu sebarkan di blog kalian, ya. Siapa tahu ada yang mau beli untuk donasi.
Dan di link yang satunya lagi (Let's Adopt Indonesia), kalian juga bisa lihat-lihat. Siapa tahu kalian tergerak untuk adopsi binatang-binatang malang (tapi lucu-lucu) yang ditampung sementara di sana. Saya kepingin adopsi salah satu kucingnya, tapi kucing di rumah saya sudah ada tujuh.
Adopsi anjing? Errr... mau sih, tapi takut nggak keurus. Nanti malah dosa kan yaaa. Soalnya selain tujuh ekor kucing, di rumah ada lima ekor kelinci hias (tiga Rex Satin, satu Dutch dan satu Hotot), sepasang angsa jenis Embden, dan ayam-ayam. Rame kan rumah saya?

Okay, saya balik dulu ke draft yaaa!
Ole!
*ngibasin kipas, ngedipin Enrique*


“All you have to do is write one true sentence. Write the truest sentence that you know.” 
― Ernest Hemingway

Enrique! Awww! :))
Image and video hosting by TinyPic

Wednesday, May 16, 2012

Penjelasan dari Pengarang

Hello...
Ini untuk teman-teman baru pembaca novel Selamanya Cinta, yang selalu bertanya: Itu kisah nyata bukan, Kakaaak?
Atau menimpuki saya dengan pertanyaan seperti: Abe itu beneran ada ya, Kak? Masih hidup? Udah meninggal? Masih pacaran sama Abe sampai sekarang?
Pertanyaan-pertanyaan yang sama terus bergulir dari para pembaca novel itu.

Seriously, saya senang kok. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menandakan novel saya dibaca dengan sungguh-sungguh. Dihayati, diresapi. Kisahnya membuat pembaca terhanyut, seolah-olah ikut berada di dalamnya, menyaksikan langsung perjalanan hidup tokoh-tokohnya.

Balik lagi ke pertanyaan yang sering dilontarkan ke saya di twitter dan e-mail, sepertinya saya harus menyempatkan diri menulis khusus tentang itu, ya. Teman-teman blogger sih sepertinya sudah tahu jawabannya, karena selalu mengikuti Serial Kisah Abe di blog ini. Masalahnya, banyak teman-teman baru yang ketinggalan cerita. Baru mampir ke blog ini, setelah membaca novel Selamanya Cinta.

Baiklah. Jadi gini....

Novel itu ditulis dengan menjahit potongan-potongan kenangan saya dengan sahabat saya bernama Abe, yang sudah saya posting di blog ini. Cek label Kisah Abe.

Ketika berupa postingan-postingan di blog, itu adalah kisah nyata. Namun, ketika saya menjadikannya buku, maka saya harus membuat kerangka cerita. Sejak Prolog sampai Epilog. Sejak awal sampai ending. Karena demikianlah syarat kisah yang utuh dalam sebuah novel. Karena itu, saya membumbuinya dengan fiksi.

Dalam versi blog (kisah nyata), saya sudah lama kehilangan kontak dengan Abe. Maklumlah, itu kan pertemanan masa SMA, yang sudah lama berlalu.
Namun, dalam versi novel, tentu saya harus membumbuinya dengan konflik dan ending yang manis supaya seru.

Banyak yang mengira, tokoh Dita-Reina dalam novel itu adalah saya.
It's wrong, guys. Kedua tokoh itu tidak mewakili diri saya. Saya yang asli adalah si Saya di versi blog. Namun, ketika saya memindahkannya ke novel, saya menciptakan tokoh Dita-Reina yang berbeda. Saya menciptakan karakter fiktif, meskipun harus saya akui, saya memasukkan karakter saya sedikit di sana.

Ada juga yang berkomentar, kalau Abe itu benar-benar ada, pasti bahagia sekali punya sahabat seperti dia.
Of course, I did. Saya bahagia sekali saat masih menjadi sahabatnya. Masa-masa sekolah saya yang menyebalkan (sejak dulu saya suka cerita kan, kalau saya tidak suka sekolah dan berandai-andai di masa itu sudah ada home schooling?), menjadi 'mendingan' dengan adanya dia dan dua teman sebangku kami (yang menjadi tokoh Teddy dan Dinda).

Well, sepertinya itu penjelasan saya. Semoga memuaskan.
Administrasi pabrik menunggu huhuhu...


pict from here

Adios,

Image and video hosting by TinyPic

Saturday, May 5, 2012

Quick Update: Siaran Selamanya Cinta

Jadi begitu ya rasanya diwawancara? Hahaha...

Saya yang biasanya mewawancara, sore ini keadaannya dibalik. Saya diwawancara untuk radio Pro1 FM. Disiarkan di udara, live. Itu radio RRI kan? Jangkauannya luas sekali. *glek*

Saya yang biasa bekerja di belakang layar, sekarang mendadak harus berada di depan. Langsung menghadapi khalayak. Setelah siaran radio ini, dua minggu lagi saya jadi narasumber di gathering penulis Bukune. Duduk di depan sekian puluh orang yang siap bertanya... hadeeeh! Grogi!

Setelah novel Selamanya Cinta terbit, sekarang saya jadi punya teman-teman baru anak sekolahan (saya nggak suka istilah fans/penggemar). Abege, masih kinyis-kinyis. Mereka juga jatuh cinta pada Abe dan berharap ada sekuel Selamanya Cinta.

Ada nggak yaaa? :P 

Ngomong-ngomong, cerita dong, ada nggak yang dengar siaran obrolan saya sore tadi? Suara SMP saya yang legendaris akhirnya mengudara! Kyaaaa!

Sejak novel Selamanya Cinta terbit pula, saya 'kehilangan' beberapa teman. Entah kenapa mereka menjauh. Padahal, saya merasa saya tidak berubah. Tetap ngocol, tetap preman, tetap ganjen.
Dan apakah saya jadi sombong? Rasanya pun tidak. Buat saya, punya tulisan yang dicetak, diterbitkan, dibeli dan dibaca itu sudah biasa. Toh, saya pernah jadi jurnalis. Saya membuat majalah dengan tim redaksi. Mencetaknya, menerbitkannya, menjualnya. lalu dibaca ribuan orang seluruh Indonesia karena media kami berskup nasional. Dan lagi-lagi, kalimat di atas itu bukan bermaksud menyombongkan diri. Itu hanya bukti bahwa saya tidak punya hal yang bisa disombongkan.

Gue ini siapa sih? Plis deh!

Tapi sudahlah... saya malas mikirinnya. Jadinya saya malah tahu, yang mana teman sejati bagai kepompong itu. Ya kan? Ya kan? :D

Lagi-lagi quick update-nya kepanjangan! Sudah ya. Sudah waktunya menakut-nakuti diri sendiri. Mau nonton film Children of the Corn: Genesis. Hiiiiy!


pict from here


 Image and video hosting by TinyPic

Monday, April 16, 2012

Guys, Cetak Ulang!

Hai...

Menulis ini di sela-sela membaca novel si Teteh Dee "Partikel", setelah sesorean menonton k-drama. Iya, saya bilang ke Rona kemarin, saya mungkin satu-satunya manusia kutu buku yang nggak seantusias para kutu buku se-Indonesia yang gedebrukan di toko buku, rebutan dan antri beli Supernova episode baru yang ditunggu-tunggu sampai lumutan itu. Iya, saya juga menunggu kok. Tapi nggak merasa perlu saling sikut di antrian kasir toko buku dan rebutan foto sama alien berkepala mirip jambu biji itu. Hehe...

Saya kan orangnya sabar. *pret!*

Rencananya mau beli Partikel nanti kalau saya sowan ke Jakarta saja. Sekalian belanja novel yang lain, dan melihat dengan mata kepala sendiri novel saya "Selamanya Cinta" terpajang manis di display Best Seller. Pikiran saya tentang 'best seller' itu murni cuma angan-angan 'ngarep'. Tapi ternyata... semesta mendukung.

Hah! Mulai ketularan Rona pakai istilah 'semesta mendukung.'

Iya, tapi sungguhan semesta mendukung. Ketika sedang asyik terpesona menonton adegan Goh Ah-jung dan Hyun Ki-joon dalam k-drama Lie to Me, yang sedang beradegan romantis, tiba-tiba ada telepon masuk. Nomor tidak dikenal sih, tapi suaranya cewek yang bicara kok kayak pernah kenal ya?

"Mbak Enno, ini aku!"
"Eh?"
Bumi memanggil Enno! Bumi memanggil Enno! Setengah Otak saya berputar menelisik memori. Mencocokkan dengan suara, sementara setengahnya lagi masih terpesona pada adegan di layar kaca.
"Iwied ya?"
"Iya."
"Hehehe.. aduh, maaf. Lagi nonton k-drama. Terpesona nih sama adegannya. Apaan, Wied?"
Pertanyaan langsung to the point, karena editor saya, Iwied, menelepon di jam kerjanya yang maha sibuk, dan itu berarti urusan bisnis (baca: novel, naskah, kontrak, jadwal promo, dll).
"Selamat ya. Novelnya laris. Ini mau cetak ulang!"
"Apa?" Otak lemot saya masih butuh mencerna. "Cetak ulang? Beneran?"
"Iya, beneran."
Saya langsung terpekik-pekik. Pasti Iwied mikir saya ini ternyata norak juga. Haha biarin!

Jadi, kata Iwied tadi, novel saya "Selamanya Cinta" yang diangkat dari serial Kisah Abe di blog ini akan cetak ulang. Penjualannya sangat bagus. Cetakan pertama sebanyak 5 ribu copy laris. Cetakan kedua, Iwied bilang, rencananya sebanyak 4 ribu copy.

Novel saya dicetak 9 ribu copy hanya dalam kurang dari 2 bulan? Wow! Bagi saya itu memang 'wow' karena saya kan novelis baru. Dan meskipun saya pernah bekerja di media nasional yang dicetak ribuan copy per minggu, di mana di dalamnya ada tulisan-tulisan saya juga, tetap saja novel yang direncanakan akan dicetak ulang dalam jangka waktu sebulanan setelah terbit bagi saya 'wow.'

Terima kasih ya, kalian selalu mendukung saya selama ini. Sudah membeli, membaca, menyemangati, menggubrak-gubrak.

Without you I'm nothing :)

pict from here


love you all so much,

Image and video hosting by TinyPic

Sunday, March 18, 2012

The Story Behind

Dan Meida berteriak-teriak norak di Twitter karena akhirnya bisa melihat wajah saya di novel itu.
Di depan lappy, saya nyengir.

...........

Foto di sampul belakang itu punya cerita sendiri. Foto perempuan berjilbab yang tersenyum sok inosens di depan meja rias di kamarnya, yang kata Meida sama sekali jauh dari bayangannya. Tidak kelihatan centil, jutek, tomboy atau galak. Hahaha.

Lalu di foto itu saya kelihatan bagaimana, Da?
Tahu tidak, perempuan di foto itu adalah perempuan yang hatinya sedang bahagia. Ia sedang mencintai seorang laki-laki yang dia pikir baik, sholeh dan akan menjadi yang terakhir. Laki-laki yang memberikan janji-janji dan ia pikir bukan sekedar latihan menggombal demi menambah jam terbang pacarannya yang masih nol.

Ia sengaja memotret dirinya untuk laki-laki itu. Diberikan padanya untuk dilihat jika sedang rindu--meskipun kini ia ragu, pernahkah laki-laki itu, si pembohong itu, merindukannya.

Perempuan itu masih ingat, suatu hari ia mengirim foto itu via e-mail. Ia berkata, "Tuh, sudah kukirim fotoku untuk kamu. Minta foto aja malu. Fotomu lho kupajang di desktop lappyku."

Tetapi laki-laki itu tak pernah memberitahu di mana sesungguhnya ia menaruh foto itu. Barangkali ia memang tidak pernah menyimpannya, membiarkannya tak terunggah di inbox e-mail.

Ketika editornya meminta ia mengirim biodata dan foto, ia memutuskan mengirim foto itu. Meski masih banyak foto-fotonya yang lain. Yang mungkin lebih bagus, lebih enak dipandang, lebih fotogenik.
Tapi tidak. Ia memilih foto itu, karena novel itu adalah pembuktiannya bahwa kebohongan laki-laki itu tidak bisa menghancurkannya. Tidak bisa menindasnya. Bahwa tanpa laki-laki itu, hidupnya tetap lebih baik.

Ia pemenang, dan laki-laki itulah si pecundang.

Novel itu adalah Tugu Monas-nya. Patung Liberty-nya. Menara Eiffel-nya. Pembuktiannya bahwa ia bisa berjaya meski sudah dibohongi mentah-mentah.

Foto itu, yang dipasang di novel itu, adalah foto seorang perempuan yang sedang mencintai seseorang. Dengan tulus. Yang ketulusannya dibalas dengan kebohongan.

Asal tahu saja.

_________________

PS: foto laki-laki itu masih ada. Di folder yang isinya adalah wajah-wajah yang masuk daftar hitam dalam hidupnya. Folder bertajuk 'WTF'.

pict from here
Image and video hosting by TinyPic

Friday, March 9, 2012

Selamanya Cinta: Behind The Pages #3

Abe!” Ia berusaha mengejar sahabatnya. Abe terus saja berlari meninggalkannya. Ia terhuyung dan tersungkur jatuh. Kakinya sakit sekali. Ia menggapai-gapai, berusaha bangkit, tetapi tak bisa. Kakinya pasti terkilir. “Abe, jangan!”


Ia berteriak. Terus berteriak memanggil-manggil Abe yang dalam sekejap menghilang di antara koridor-koridor rumah sakit. Ketakutan memenuhi rongga dadanya. Ia tahu apa yang akan dilakukan Abe. Ia ingin mencegahnya.


- dikutip dari novel Selamanya Cinta -

......................

Setelah pemakaman Mama, bude saya, ada reuni kecil di rumah. Selalu begitu sih, sejak masih ada Ibu. Sepupu-sepupu, para om dan tante, senang tumplek blek di rumah. Kemarin, mereka mulai meledek soal novel saya.

"Itu gimana cara nulisnya sih?" Tanya seorang tante, sambil memperhatikan pdf novel saya di lappy yang saya gelar di meja makan. "Kamu ngelamun duluuuu, terus nulis. Terus ngelamun lagi. Gitu ya?" Katanya sambil mempraktekkan gaya orang melamun bertopang dagu dengan konyol.

Mereka memang mengenal saya sebagai 'Si Tukang Melamun.' Kadang-kadang, kalau dipanggil pun tidak mendengar, karena pikiran saya asyik mengembara kemana-mana. Kenapa ya saya begitu? Nggak tahu deh. Hahaha.

Yang jelas, tanggapan mereka di luar dugaan saya. Karena saya pikir, mereka akan apriori, mengingat semuanya orang awam di dunia tulis menulis, hanya beberapa orang yang senang membaca, dan satu-dua orang tampak meremehkan.

"Ayo sini, Tante promosikan di BBM!" ujar seorang tante yang lain.
"Bagusnya promo di FB nih!" Sepupu saya berkata.

Alhamdulillah. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari apresiasi keluarga, kan? :)

Well, menulis Selamanya Cinta, membuat saya menemukan banyak hal, banyak hikmah, banyak pembelajaran. Proses menulis novel yang kemarin itu menyakitkan, mengharukan sekaligus menyenangkan.

Kok menyakitkan?
Kan saya sedang patah hati, jadi harus 'memaksa' diri saya untuk kerja keras, disiplin dan fokus menulis, meskipun hati sedang tidak karuan. Dan ternyata, hal itu malah menyembuhkan :)

Mengharukan, karena kalau bukan karena dorongan teman-teman, novel itu tidak akan pernah ada. Iwied 'menodong' tulisan saya dan sejak awal percaya saya bisa melakukannya (menulis novel).
Eka, my old buddy sejak zaman kami dia masih lajang. Ia selalu bilang: "Ayo No, mendingan lu bikin novel. Salurkan perasaan lu jadi hal positif. Lu pasti bisa." Ia bilang berulang-ulang dengan sangat bawel.

Rona, yang 'mengasuh' saya saat patah hati. Memaketkan novel-novelnya dari Bekasi sana, supaya saya punya cukup bahan bacaan penghilang bete. Memberi banyak waktu di sela-sela angka-angka di laporan akuntingnya untuk mendengarkan saya curhat, merengek, bahkan marah-marah. Rona juga yang memberi beberapa masukan untuk novel saya, terutama untuk plot 'menyatukan kembali Abe dan Reina.'

Menyenangkannya di bagian mana, hayooo?

Oh, 80 hari menyelesaikan novel ini memberi pengalaman yang bisa jadi pembelajaran untuk menulis novel berikutnya. Pengalaman itu sangat berharga. Iye tak? :)

Novel Selamanya Cinta sudah beredar di toko-toko buku Gramedia, guys. Untuk sementara baru wilayah Jakarta dulu, ya.

Saya tidak menjanjikan novel ini akan menjadi masterpiece. Saya cukup tahu diri dengan kemampuan saya sendiri. Saya juga tidak akan (sok) merendah dengan menyebut novel ini tidak memuaskan dan kurang bagus. Karena itu sama saja meremehkan semua orang yang ikut andil menjadikan novel ini ada. They are the best team.

Sekarang, saya sedang bersiap-siap untuk proyek kedua. Next will be better!


cover novel Selamanya Cinta


regards,

Image and video hosting by TinyPic

Wednesday, February 29, 2012

Selamanya Cinta: Behind The Pages #2

Day 13. Lancar Jaya


Hari ini berhasil menulis sampai sekitar 5-6 halaman gitu deh. Alhamdulillah yah, sesuatu banget.
Udah benar-benar tau apa yang mau dimasukin, penggalan postingan yang mana dan tambahan ceritanya seperti apa. Kalau besok bisa lima halaman lagi, kali 30 hari aja udah 150 halaman! Hihihi... Itu mungkin udah ending ya...


Ini proyek 30 hari yang gila! Gue nulis novelnya dari nol, meskipun dibantu postingan yang ada, itu cuma selipan.


Ini jadi tantangan buat gue. Bisa nggak ya? Kayaknya sih nggak 30 hari deh. Pasti molor jadi 2 bulan wahahaha...

- a post from Hidden Galaxy, my private blog -

....................

Sesungguhnya saya benar-benar tersandung-sandung waktu menulis novel Selamanya Cinta ini. Terlebih karena saya sedang muak dengan banyak hal, dan galau karena patah hati. Hati saya ketika itu masih berdarah-darah, sampai-sampai blog privat yang harusnya tentang penulisan novel ini pun ternoda oleh beberapa paragraf 'drama' patah hati itu.

Untungnya editor saya, Iwied, sabar dan pengertian. Tidak bawel bertanya-tanya, menggubrak-gubrak supaya cepat selesai, apalagi ketika saya melewati tenggat sebulan yang awalnya saya janjikan.

Sempat lho, dalam perjalanan menulis ini, saya malah terus-terusan mundur ke bab-bab awal untuk memoles ini-itu. Jalan ceritanya malah nggak berkembang, sampai saya bosan sendiri baca adegan yang itu-itu saja. "Habis ini mereka ngapain?" Pertanyaan itu jawabannya blank. Saya cuma bengong sendiri. Hahaha.

Dari outline yang saya kasih ke Iwied, yang juga dibaca editor Gagasmedia, Gita, mereka kasih input supaya chemistry Reina dan Abe lebih greget lagi. Iwied berkomentar, tokoh dalam novel saya banyak sekali. Akhirnya, dalam proses penulisan, saya hilangkan beberapa tokoh yang tidak penting, saya sederhanakan beberapa relationship, dan saya potong beberapa kisah yang tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan tokoh utama.

Jadi agak berbeda dengan outline awal sih. Alhamdulillah, editornya nggak protes :D

Seperti kata Mbak Clara Ng, salah satu penulis kesayangan saya, di sharetwit-nya: alur cerita harus berjodoh dr awal, tengah, dan belakang. Semuanya hrs kait-mengait, bersebab-akibat. Cerita memang diketik dgn proses maju, tapi persiapannya bergerak mundur. Pertanyaan "kenapa, bagaimana bisa begini?" merujuk pd awal.

Saya setuju.

Dan seperti saya tulis dalam posting sebelumnya, bagian yang sulit adalah memilah-milah sekian posting Kisah Abe yang sudah ada itu untuk dimasukkan ke dalam bab demi bab yang berbeda. Saya harus pisah-pisahkan setiap potongan cerita itu ke dalam waktu yang berbeda: saat mereka kelas 10, 11 dan 12. Baru setelah semua posting yang pernah di-publish di blog sudah masuk ke dalam kerangka cerita, saya membuat adegan-adegan baru, juga episode ketika tokoh utama sudah lulus SMU.

Mas M. Faizi, salah satu penyair favorit saya, pernah bilang, saya cocok menulis novel petualangan. Saya belum tanya, kenapa dia berpendapat begitu. Tapi sepertinya ada benarnya juga, tanpa saya sadari, waktu saya menulis novel Selamanya Cinta, di paruh akhir draft tiba-tiba saja saya menambahkan adegan tegang ala novelnya James Paterson (halaaah!), padahal di outline sama sekali nggak ada.

Supaya tidak lupa pada poin-poin penghubung antar adegan, saya menuliskannya di kertas post-it dan menempelkannya di cermin, karena saya memang lebih pe-we menulis di meja rias (sambil ngetik, sambil ngaca--ganjen). Ini bisa jadi tips juga untuk kalian yang sedang mencoba menulis novel atau cerita pendek, guys. Karena sering melintas ide untuk narasi, dialog, penajaman atau tambahan adegan yang sayang kalau tidak segera dicatat. Jadi, siapkan kertas post-it di sebelah laptopmu, oke ;)

Ini contoh catatan di post-it saya:
Notes:
Di Bagian I paragraf awal, deskripsi setting kurang lengkap!
Chemistry Abe dan Reina kurang!
Karmel adalah teman sebangku Reina!
Post-it yang lain:
Penajaman
Karakter Reina lebih di-riangkan
Bahasa jangan terlalu gaul, lebih dewasa, bukan teenlit. 
Membalas kematian Teddy, Abe tawuran. Ditahan polisi, lalu pindah sekolah ke swasta (padahal udah dekat kelulusan). Setelah itu Na dan Dinda tidak lagi mendengar kabarnya sampai mereka kuliah.
Masih banyak post-it yang lain lho. Fyuh! :D

Saya  bilang ke Lita, dalam komen saya di blognya kemarin, bahwa saya punya motivasi menyelesaikan novel ini setelah Iwied 'menodong' saya hari itu. Motivasi itu adalah sembuh dari rasa sakit hati. Menunjukkan kepada orang yang sudah menyakiti saya bahwa saya tetap maju tanpa dia. Saya ingin mengejek dia dengan cara yang elegan.

Menulis novel ini, dalam waktu 80 hari, membuat saya terengah-engah karena mengumpulkan kenangan masa sekolah yang sudah lama berlalu. Meskipun nggak pede dengan hasilnya, saya cukup puas. Menulis di majalah dan punya buku sendiri adalah mimpi saya sejak masih TK, waktu pertama kali bisa membaca. Amazing, saya bahkan masih ingat pernah bilang pada Ibu, "Retno mau bikin buku sendiri, nanti kalau sudah gede ya Bu..."

Menulis di majalah sudah kesampaian, saya pernah menjadi jurnalis dan sampai sekarang masih menulis lepas. Dan sekarang... jeng jeng! Saya akhirnya punya buku sendiri!

So, thanks to Iwied yang menjadikan tulisan saya lebih mengalir, thanks to Gita yang ikut membaca outline, thanks to Bukune, yang memberi saya kesempatan dan kepercayaan menulis novel ini. Thanks to teman-teman blogger yang selalu memberi semangat dan masukan, terutama karena ikut jatuh cinta sama Abe.

Writing Selamanya Cinta... was such a hard journey with the broken heart, tears, sadness, and 'galau', hahaha...

xoxo,

Image and video hosting by TinyPic

Friday, February 24, 2012

Selamanya Cinta: Behind The Pages

Reina adalah seorang gadis dengan penampilan sederhana. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, berpipi chubby dan rambut sebahu yang diikat ekor kuda tinggi di atas kepala. Kulitnya putih, agak pucat. Gayanya agak tomboy dengan sepatu keds dan tas ransel, juga jam tangan plastik besar berwarna hijau metalik. Identik dengan sapu tangan handuk yang terselip di saku rok dan berguna di segala situasi. Cerdas tapi kompleks. Suka berteman tapi juga suka menyendiri. Terkadang naif dan tergila-gila pada prinsip. Membenci pelajaran olahraga dan tidak bisa berenang.

Abe juga berpenampilan sederhana, kecuali sepatunya. Sepatu basket keluaran terbaru yang bahkan belum beredar di Indonesia. Atlet basket sekolah, jangkung dan badung setengah mati. 
Cuek tapi sensitif. Suka merokok di belakang sekolah. Langganan dipanggil guru BP dan kepala sekolah, tetapi sangat cerdas dan sehingga selalu dimaafkan. 

-dirangkum dari outline novel Selamanya Cinta-


.............


Tidak terlalu sulit mereka-reka penampilan dua karakter utama dalam novel saya. Saya punya banyak model untuk Reina, termasuk diri saya sendiri (hehehe), dan khusus untuk tokoh Abe, saya membayangkan Yoo Ah-in, aktor Korea yang selama ini jadi ikon dalam serial Kisah Abe versi blog.

Kesulitan pertama adalah menyusun ulang postingan-postingan Kisah Abe yang sudah dipublish di blog ke dalam kerangka cerita novel. Seperti main puzzle, tapi ini bukan potongan gambar, melainkan potongan cerita. Tidak sekedar menempatkan potongan-potongan kisah itu di tempat yang benar, karena harus pakai logika sambil membangun alur cerita.

Kesulitan selanjutnya, dan ternyata yang terbesar adalah di awal melangkah, ketika harus menulis paragraf pertama. Seminggu pertama saya lebih sering bengong menatap monitor lappy, dan akhirnya malah memilih main game online. Padahal saya sudah kadung janji pada editor, novel ini akan selesai dalam waktu sebulan. Tetapi begitu menginjak bagian kedua, perjalanan saya menulis tidak lagi tersendat-sendat seperti sebelumnya.

Membangun mood juga sulit sekali. Apalagi waktu mulai menulis novel ini saya baru saja patah hati. Hehehe.

Akhirnya, novel ini memang baru selesai setelah lebih dari sebulan. Dalam jurnal privat itu tercatat 80 hari. Hampir tiga bulan! Tapi memang sebatas itulah kemampuan saya.


-bersambung-


Image and video hosting by TinyPic

Sunday, February 19, 2012

Coming Soon My Novel!

Saudara-saudara setanah air,

Akhirnya tibalah saatnya bagi saya untuk memberitahukan bahwa novel kisah Abe sedang dicetak oleh Penerbit Bukune. Judulnya bukan lagi Kisah Abe seperti versi blognya. Berdasarkan pertimbangan, akhirnya berjudul "Selamanya Cinta."

Kalau dalam versi blog, apa yang saya tulis hanya berupa penggalan-penggalan kenangan, potongan-potongan adegan. Maka, dalam versi novel saya menjahitnya menjadi sebuah cerita utuh yang memiliki prolog dan ending. Tentu saja saya merangkainya dengan imajinasi demi kenikmatan membaca dan kesyahduan suasana. *mulai nggak jelas*

Hehehe....

Ini tentang dua sahabat, Reina dan Abe. Yang satu jatuh cinta diam-diam, satu lagi malah sibuk naksir cowok-cowok lain. Yang satu menodai masa abegenya dengan kegalauan cinta, yang satu lagi sibuk menyangkal perasaannya sendiri. Sebuah peristiwa tragis yang berujung maut semakin menjauhkan keduanya. Bertahun-tahun setelah itu, ketika yang satu mulai pasrah, yang satu lagi mencoba menyiasati takdir supaya mereka bisa bersatu.

Berhasil nggak? Baca aja ya novelnya. Endingnya kemungkinan menimbulkan gumaman 'eh?'
Hehe...

Yang jelas, berhubung banyak yang bertanya ke saya, terutama teman-teman yang lebih muda, soal apakah saya pernah jatuh cinta sama sahabat sendiri (bahkan sampai konsultasi segala hihi), novel ini bisa jadi jawaban buat yang bertanya: "terus harus gimana yaaa?"

Ehm... trus buat yang belum pernah ketemu saya secara langsung alias kopdar, atau belum sempat 'ngefren' di FB personal saya yang lama (yang sudah deactivated), maka di novel ini akhirnya kalian akan melihat muka culun saya. Horeee!

Saya tidak lagi memamerkan foto-foto kaki saya yang seksi. Muka culun saya akan terpajang dengan kepercayaan diri yang prima. Jadi, buat yang terlanjur mencap saya cantik, jelita, ayu, beautiful maupun kece, barangkali harus menurunkan pujiannya.... sedikit aja, menjadi manis, keren, imyut, unyu, atau berkharisma, bolehlah! *pret*

Kalau mau pre-order biar sekalian saya kasih cap jempol (kaki), boleh...
Pesan di kotak komentar posting ini, silakan. Tapi lebih afdol japri di ...
E-mail: bidadari_jatuh@yahoo.com
Twitter: @kireinaenno
Fan page blog ini: di sini

By the way, saya belum bisa kasih tahu harganya. Kemarin lupa nanya ih sama editor saya. Maklum, sama-sama orang sibyuk geto. Dia sibuk dikejar-kejar deadline, saya sibuk ngurusin pabrik. Nanti saya update harganya ya. Hayo, dibujet dulu aja dari sekarang hihihi...

Oke, ini dia penampilan covernya. Jeng jeng!



Begitu dikirim editor saya via e-mail, saya langsung suka dengan ilustrasi dan warnanya. Saya suka ilustrasi yang berkaitan dengan rumah. Entah pintu, jendela atau perabotan. Kesannya hommy. Nyaman. Pulang.
Lalu warnanya coklat pula, tambah terasa hangat kan? Yang mendesain sampul, namanya Gita Mariana. Thanks ya Mbak Gita *sok akrab* wkwkwk

The last but not least, guys, pokoknya kalian harus beli yaaaa... 

*wink*

Image and video hosting by TinyPic
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...