Saturday, February 16, 2013

Rain Journey: Catching The Sunset

Tahu nggak, saya dapat sunset yang indah di pantai Ranca Buaya kemarin.
Pernah lihat matahari berwarna merah jambu tua yang bulat sempurna dan besar? Sangat besar dan sangat dekat, seolah-olah bisa disentuh kala kita mengulurkan tangan?

Matahari yang saya lihat kemarin surut dengan anggun ke balik cakrawala. Menyisakan semburat merah jambu dan marun di ufuk barat. Saya dan Wuri berdiri terpaku setelah menjepretkan kamera kami mengabadikan keindahan itu.

"Sampai ketemu lagi, Matahari!" Saya berseru sambil melambaikan tangan. Iya, norak memang. Tapi seumur hidup saya, itu adalah sunset paling bagus dan paling jelas yang pernah saya lihat.

Yup. Saya dan Wuri mblusukan wilaya Garut Selatan beberapa hari yang lalu. Wuri baru pulang dari Gunung Papandayan dan mampir ke rumah. Saya senang karena punya kesempatan 'balas budi.'
Soalnya kalau saya ke Jogja, saya pasti merepotkan keluarga Wuri karena tinggal di sana. Hehe..

Saya itu mana tahu tentan pantai Ranca Buaya, kalau saja tidak disebut-sebut dalam novel Perahu Kertas. Tapi dimasukkannya pantai itu ke itinerary sebetulnya bukan karena saya pura-pura jadi Kugy dan kepengin disusul Keenan (Adipati, susul akuuuh! -prett!). Ranca Buaya sebetulnya letaknya lebih dekat dari kota dibandingkan pantai-pantai lain seperti Santolo, Sayang Heulang, dan lain-lain di Pameungpeuk. Dengan catatan, kita naik angkutan umum rute langsung Ranca Buaya - Garut Kota.

Pukul setengah 10 pagi, waktu kami berangkat dari kota, ternyata kami nggak sengaja malah naik jurusan Pameungpeuk. Berputar-putarlah kami melalui rute-rute 'yang tidak seharusnya.' Pukul 12 siang, mobil elf yang kami tumpangi menyusuri jalan pegunungan di Kecamatan Cikajang yang berkabut tebal. Untungnya, mobil berhenti di rumah makan dan seisi mobil turun untuk makan siang dulu.

Untung saja saya dan Wuri memutuskan ikut makan siang. Karena ternyata perjalanan masih jauh, sodara-sodara! Hahaha...

Kami tiba di Cikelet (masih kawasan Pameungpeuk) sekitar pukul setengah 3 sore. Bayangkan! Jam segitu harusnya saya sudah sampai Jogjaaa!!! Aaarrgghh!
Dan sebelnya lagi, rute ini melewati semua pantai-pantai di Pameungpeuk! Pantai Ranca Buaya malah jadi salah satu yang paling ujung.
Ngiler dong waktu mobil elfnya melewati pantai Santolo dan Sayang Heulang yang landai dengan ombak putih bergulung-gulung. Pengen turuuuun! Tapi kami harus konsisten dengan tujuan awal, sodara.

Ternyata jam segitu sudah nggak ada lagi angkutan yang langsung ke Ranca Buaya, pilihannya adalah ojek. Kami menumpang motor Pak RW setempat yang kebetulan lewat. Karena pangkalan ojek masih nun jauh di Cijayana, katanya. Itu masih di ujung-ujung sana deh pokoknya. Jadilah satu motor butut itu dinaiki bertiga, melewati rute yang naik turun curam dan jalanan yang rusak berat.
Saya curiga Pak RW yang biasa dipanggil Abah itu sakti. Soalnya tanjakan tegak lurus yang harusnya nggak mungkin dilewati motor butut dengan tiga penumpang ternyata bisa ditaklukan juga. Gila euy!

Ngomong-ngomong, pernah dengan tempat yang namanya Puncak Guha?
Si Abah mengajak kami mampir dulu ke situ. Tempat itu berupa puncak sebuah bukit yang menjorok ke laut lepas. Tebing-tebing di bawahnya dipenuhi tonjolan batu karang dan riuh oleh debur ombak. Bukit ini ditumbuhi rumput hijau yang rata kayak sengaja dipangkas tukang kebun. Pemandangannya juga bikin Wuri foto-foto narsis melulu. Haha. Bayangin aja, depan kamu laut lepas dengan ombak memecah di beting-beting karang. sedangkan di kiri, kanan dan belakangmu sejauh mata memandang adalah sawah hijau dan pegunungan. Waktu kami masuk ke sini sih gratis, wong nggak ada pintu masuk atau apa pun. Seolah-olah bagian dari kebun sebelah rumah gitu deh. Hihi. Ada juga emak-emak penggembala kambing yang lagi tidur dan kambing-kambingnya yang berkeliaran di situ.

Setelah dari Puncak Guha, kami kembali meneruskan perjalanan. Dari Cikelet ke Ranca Buaya dengan motor itu sekitar 1 jam. Bokong saya, masya Allah, udah berasa gepeng segepeng-gepengnya nempel di jok motor.

Untungnya, sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan unik. Sawah menghijau sepanjang garis pesisir dan sungai-sungai kecil yang bermuara ke laut. Keren, saya nggak bohong.

Kami sampai di Ranca Buaya pukul 4 sore. Agak kecewa dan super capek karena perjalanannya nggak disangka lama dan jauh banget. Tapi agak terhibur waktu Abah bilang, sunset di situ bagus banget. Kami lalu menyewa penginapan murah seharga 100 ribu per malam. Isinya cuma kasur dan kipas angin. Eh, dikasih welcome drink lho, teh manis panas! Hihi..

Kami berkeliaran sambil motret-motret, nunggu sunset yang katanya bagus itu. Dan memang bener. Bagus banget!

Sayangnya, nggak ada sunrise di pantai ini karena tertutup perbukitan. Kami memutuskan pulang pagi dengan angkutan langsung Ranca Buaya - Garut kota. Sopirnya ditelepon lho sama pemilik penginapan. Baik ya. Setengah enam pagi kami dijemput di depan penginapan. Udah kayak naik travel.

Dan tibalah pada bagian menyeramkan dalam postingan ini, sodara.
Rute ini off road habis! Elf sarat penumpang dan barang harus melalui jalan pegunungan yang melingkar-lingkar di bibir jurang. Setiap kali terguncang, mobil miring ke arah jurang. Mana saya duduk di dekat jendela pulak! Sepanjang jalan saya nggak berhenti berzikir, sementara Wuri berusaha tidur, yang mana tidak  mungkin bisa karena bokong kami terlempar-lempar di jok nyaris separuh perjalanan.

Jalan yang kami lalui ini nyaris berupa jalan setapak yang diperlebar sekedar bisa dilalui satu mobil, diperkeras dengan batu-batu dan di tepi jurangnya sama sekali tidak ada pengaman. Sementara sisi satunya lagi adalah tebing yang rawan longsor. Ini adalah jalan peninggalan masa kompeni, yang dulunya dipakai penjajah untuk mobilisasi pasukan dan logistik.

Di wilayah Cikajang, jalanan kembali normal. Tetap berkelok-kelok membelah perbukitan, tapi lebar, dua arah dan beraspal bagus.

Kami turun di depan pintu masuk menuju Curug Orok, karena tempat itu juga ada dalam itinerary (sebelum mblusukan Garut Selatan, kami sempat ke Candi Cangkuang). Setelah sarapan popmie dan segelas susu hangat, kami menuju curug. Dari jalan raya ke curug bisa ditempuh jalan kaki sekitar 500 meter, melewati perkebunan teh dan pemandangan perbukitan yang indah, Ternyata selain Curug Orok, ada juga Curug Kembar di kawasan ini. Kami nggak ke  Curug Kembar karena katanya lokasinya lebih mblusukan dan licin.

Tentang Curug Orok, sila baca postingan Hans yang INI. Curug ini suasananya emang agak spooky sih. Cuma saya nggak bilang Wuri, yang sibuk minta dipotretin dengan berbagai pose.
Kami nggak lama di sini, karena nggak istimewa amat lah. Mana sepi banget. Pengunjungnya bisa dihitung jari selama kami sedang di sana.

Jalan kaki lagi ke jalan raya dan akhirnya menumpang elf jurusan Garut Kota untuk menuju Cipanas. Kami menginap di sana untuk istirahat dan berendam air hangat belerang.

Kalau boleh disimpulkan. Trip kali ini adalah blind trip. Kami benar-benar jalan tanpa persiapan pengetahuan dan mental. Benar-benar nggak mengira harus melewati perbukitan teh dipenuhi kabut tebal yang mematikan jarak pandang, boncengan motor bertiga di jalan yang curam, dan menantang maut di rute off road dengan mulut jurang menganga nyaris separuh perjalanan. Fyuh!

Saya senang punya partner jalan seperti Wuri. Sama sekali nggak terdengar dia ngeluh atau ngomel. Dia hanya terlalu suka berfoto. Hahahaha...

Minggu depan, saya jalan ke Bromo dengan B. Kali ini, saya mau berburu sunrise.
.
Tunggu Rain Journey berikutnya ya!
Kiss kiss!


Pemandangan depan penginapan. Foto-foto lain belum diedit.
 Nyusul yak!  :D


Image and video hosting by TinyPic

8 comments:

-Gek- said...

nunggu foto sunset! :p

Anonymous said...

fotonya mana kakak....(memudakandiri)

Hans Febrian said...

oh gitu ya sekarang. jalan sama wury aku ga diajak.

*nangis di pojok*

Ima said...

Hihi, jalan-jalan ke pantai emang asik ya mba, apalagi pake acara mblusukan gitu. Aku juga abis ke pantai, tapi sayangnya pemandangannya ga begitu oke, kotor juga pantainya :(

Reza said...

Jadi pengen nich.. yang asyik itu ya nyasar2 itu... menantang. Kalau nggak terbatasi waktu aja, aku justru malah pengennya nggak tau rutenya, trus ntar menginap di tenda atau rumah penduduk... hehehe...

nuhireview said...

wah bikin ngiler mb pengen ke sana

jus manggis murah said...

ajak2 donk ke bromo

distributor jelly gamat said...

pasti seru banget ya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...