"Kenalkan, teman baru kita, Anisa," kata pelatih kami, Mas Dika.
"Ninis," Ia menyebut nama panggilannya. Matanya berbinar, ada dua lesung di pipinya.
Tak perlu lama bagi kami berdua untuk menjadi sahabat. Ia menjadi salah satu dari sedikit sahabat perempuan saya. Karakternya kurang lebih sama dengan saya. Agak sedikit tomboy meski penampilannya lebih perempuan, dengan rambut panjang sebahunya dan lipstik merah pucatnya.
Ibu saya menyukainya. Begitu juga tampaknya ibunya menyukai saya. Waktu ibu saya masih ada, kadang-kadang beliau suka teringat pada Ninis dan bertanya, "Ninis gimana kabarnya ya? Anaknya sudah berapa?"
Begitu juga ibunya. Ketika ibunya masih ada (ibunya juga sudah meninggal, lebih dulu dari ibu saya), beliau suka menanyakan saya. "Enno kapan ke main ke Depok ya, Nis? Mama kangen ketawa-ketawa sama anak itu..."
Ninis lebih tua dari saya. Tiga atau empat tahun jaraknya, saya lupa. Yang jelas, waktu kami masih giat berteater, saya masih SMU dan ia sudah lama lulus tetapi tidak kuliah. Ia bekerja sebagai SPG, membantu orangtuanya membiayai sekolah adik-adiknya. Ia pernah bertanya pada saya, "Lu nggak malu temenan sama gue? Anak-anak yang lain pada kuliah, gue cuma SPG."
Senior-senior saya di teater itu memang mahasiswa, beberapa malah kuliah di IKJ. Semua punya bakat akting yang bagus, beberapa dari mereka bahkan sering saya lihat bermain di sinetron. Yang membuat saya senang berteman dengan Ninis justru karena ia tidak minder berbaur dengan yang lain, bakat aktingnya bahkan lebih bagus dari mereka. Ia memberi saya contoh kepercayaan diri.
Di sanggar kami, beberapa orang menonjol di hal-hal yang berbeda. Saya dinilai lebih jago di reading. Mereka menjadikan saya sebagai si pembaca puisi. Setiap ada lomba baca puisi, mereka menyorong-nyorongkan saya untuk ikutan. Padahal saya sebenarnya selalu grogi. Kalau ada pementasan teater atau monolog, Ninis selalu ada dalam daftar pertama. Itu sudah menjadi semacam tradisi.
Lalu suatu hari, Mas Dika memutuskan untuk menukar peran. Ninis tiba-tiba harus ikut lomba baca puisi, dan saya diberi peran dalam sebuah pementasan pendek untuk pekan teater di beberapa sekolah.
"Nggak bagus kalau dibiarkan terus begitu," kata Mas Dika. "Nanti kalian nggak berkembang. Ninis memang bagus di akting dan Enno bagus di reading. Tapi Ninis juga harus memperbaiki kemampuan reading dan Enno harus memperkuat akting."
Seminggu sebelum pementasan, Ninis selalu ke rumah saya sepulang kerja. Melatih puisinya di depan saya, minta dikomentari dan dikritik, sementara saya berlatih akting dengan sungguh-sungguh. Memerankan salah satu karakter utama dalam drama karya sastrawan Rusia, Anton Chekov. Drama berjudul Rude Man (Orang Kasar), seorang janda yang ditinggal mati suaminya, menyalahkan semua orang dan mengurung diri di kamar selama tujuh bulan.
Ninis memenangkan lomba itu dan pementasan saya juga sukses. Kemampuan readingnya semakin bagus, bahkan akhirnya di kemudian hari ia menjadi pengisi suara untuk berbagai iklan di televisi dan radio sampai sekarang. Kadang-kadang saya merasa mengenali suaranya ketika sedang menyaksikan sebuah iklan.
Hari ini saya menemukan naskah drama usang terselip di antara berkas-berkas lama. Naskah Anton Chekov itu. Saya jadi ingat Ninis. Nomor teleponnya hilang bersama hilangnya ponsel saya beberapa bulan yang lalu. Tetapi saya masih ingat rumahnya di Depok sana.
Saya mencatat dalam agenda barusan: Desember, Jakarta, ke rumah Ninis.
“A friend is one that knows you as you are, understands where you have been, accepts what you have become, and still, gently allows you to grow.”
― William Shakespeare
pict from here |
8 comments:
ohhhh....mana2?
mau dong liat mba enno yg jago reading :D hohohohohohohoho
ajarin jugaaa mbaaa
Kalo maen ke rumah saya kapan ya? :D
hiks, hiks...sayah apah desemberh bisah jalanh jalanh jugah yah...*lebay* :D
@glo: reading dialog drama? haha... itu kan kt mrk, bkn kata aku.. tetep aja lomba mah ga menang2 :P
@monik: tergantung sesajennya apaan mon hihihi...
@rona: heeee! awas klo ga bisaaaa!!!! tim galauers gak lgkp tanpamuuuh!
waah, mbak enno juga pernah ikut teater ya?? :D
hehe dulu lagi masih abege :)
wah, ternyata selain jago nulis, enno anak teater juga ya. ckckck. 8 thumbs up! haha :p
hihi...jaman ababil hans. lagian klo kegiatannya ke mall, aku ga pny duit :P
btw 8 jempol minjem jempol sapa lagi tuh? wkwkwk
Post a Comment