Thursday, January 24, 2008

My 3rd Day - (Without You) Not Always Be Sad

Di mata hitammu
Kulihat sebatang cemara
Berdiri angkuh sendirian
Melambangkan kehampaan
Ku tak tahu yang sesungguhnya
Siapa di bawah langit itu
Memandang padaku. Melintas-lintas bak kilat sinar


Bayangan gelapmu
Melingkupi perasaan yang meragu
Karena ku tak tahu kemana kita menuju
Kau orang asing bertahta di hatiku
Di bawah langit itu. Dan bulan. Dan bintang
Dan aku tak bisa menjawab jika seseorang bertanya
Bagaimana ‘ku bisa mencintaimu


-------------------------------------------


[Pak Suryo Mana Sih?]

Sungguh. Aku datang ke kantor dengan semangat yang turun sampai ke dengkul. Mana perut lapar. Mana sakaw kopi. Ternyata ruangan aku sudah terisi para kolega.
Berhai-hai sama mereka, menaruh tas, menyalakan si kompi, beranjak mau bikin kopi. Tiba-tiba Herni bertanya, “Pak Suryo kok belum datang?”
“Suryo yang mana?”
“Suryo yang mana… emang ada berapa Suryo disini?”
“Hm… masih sakit kali. Tensinya belum turun.”
“Gitu ya?”
“Lu telpon dong… Tanya. Siapa tau masih sakit. Nggak ada perhatian amat sama orang tua!”
Herni meraih gagang telpon dan mendial nomor. Nggak berapa lama…
“No, kata isterinya udah berangkat dari jam sembilan tuh! Wah si bapak kemana dulu ya?”
“Telpon dong Hpnya. Siapa tau kenapa-napa di jalan.”
“Gitu ya?”
“Gitu ya, gitu ya… telpon deh buruan. Gue mau cari sarapan dulu ya. Ntar kasih tau gue si bapak nyangkut dimana.”
Aku ngeloyor keluar ruangan setelah menyambar dompet. Di mejanya yang ada di pojokan, Pak Suryo lagi senyum-senyum.
Hehe.


[nangis bombay bareng-bareng]

Pulang kerja naik angkot. Di dalamnya terdapatlah dua orang mbak-mbak tengah duduk manis dengan segebung belanjaan. Menoleh kiri kanan, aku heran, kenapa semua orang di dalam angkot ini menutup hidungnya? Lalu gak berselang lama hidungku menangkap bau menyengat dari salah satu keranjang mereka. Bawang, sodara-sodara! Menyengat dan bikin mata pedas.
Pantesan ibu-ibu gendut yang duduknya di pojok itu nutup hidungnya rapet bener, sampe aku mikir dia napas pake mulut kali. Udah gitu, matanya melirik-lirik sadis sama yang punya belanjaan. Pasti dia menyimpan dendam kesumat sama mereka karena sudah membuat dirinya terancam gagal napas hehe…
Terus mas-mas lumayan manis di sebelahku, kirain sedang ngeliatin aku. Pasalnya duduknya agak miring ke arah aku gitu, begitu juga kepalanya menghadap ke arahku…
Ternyata, dia sengaja membelakangi si pemilik bawang dan lagi nyari ruang untuk bernapas ya? Hehehe… kirain naksir saya, Mas…
Untungnya aku kebagian duduk di depan pintu jadi gak terlalu tersiksalah. Tapi kasihan deh orang-orang yang duduk di bagian dalam angkot bersama kedua mbak-mbak itu. Sepanjang jalan mereka nangis (bawang) bombay bareng-bareng. Duh aku jadi pengen ketawa.
Aku baru bisa ngakak pas udah sampe rumah. (Mau dijitak orang seangkot apa!)
Hahaha.

1 comment:

Mei said...

Hi Enno!
Pantesan gaya penulisannya berasa agak beda (gak sengaja nyasar ke tulisan ini), ternyata tulisan 3 tahun lalu toh..Btw, di tulisan pertama itu maksudnya pak Suryonya beneran "kenapa2" di jalan ya?

*serem sendiri jadinya abis nanya>_<*

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...