You and I
against a rule,
set for us by time.
A marker drawn
to show our end,
etched into its line.
The briefest moment
shared with you-
the longest on my mind.
-Lang Leav
_______________________________
Dear Besar,
perempuan itu masih sama dengan perempuan yang dulu kau temui di Tifa.
Yang kau tawari tempat sembunyi dari marabahaya. Yang matanya berbinar setiap menatap wajahmu.
Gelaknya masih ramai. Dan ia masih suka mengomentari orang-orang yang berpapasan dengannya.
Ia masih akan menukar ati ayam di piringmu dengan rempela. Masih akan membuatkan teh manis hangat jika kau kedinginan. Masih akan memelukmu dengan tangan-tangannya yang kecil kalau kau resah. Ia masih akan memberimu apa pun, jika kau minta.
Hari itu, ketika kau melihatnya menangis sepanjang jalan di kereta, ia masih perempuan yang berharap kau bahagia. Perempuan itu, si Kecil yang dengan riang menyelipkan lengannya di lenganmu saat jalan bersisian, masih orang yang paling bangga pada semua pencapaianmu. Meski lebih banyak hari ia memperhatikanmu dari jauh, hatinya tak pernah lepas darimu.
Lalu kau meninggalkannya di koridor sepi berangin. Menulikan diri saat ia memanggilmu, meminta tetap tinggal.
Hari-hari berlalu. Minggu demi minggu. Perempuan itu masih sama dengan perempuan yang berdiri bersamamu di tengah kabut Bromo yang membeku. Ia masih perempuan yang mengajakmu mencari gua dalam rimbun hutan, dan menyuapimu keripik saat kau tengah menyetir menuruni bukit.
Namun, ia juga berbeda. Ada sesuatu pada dirinya yang terjaga, ketika kau meninggalkannya atas nama ragu.
Besar, ia membawa bulan dalam sakunya. Separuhnya milikmu, tentu saja.
Kau yang memberinya cahaya.
From his Tumblr |