Dear Besar,
Pagi ini, ia hanya ingin menulis. Menulis saja, tentang seorang lelaki yang menyukai saus tomat.
Lelaki yang kepadanya menitipkan masa depan. Lelaki yang melingkarkan lengannya untuk tempat berlindung. Dari dunia yang tak pernah berhenti berbuat kejam. Dari ketidakberuntungan yang selalu datang beruntun. Dari kesepian dan kehampaan yang mengurung seperti empat dinding penjara tak kasat mata.
Lelaki itu selalu berkata, "Lupakan semua itu. Sekarang ada aku."
Pagi ini, ia merindukan semua adegan yang semakin samar dalam benaknya. Percakapan-percakapan tentang dunia mereka berdua, yang dialognya mulai terdistorsi waktu dan kesedihan. Perjalanan-perjalanan itu, dan rute-rute yang pernah dijejak, yang kini terhapus angin dan hujan. Seperti mimpi, segalanya kini serupa bayang-bayang. Sosok-sosok kabur dalam kisah yang hilang arah.
Pernahkah kau mengingatnya, Besar? Pernahkah kau, seperti dirinya, berharap ada mesin waktu yang bisa membawamu kembali ke hari-hari itu?
Ia selalu merasa, kalian berdua terhubung oleh tali tipis tak kasat mata yang tak bisa diputuskan oleh gunting setajam apa pun, pedang sesakti apa pun.
Ia tak pernah bisa mengenyahkan sosokmu dari benaknya.
Seperti hari silam, kau selalu menjadi yang pertama ia pikirkan ketika terbangun pagi hari dan yang terakhir menghuni benaknya sebelum berangkat tidur.
Ia masih memanjatkan doa-doa untuk keselamatanmu lima kali sehari dalam setiap sujud.
Kau seperti penghuni abadi dalam dirinya, tak sudi enyah meski waktu berkhianat.
Tentu saja ini selalu tentang kau, Besar.
Karena hidupnya tak pernah sama lagi sejak kau ada.
Sejak telepon yang diwarnai kegugupan dan tawa canggung yang samar. Sejak diskusi tentang kamera dan fotografi di suatu siang yang berlanjut sampai malam.
Tentang draft yang nyaris terbengkalai karenanya.
Tentang hari-hari sesudahnya, ketika kau menemaninya menyelesaikan draft. Memberinya semangat.
Hangatnya masih terasa. Seolah-olah, semua itu baru terjadi kemarin.
Kau menyukai saus tomat.
Setiap kali kalian makan di rumah makan cepat saji, maka wadah-wadah berisi saus tomat mendominasi.
Rasa saus itu, manis sedikit asam, perpaduan sempurna dari apa yang terjadi pada kisahmu dengannya.
Barangkali, kau hanya menganggap semua itu tak berarti. Keping-keping adegan yang harus digunting oleh badan sensor kepatutan dan kelayakan. Dibuang di sudut kamar gelap. Terlupakan. Seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.
Kau menikmati kehidupanmu sekarang. Seolah tak pernah ada perempuan itu sama sekali.
Tak apa-apa..
Tak usah pedulikan, meski di sudut sana ada seonggok hati yang terluka. Berdarah dan mencoba bertahan.
Ia tahu, terkadang kebahagiaan menuntut pengorbanan.
Demi kebahagiaanmu, perempuan itu telah berjalan ke guillotine. Menyerahkan kepalanya kepada algojo.
Tak ada yang tersisa selain cinta. Mengambang resah di udara.
Besar, kau masih menyukai saus tomat, kan?
Rasa asamnya seperti cinta yang dengan dingin kau hempaskan.
Namun ada sesuatu yang tumbuh saat kau tinggalkan. Separuh dari dirimu.
Perempuan itu akan menjaganya. Sendirian, menghadapi dunia.