Ada kalanya ia menjalani hari-hari tanpa mengingat Pria Hujan-nya. Tiba-tiba seseorang bertanya, "Kamu masih berharap padanya?"
Dan ia ingin sekali menertawakan si penanya. Tidakkah dibacanya semua tulisan itu? Semuanya selalu tentang Pria Hujan-nya.
"Baca blogku," sahutnya. "Lalu kamu akan tahu jawabannya."
Kemudian, gara-gara pertanyaan itu, ia kembali terlempar pada segala kenangan yang belum pudar. Belum menjadi sejarah yang tertulis baku. Ia masih akan mencantumkan banyak hari. Menambah dan mengurangi.
"Sampai kapan kamu akan terus berharap?" Tanya seseorang lagi.
Dan ia hanya menggeleng sambil tersenyum. Ia sungguh tak tahu jawabannya. Yang ia tahu, Pria Hujan selalu berkibar di langit hatinya. Seperti bendera dalam upacara.
Lalu hari-hari dimana Pria Hujan melintas dan menjelma menjadi upacara rutin yang harus ada. "Memangnya kalian tahu apa tentang cinta?" Teriaknya pada orang-orang yang mencerca.
Ada kalanya datang hari dimana ia merasa begitu tak berdaya.
"Kenapa kamu mencintai dia?"
"Karena hatiku adalah bumi yang kerontang dan ia adalah hujan."
"Hmm.... dia cukup tampan," kata sepupunya.
"Hmm.... dia cukup tampan," kata sepupunya.
"Ya, tetapi bukan itu yang membuatku suka padanya. Ia stabil. Ia dewasa. Ia tenang dan menyejukkan. Semua itu kebalikan dariku."
"Berapa kali kudengar kata-kata pujian itu..."
"Hey, kamu yang bertanya!"
"Pujian itu, katakan langsung padanya."
"Ia orang yang tidak suka dipuji."
"Pujian itu, katakan langsung padanya."
"Ia orang yang tidak suka dipuji."
"Jadi bagaimana ia tahu bahwa dirinya sangat berarti bagimu?"
"Nanti juga tahu."
"Katakan saja sekarang. Ambil ponselmu, tulis sms dan kirim. Mudah kan?"
"Tidak semudah itu, Sepupu."
"Katakan saja sekarang. Ambil ponselmu, tulis sms dan kirim. Mudah kan?"
"Tidak semudah itu, Sepupu."
"Nanti keburu diambil orang lain."
"Itu sudah resiko."
"Itu sudah resiko."
"Apa sih yang kamu pikirkan?" Sepupunya mulai jengkel.
"Bagaimana kalau ternyata ia menyukai orang lain? Semua perasaanku yang kuutarakan itu tak akan berpengaruh apa-apa padanya."
"Oh Tuhan! Setidaknya kamu sudah mengatakannya dan tak akan ada penyesalan seumur hidup."
"Ia sudah tahu aku mencintainya, tetapi ia tidak tahu sebanyak apa."
"Beritahu dia!"
Ia menatap sepupunya yang uring-uringan. Menggeleng dan tersenyum.
Ia menatap sepupunya yang uring-uringan. Menggeleng dan tersenyum.
Adakalanya datang hari dimana ia merasa sangat cemburu ketika Pria Hujan bersama seseorang. Ia ingin sekali memutar nomor ponselnya dan mengatakan betapa hatinya pedih, betapa takutnya ia kehilangan.
Tetapi ia sudah berjanji untuk tidak bersikap egois. Ia hanya ingin Pria Hujan-nya memperoleh yang terbaik dalam hidupnya.
Ia mencintai hujan yang menebarkan wangi tanah ketika basah. Ia mencintai pria itu, yang serupa hujan dalam hatinya....
8 comments:
No. . .
Loe kalo posting tuh cerita nyata ato cerita khayalan yg ingin jadi nyata ato cerita ngarang doang sih?
Jadi bingung. . .
Klo bingung jadi laper. Makan xuu...
kita adalah himpunan semesta dari tak terhingga bilangan.terkadang saling mengiris. saling bertautan.
pasti lebih indah bilamana kita mampu menempatkan diri pada posisi kesadaran dan bilangan lainnya yang mengiris diri kita pada suatu tempat yang tepat dalam sebuah bingkai hati. tentu saja urutannya setelah Maha CINTA dan yang Dicinta oleh segenap para pencinta.
salam,
Memendam rasa pada seseorang... Aduh Enno... rasanya campur aduk!
slugger: ini semuanya kisah nyata gue... :)
gundul: hmmm... begitu ya :)
tea: resti, engkau benar sekali :)
wah kalo kisah nyata gw tambah bingung nih.....
loe ga mau kawin ya no???
tralalal. . .gw makan dulu ah
slugger: ijul, anak kecil udah ngomongin kawin! sana makan, minum susu, cuci kaki trus bobo! :p
ENNO! :D saya suka sekali gaya menulismu...:)
simungil: thx ya, memang utk dinikmati sama2... sering2 mampir ok :)
Post a Comment