Inisial namanya IA. Dia sudah beberapa lama ada dalam kehidupan gue, tapi selama ini selalu gue pinggirkan dan gue anggap gak ada. Bahkan dalam blog ini dan buku harian di rumah, namanya gak pernah tercantum, kecuali hari ini.
Nggak ada maksud menyembunyikan dia dengan sengaja. Malah T pernah gue ceritain tentang orang ini. Seorang lelaki yang di dalam hatinya dianggapnya sebagai saingannya, padahal sebenarnya bukan.
IA ada setelah Dia. Setelah gue cukup lama mengenal Dia untuk menganggapnya sebagai belahan jiwa dan orang yang paling mengerti gue. Sehingga ketika ada orang lain yang mencoba memasuki kehidupan gue dan menawarkan perasaannya, gue udah nggak punya lagi cinta untuk diberikan.
Kalau bukan karena ibu, gak bakalan gue mau mencoba untuk berteman dengan IA. Dia sudah menganggap dirinya adalah calon suami gue. Aduh, please dong! Itu kan kata lu, bukan kata gue!
Cukup satu minggu untuk menyadari bahwa kami sama sekali gak cocok. Tapi dia mungkin gak peka, gak menyadari atau membutakan diri. Dia tetap saja merasa bahwa kami adalah pasangan yang tepat dan memuji-muji gue setinggi langit.
Menurut gue, dia bodoh, kasar, chauvinis, egois dan maniak seks!
Dia meninggalkan pekerjaannya yang menjanjikan di sebuah provinsi di Sumatera, karena tidak tahan bekerja di hutan yang katanya sepi. Dia bilang, dia lebih suka bekerja di kota. Dekat dengan orangtua dan saudara-saudaranya.
Well, apa gue salah kalau akhirnya gue mencap dia anak manja, anak mami dan bodoh?!
Umurnya sudah hampir 40 tahun dan dia bicara seolah-olah mencari pekerjaan untuk orang seusia dia itu mudah. Memang akan sangat mudah untuk orang yang expert dan punya banyak pengalaman. Tetapi yang gue tau, dia tidak punya pengalaman lain selain bekerja di tempat yang ditinggalkannya dengan optimisme keblinger itu.
Dan apa maksudnya dia pengen deket orangtua? Demi Tuhan, dia kan laki-laki!
Oh, dia memang bodoh! Dia bilang ingin menikah dengan gue, tetapi kenapa dia malah melepaskan pekerjaannya? Apa dia pikir gue begitu cintanya sama dia sehingga mau menunggu dia sampai mendapat pekerjaan untuk bekal berumah tangga? Atau dia mungkin berpikir, gue mau menikah dengannya dengan konsekuensi gue yang menghidupi dia?
Gue mungkin akan melakukan hal itu. Menunggu atau menikah dengan resiko apapun. Tapi dengan orang yang gue cintai, bukan dengan dia!
Setiap hari dia memuji gue. Tapi dengan kata-kata yang nyaris tak senonoh, norak dan kampungan. Apakah hanya fisik gue aja yang berarti buat dia? Kenapa dia nggak seperti orang-orang lain yang memuji talenta, kecerdasan, keceriaan, kebijakan gue, misalnya…
Kenapa cuma fisik yang penting buat dia?! Gue jadi muak!
Dia gak pernah menghargai gue sebagai pribadi, tetapi sebagai barang. Kamu yang seksi, yang hot, katanya… Oh, dasar bajingan kau!
Kalau pendapat gue berseberangan dengan dia, gue langsung mendapat cap baru. Plin-plan, ada maunya, berpikiran sempit, garing, basi, ngawur, dan sebagainya.
Dan dia gak pernah mau minta maaf, sekalipun dia tau dia salah. Dasar chauvinis! Dia selalu menganggap dirinya superior dibandingkan gue.
Dipikir-pikir, ada kemungkinan dia itu maniak seks, menilik topik pembicaraan yang selalu dibelokkannya ke soal-soal yang berkaitan dengan seks. Sampai suatu hari gue marah besar dan berteriak di telepon, bahwa dia bukan sedang bicara dengan pelacur atau cewek murahan.
Suatu hari, ketika dia minta foto gue, gue menolak memberi. Soalnya, temen-temen gue bilang, kalo dia piktor begitu, ada kemungkinan foto gue dipake untuk hal-hal yang menjijikkan. Lalu dia ngatain gue suka berubah-ubah pikiran dan berpikiran sempit. Sejak itu gue gak pernah lagi membalas SMS-SMS-nya.
Gue ceritain keputusan gue ke nyokap gue. Gue bacain semua SMS IA yang isinya mencerminkan apa yang udah gue ceritain itu. Untungnya gue gak dimarahin karena memutuskan untuk menjauhi IA. Ibu mana yang sudi anak perempuannya disakiti, meski secara verbal.
Temen-temen gue, terutama yang cowok, semuanya marah karena mereka menganggap si IA nggak sopan sama gue. Mereka nyuruh gue menjauh. Mbak Anna bilang, cowok kayak gitu gak akan pernah menghargai perempuan. Dia punya kecenderungan melakukan kekerasan dalam rumah tangga, fisik atau verbal.
Dia pecundang, kata temen-temen gue dengan kompak. Dia tau sebenernya lu lebih unggul dari dia, itu sebabnya dia bertingkah sok superior untuk menutupi kekurangannya.
Oh yeah. Well. IA udah tamat!
1 comment:
Waduh... beneran ada laki-laki seperti itu? Memprihatinkan sekali, mudah-mudahan saya tidak menjadi seperti salah satu dari mereka (Amin...).
Post a Comment