Tiga peri terbang mengelilingi bunga
Memanen embun
Menampung dingin dini hari
Geletar sayap sutra dan dekik pipi
di wajah-wajah manis berseri
Aku lelah, kata Peri Merah
Aku bosan menunggu, kata Peri Biru
Mengapa selalu hening, kata Peri Kuning
Lalu aku merengkuh mereka
dalam selimut kelopak bunga
_____________________________________
Sekarang ia tahu perasaan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Ia paham, meski ia belum pernah melahirkan dan membesarkan anak seorangpun.
Ketika ia tak bisa lagi bersenda dengan peri-peri kecil itu. Ketika peri-peri kecil itu dihalau darinya.
Hatinya patah. Mereka tak bisa lagi diundang ke kelopak bunganya untuk bermain.
Setiap hari Bunga Rumput menatap keluar jendela. Memperhatikan anak-anak kecil bermain di halaman dan melambaikan tangan kepadanya.
"Pagi Tante! Ikut main yuk!"
Alih-alih bergabung dengan mereka, sekedar menyapa dan mengusap rambut mereka yang halus seperti biasa, ia malah tercenung.
Memikirkan peri-peri kecilnya yang hilang. Sedang apa mereka sekarang? Apakah mereka baik-baik saja?
Suatu hari, di depan jendela itu ia menangis. Di luar hujan tengah turun dengan deras. Ia tahu, seharusnya ia tak boleh begitu. Apa haknya terhadap peri-peri kecil itu? Ia bukan ibu mereka.
Bahkan saudara pun bukan. Ia hanya orang yang ikut mencintai mereka. Entah karena apa.
Mungkin karena mereka begitu manis dan rapuh.
Ia selalu ingat wajah-wajah jernih yang tengadah kepadanya. Tangan-tangan mungil yang terulur, berharap dipeluk. Mata-mata bening yang menatapnya penuh rasa percaya, ketika suatu hari ia bilang sayang mereka.
Di depan jendela, Bunga Rumput berdiri menghitung sepi....
No comments:
Post a Comment