Apakah di sana hujan? Apa kabar saudara-saudara kita yang berkoteka? Tiba-tiba aku ingat kamu, ketika angin mampir lewat jendela yang terbuka. Entah kenapa. Aku ingat episode terakhir kita. Burung besi yang membawamu pergi. Di bandara ketika itu aku duduk termenung sepeninggalmu. Lalu berjalan hilir mudik seperti orang bingung. Mencari jejakmu di bangku yang kamu duduki sejam yang lalu. Di resto siap saji itu.
Hari ini aku memberanikan diri mengirim pesan pendek kepadamu. Sekedar membalas pesan pendekmu. Atau mungkin lebih dari itu? Ya mungkin aku rindu kamu. Sungguh tak disangka bukan?
Padahal aku mengira tak akan ada lagi perasaan semacam itu, setelah kita memutuskan berjalan sendiri-sendiri. Aku bahkan sempat memintamu tidak lagi menghubungi. Betapa ketusnya aku. Betapa keras kepalanya kamu. Masih saja kamu kirimkan basa-basi itu. “Hai apa kabar? Kamu sehat kan?”
Aku tidak bilang masih mencintaimu. Meski semua itu belum jelas. Tetapi ada yang sudah jelas. Hatiku bergerak pindah.
Waktu angin membelai wajah, kenapa aku ingat kamu? Pada suatu masa ketika kita duduk di beranda, kamu menggenggam tanganku. Lalu tertidur. Di sebelahmu aku sibuk membaca.
Dan kenangan yang lain. Yang masih sejelas kemarin. Ketika kita menyusuri pertokoan, bergandeng tangan. Lalu duduk mengobrol di emperan. Kamu menghembuskan asap rokokmu ke udara. Aku tertawa ceria.
Apakah di sana hujan? Apa kabar burung-burung cenderawasih dan salju Jayawijaya? Hubungi abangku di Sorong kalau ada apa-apa ya. Aku bilang padanya kita masih berteman. Dia berjanji akan membantu. Hanya itu yang bisa kulakukan. Maaf. Hatiku bergerak pindah.
No comments:
Post a Comment