Kepada Cicih
di
pulau seberang
Barusan di televisi kulihat kota tempat kamu tinggal nyaris tenggelam. Banjir. Karena hutan banyak ditebang dan sungai besarnya meluapkan air coklatnya kemana-mana. Kulihat gelombang pengungsi yang menangis, berteduh di sekolah-sekolah dan kantor lurah. Perahu-perahu hanyut dan kolam raksasa berhias atap-atap rumah. Wajah-wajah malang nan nestapa. Dan kuharap salah satunya kamu.
di
pulau seberang
Barusan di televisi kulihat kota tempat kamu tinggal nyaris tenggelam. Banjir. Karena hutan banyak ditebang dan sungai besarnya meluapkan air coklatnya kemana-mana. Kulihat gelombang pengungsi yang menangis, berteduh di sekolah-sekolah dan kantor lurah. Perahu-perahu hanyut dan kolam raksasa berhias atap-atap rumah. Wajah-wajah malang nan nestapa. Dan kuharap salah satunya kamu.
Aku tidak akan bersyukur kalau kamu ternyata masih hidup, dan aku tidak akan berduka jika kamu tewas terbawa air bah itu.
Tidak perlu terkejut begitu. Kamu tahu, aku membencimu dari dulu.
Tidak perlu terkejut begitu. Kamu tahu, aku membencimu dari dulu.
Bagaimana kabar suamimu? Apakah dia masih ditolak sang ibu? Dia pikir kawin denganmu akan damai dan sejahtera. Ternyata kutukan yang diterima. Apa dia menyesal kamu tidak bisa masak dan beres-beres rumah? Padahal orang-orang sudah bilang padanya dulu: si Cicih pemalas dan banyak lagak.
Nah, apakah kakimu bertambah korengnya?
Pasti kamu tidak mengira akan menerima kutuk dan buduk. Mertuamu tidak merestuimu, tapi kutu-kutu itu mencintaimu. Menyewa rumah kayu di tengah hutan apakah itu cita-citamu? Ada kandang babi di bawah lantaimu itukah keinginanmu?
Pasti kamu tidak mengira akan menerima kutuk dan buduk. Mertuamu tidak merestuimu, tapi kutu-kutu itu mencintaimu. Menyewa rumah kayu di tengah hutan apakah itu cita-citamu? Ada kandang babi di bawah lantaimu itukah keinginanmu?
Hey Cicih, jangan melotot padaku!
Jadi bagaimana rasanya merebut kekasihku?
Memang sudah kuikhlaskan dia sekarang. Dia jelas lelaki tidak berguna. Tak kukira seleranya rendah begitu. Mencampakkan aku demi anak pembantu. Yang tak tahu diri dan cuma bisa iri. Yang hobi tidur seharian dan suka uring-uringan. Merasa tidak diperhatikan padahal sudah dikuliahkan majikan. Membanting pintu depan kalau ultah tidak dirayakan.
Kalian memang sama-sama pecundang. Dan dia jelas tidak masuk hitungan.
Rasakan saja, kulitmu yang hitam jadi bertambah hitam. Rambut yang kering jadi keriting. Terakhir bertemu kamu seperti ibu-ibu.
Susah ya hidup di hutan? Enak tidak jauh dari kota berbulan-bulan?
Padahal biar anak babu, kamu itu sok borju. Senang belanja baju, tas dan sepatu baru.
Ingat tidak waktu kulempari baju dan tas lama dari lemari? Di depan lelaki itu yang diam tertegun.
Kamu tak sadar sedang kuhina. Meraup semua dengan gembira. Tetapi lelaki itu tahu maksudnya. Pesannya jelas. Si Cicih cuma pantas dapat barang bekas.
Cicih, lanjutkan saja hidupmu dengan si bodoh itu. Aku tidak akan berdoa apa-apa untuk kalian. Restuku kan tidak dibutuhkan.
Lega rasanya bukan aku yang di posisimu.
Sori ya, siapa yang mau jadi korengan!
Penuh benci,
AKU
__________________________________
Kadang-kadang kebencian itu mengejutkan. Kadang-kadang kebencian itu tidak masuk akal. Tapi sakit itu tentu tak kekal...
Jadi bagaimana rasanya merebut kekasihku?
Memang sudah kuikhlaskan dia sekarang. Dia jelas lelaki tidak berguna. Tak kukira seleranya rendah begitu. Mencampakkan aku demi anak pembantu. Yang tak tahu diri dan cuma bisa iri. Yang hobi tidur seharian dan suka uring-uringan. Merasa tidak diperhatikan padahal sudah dikuliahkan majikan. Membanting pintu depan kalau ultah tidak dirayakan.
Kalian memang sama-sama pecundang. Dan dia jelas tidak masuk hitungan.
Rasakan saja, kulitmu yang hitam jadi bertambah hitam. Rambut yang kering jadi keriting. Terakhir bertemu kamu seperti ibu-ibu.
Susah ya hidup di hutan? Enak tidak jauh dari kota berbulan-bulan?
Padahal biar anak babu, kamu itu sok borju. Senang belanja baju, tas dan sepatu baru.
Ingat tidak waktu kulempari baju dan tas lama dari lemari? Di depan lelaki itu yang diam tertegun.
Kamu tak sadar sedang kuhina. Meraup semua dengan gembira. Tetapi lelaki itu tahu maksudnya. Pesannya jelas. Si Cicih cuma pantas dapat barang bekas.
Cicih, lanjutkan saja hidupmu dengan si bodoh itu. Aku tidak akan berdoa apa-apa untuk kalian. Restuku kan tidak dibutuhkan.
Lega rasanya bukan aku yang di posisimu.
Sori ya, siapa yang mau jadi korengan!
Penuh benci,
AKU
__________________________________
Kadang-kadang kebencian itu mengejutkan. Kadang-kadang kebencian itu tidak masuk akal. Tapi sakit itu tentu tak kekal...
No comments:
Post a Comment