dia menghilangkan seluruh jejaknya dr gw?
kenapa gak menghilangkan nyawanya aja skalian?
@kireinaenno, 2 Juli 2012
................
Pesan pendek
Aku disuruh motret arisan ibu-ibu.
Lho, merangkap tukang foto juga? :P Suruh aja si labil itu. Bukannya dia paling hobi belagak jadi fotografer pro (yang anehnya malah lebih tampak sebagai tukang foto keliling):P
Kalo fotografer banyak yang lebih jago. Aku motoin arisan ibu-ibu aja kok.
Iya tau, banyak yang lebih jago. Sebenernya kan aku cuma mau menghina dia. Ups. Abaikan :))
...............
Saya harus berterima kasih pada Rona, karena dengan sabar ia sanggup dan mampu membaca dan mendengar cercaan saya pada mahlukyang satu itu, yang notabene adalah temannya.
Rona tidak pernah menyela sarkasme saya dengan kata-kata sok bijak, nasehat sok suci, atau sebagainya. Ia hanya mengabaikannya seolah-olah tak ada yang saya katakan, mengalihkan topik atau menjawab dengan gurauan.
Dan sikap demikianlah yang mampu mengendalikan saya dari kerusakan mood akibat sarkasme saya yang tak tertahankan jika menyangkut 'orang itu.'
Saya ingat sekali kata-kata Vanny, teman mereka (yang kemudian menjadi teman saya). Vanny berharap saya, karena sakit hati dan dilukai, tidak berubah menjadi orang yang mendoakan hal-hal buruk untuk mahluk itu. Saya meyakinkannya, saya bukan orang yang suka mendoakan keburukan untuk orang lain. Sampai detik ini pun tidak. Saya tidak mendoakan hal-hal buruk, atau kasarnya, menyumpahi mahluk itu. Tetapi bukan berarti saya mendoakan dan berharap yang baik-baik untuknya. Tak usah ya!
Kalau kelak saya ketemu Vanny (atau kemungkinan dia sudah duluan membaca ini), saya kepingin bilang, bahwa dengan sangat menyesal saya kini membenci temannya. Saya tidak bermaksud demikian, tetapi saya tidak bisa mencegahnya.
Saya, yang sudah berusaha memaafkannya, and yes I did! I forgave him! Tiba-tiba karena mahluk itu ternyata bukan orang yang tahu terima kasih (karena sudah dimaafkan) dan tak cukup tahu diri (sudah menipu seorang perempuan), membuat saya merasa dilecehkan, dihina dan diinjak-injak.
Saya si korban penipuan, sudah membuang kemuakan saya padanya, menggantinya dengan kebesaran hati demi tali silaturahmi yang saling bersambungan antara kami semua. Rona, Vanny, si mahluk stupid dan semua teman-teman mereka yang mengenal saya secara langsung dan tidak langsung.
Saya yang seharusnya muntah, menelan gumpalan besar di kerongkongan saya demi yang namanya 'ukhuwah Islamiyah' seperti yang diajarkan agama kami, dan yang seharusnya lebih dia pahami sebagai orang yang mengaku-ngaku ikhwan.
Oh, yang dia lakukan adalah mencoba 'menyakiti' saya dengan mendekati lagi pujaan hatinya yang lama 'di depan mata saya.' Yang bagi saya adalah sebuah tragedi percobaan membuat cemburu yang gagal total.
Memangnya saya harus cemburu? Kenapa? Buat saya hal itu malah semakin memperjelas kepicikan dan ketidakdewasaannya. Come on boy, that's a game for a primary school student!
Dan maafkanlah saya, kalau kemudian saya tak tahan untuk mengutarakan pendapat pribadi saya tentang betapa dia sudah mempermalukan kualitas dirinya, di akun media sosial kami yang saling bertaut.
Orang-orang tentu akan menganggap saya sama bodohnya. Berkata, kenapa saya tidak mengatakannya langsung. Saya akan menjawabnya dengan gamblang. Mengatakan langsung bagaimana? Ia bersembunyi dan menjauh dari saya sejauh-jauhnya, sehingga saya tak tahu apakah pesan saya akan sampai, dibaca dan dipahami. Lagipula, saya juga mengujinya.
Dalam surat elektroniknya yang dibuat untuk memutuskan hubungan kami secara sangat pengecut (dan membuat saya ragu apakah ia berkelamin pria atau wanita, atau di antaranya), ia berharap saya memaafkan dirinya, dan kami masih tetap berteman.
Dan hei! Aku sudah memaafkanmu, kau sudah tahu. Dan aku membuka pintu untuk pertemanan yang sejak awal bahkan sudah terjalin. Tapi apa yang kau lakukan? Kau kemudian bersikap seolah-olah aku yang salah. Lalu kemudian memblock akun media sosialku yang terhubung dengan akunmu.
Well done, Goofy!
Jangan salah paham dan mengira aku menangisi akun kita yang tak terhubung lagi. Aku justru lega. Karena tak lagi terganggu dengan tulisan-tulisanmu yang sok abege plus kegenitanmu yang tak penting. Please, grow up! *sigh*
Aku senang karena sudah lama ingin memblokade akunmu, namun aku selalu ingat ajakan baikmu untuk tetap bersilaturahmi. Memutuskan silaturahmi itu dosa, demikian dalam ajaran agama kita. Saya tentu tak mau menambah dosa dengan sengaja.
Namun sepertinya Tuhan tahu saya sudah muak dan menggerakkan mahluk itu memblokade akunnya duluan. Meskipun, maafkan saya Tuhan, itu membuat saya mencap dia orang yang munafik. Sekaligus membuktikan bahwa dia bukan orang yang bisa memegang omongannya.
Lho, tungggu! Kenapa tulisan ini jadi melantur kemana-mana?
Sebenarnya saya cuma ingin bilang terima kasih buat Rona. Juga Vanny dan teman-teman yang lain, selama ini berperan penting menjaga saya tetap berpikir jernih.
Tanpa mereka, terutama Rona, saya akan terperosok terlalu dalam pada mood yang muram dan tak bisa keluar lagi. Thank you all. I'm sorry, but I hate him :)
“It has been said, 'time heals all wounds.' I do not agree. The wounds remain. In time, the mind, protecting its sanity, covers them with scar tissue and the pain lessens. But it is never gone.”
― Rose Kennedy
pict from here |