I Lonely

Saya sakit lagi. Terbaring tak berdaya di atas tempat tidur saya yang menurut saya terlalu besar itu. Maag saya kambuh, lebih parah dari biasanya. Mungkin karena terlalu lelah mengurusi korban bencana alam dan evakuasi mereka.

Tapi anehnya kata dokter, bukan karena itu penyebab saya sakit.
"Pola makan kamu bagus," katanya setelah menginterogasi saya soal apa yang saya makan, kapan waktu makan, berapa kali saya makan dan ternyata ia bilang saya ini  disiplin. "Ini karena pikiran," katanya lagi. "Kamu banyak pikiran tanpa kamu sadari."

Lalu ia memberi saya sejumlah obat. Banyak, dan salah satunya mengandung obat tidur dosis untuk gajah. Sungguh membikin ngantuk sekali sih!

Tapi karena sakit, saya kembali punya waktu berkontemplasi. Saya kembali sendirian. Di antara empat dinding yang mengurung kebebasan dan kaki-kaki yang lemah karena obat tidur dosis gajah itu. Tidak mau diajak kompromi untuk kabur saja.

Selama ini mereka mengira saya kuat. Saya memang kuat. Tapi bahkan wonder woman atau warrior princess sekalipun memiliki batas. Mereka yang mengira saya kuat, tak seorang pun menyuruh saya berhenti sejenak. Padahal dalam benak saya, terjulur sepasang tangan yang menggapai-gapai minta dihentikan.

Saya merasa sendiri, padahal tidak. Ada Denny, yang selalu percaya saya ini tangguh seperti laki-laki. Yang meski akhir-akhir ini jarang saya perhatikan, tapi ia tetap menyayangi saya.

Ada Ari. Percakapan-percakapan konyol sebelum tidur. Tawa-tawa tertahan di malam-malam berhujan. Dan ia memanggil saya Sumi karena kami saling mengucap Oyasumi (selamat istirahat) sebelum menutup telepon.

Ada Tom. Menjaga dari jauh. Mengirim foto-foto kambing dari manapun dia berada, dan selalu bertanya 'kamu apa kabar?'

Tetap saja. Ya tetap saja pokoknya saya merasa sendirian. Karena seseorang yang saya harapkan tak pernah ada di samping saya.