13 Februari 2010
Kalian sedang sibuk menyiapkan coklat valentine. Atau gaun pink. Atau tempat kencan untuk candlelight dinner. Mungkin sedang menyusun kalimat untuk menyatakan cinta pada seseorang. Begitulah pasti.
Dan saya?
...........
Hujan turun deras sekali. Tidak berhenti sejak kami tiba sore itu. Saya masih pusing. Sisa-sisa mabuk darat dalam perjalanan ketika datang. Ya, saya muntah di depan kantor Kodim ketika kami singgah sebentar untuk melaporkan jumlah bantuan yang kami bawa.
Sial! Tidak biasanya saya lemah begini!
"Kamu lagi dimana?" Pesan pendek dari seorang teman masuk begitu ada jangkauan sinyal.
"Di atas gunung." Tulis saya singkat.
Ya. Saya di atas gunung. Terguncang-guncang dalam ford ranger yang dikemudikan seorang teman. Ini adalah lima jam perjalanan off road paling merana dalam hidup saya.
Jalan yang kami lalui adalah jalan peninggalan zaman kolonial. Dulu, kawasan pegunungan itu merupakan kawasan perkebunan milik Perancis. Bayangkanlah jalan sempit berkelok-kelok curam yang melingkari gunung, diapit tebing curam yang rawan longsor dan jurang yang amat dalam. Yang bahkan kabut pun melayang di bawah sana, bukan di atas kami. Karena posisi kami lebih tinggi dari kabut itu sendiri.
Saat itu baru separuh jalan. Tiga jam sudah berlalu sejak rombongan kami berangkat dari kota. Dua jam lagi, kata teman-teman satu tim. Gila, pikir saya. Lima jam perjalanan padahal masih di kabupaten yang sama!
Kami ngebut. Berpacu dengan hujan dan kecemasan akan bahaya longsor. Di beberapa tempat, bahkan jalan yang kami lalui sudah tinggal separuh. Bekas-bekas longsor beberapa hari sebelumnya masih tampak. Tanah dan bebatuan berserakan, tergilas ban. Membuat kami terguncang-guncang dalam mobil masing-masing. Rasanya? Jangan tanya. Seolah-olah kami mau dijadikan milkshake.
Jalan yang berkelok-kelok, guncangan-guncangan sinting dan laju mobil yang gila-gilaan membuat kepala saya pusing dan mual. Kondisi saya memang sedang tidak fit, tapi saya tekadkan untuk berangkat. Kami sedang dalam misi membawa bantuan sembako untuk korban bencana longsor di beberapa desa di atas kawasan pegunungan itu.
"Nggak apa-apa, Mbak?" Tanya seorang tentara di depan kantor Kodim itu.
Nggak apa-apa gundulmu! Nggak liat saya muntah-muntah gini! Tapi saya cuma menggeleng. Seorang teman menyodorkan sebotol air mineral dan saya meneguknya dengan rakus.
Sampai di lokasi, badan saya rasanya tidak karuan. Saya pusing, lemas, mual, mengantuk, basah oleh keringat dingin. Tapi ketika melihat rumah-rumah yang tertimbun itu, perempuan-perempuan tua berwajah sedih dan anak-anak yang menangis kedinginan dan lapar, penderitaan saya terlupakan. Mobil-mobil kami tinggalkan tiga kilometer jauhnya dari lokasi bencana, karena jalan terputus longsor. Kami berjalan kaki menembus gundukan-gundukan tanah dan bebatuan. Kaki kami bahkan amblas sampai sebetis.
Rombongan kami tidak membawa bantuan yang muluk-muluk. Kami hanya membawa beras, mie instant, makanan kaleng, sarung dan selimut. Semua itu tertumpuk di bawah terpal, di bak belakang ranger kami. Hanya itu yang sempat kami kumpulkan dalam ketergesaan begitu mendengar bencana terjadi. Tetapi mereka menerimanya dengan senang hati. Wajah-wajah berubah sumringah, tangan-tangan kotor berlumpur menyalami kami.
"Nanti datang lagi ya, Neng..." ujar seorang nenek kepada saya. Ia memeluk erat sarung batik yang saya berikan padanya barusan.
"Iya Mak, insya Allah ya. Saya balik lagi bawa bantuan yang lebih banyak. Kalau saya tidak bisa, nanti pokoknya pasti ada. Teman-teman saya banyak yang mau datang ke sini juga."
Hujan masih turun dengan deras, ketika kami semua melompat lagi ke dalam mobil untuk beranjak pulang. Hari semakin gelap, jalanan semakin licin dan jurang serta tebing yang kami lewati semakin membahayakan.
Kami kembali nyaris menjadi milkshake. Terguncang-guncang hebat dalam kecepatan tinggi, di malam yang gelap gulita, di atas gunung yang rawan longsor.
"Kita baca Yasin," bisik Ella di sebelah saya. Saya mengangguk, tak sanggup menjawab karena kepala saya pusing.
Ayat suci Al Quran berkumandang dalam kegelapan gunung, diantara deru mobil-mobil yang merambati jalan curam di tepi jurang. Saya mual lagi, tapi bahagia. Sangat bahagia.
_______________
Malam valentine yang mengesankan, membahagiakan sesama.
Bukankah itu inti dari cinta dan kasih sayang? :)
15 comments:
benar. inilah makna kasih sayang yang sebenarnya
berbagi dengan sesama
:D
Selamat Valentine Mbak, ah, tidak gaun pink? engga punya. :)
membagi kasih dengan sesama, tanggal berapa pun di bulan apa pun, tetap akan membahagiakan, kan? :)
ah, sungguh berbahagianya dirimu mbak.. bisa merasakan makna kasih sayang yg sebenar2nya..
benar2 perjalanan yg sangat memperkaya jiwa.. aku pun merindukannya..
*pohon ngiri bangedh
hihihi..
wow... what an experience... tapi bener tuh, itu kasih sayang untuk sesama. good for you!
happy valentine's day!
menghabiskan hari kasih sayang dengan pengalaman yang luar biasa. Pasti itu lebih baik dari sekedar makan malam diterangi nyala lilin.
happy belated valentines day yah mbak!!!
ahhhh,
tapi pulangnya dapet acup dari mr k kan..
hahahahahah
hepi valentin dei yah mbak :D walau telat ;)
Hai,
datang mau ngucapin
happy lunar
happy valentine's day
happy ash wednesday
buat yang merayakan, yang nggak merayakan semoga bulan penuh cinta ini selalu membawa kebahagiaan dan kedamaian...
Ninneta
berbagi kasih dgn sesama...
love..love..love..
salam kenal.
mau tukeran link..
aku ijin nge link di blog aku ya!
awesome experience yiaa kka :)
Eh, No...yang dibilang Denny itu bener ga? Cieeehhh...ikut hepi nih diriku :P
Ouwwh, Mba, aku terharuuuwww ....
*Eh, tapi komennya Denny itu bener?? Cieehh...*
Weitzzz, acup dari Mr. K?, wah, pasti minta tambah tuh, hahaha...
@all: makasih komen2nya... aku sakit jadi baru bs ol lagi...
denny, sari, shin-kun: tolong ya jangan ngegosip! hahahaha
Post a Comment