Saturday, April 19, 2008

Sangkar Angin

Adakah malam-malam panjang
ketika melamun tak berkesudahan
kau hadirkan aku meski selintas?
Meski angin membisikkan salamku
di telingamu yang kau tulikan?

Barangkali aku adalah perempuan paling bodoh sedunia.
Sudah kuputuskan untuk tidak mencintaimu lagi.
Pada suatu titik.
Hati dan otakku malah saling berperang.
Perang yang melelahkan
hanya menghasilkan sepi dan dingin di dalam sini.
Satu hal yang paling kuinginkan
Hanyalah memilikimu
___________________________

Angin menderu. Merebahkan ia ke tanah. Badai masih belum henti, meski tak lagi sesering kemarin. Langit akan menjadi sangat biru setelahnya. Wangi rumput basah akan menguar ceria ke udara. Dan sahabatnya yang selalu bersinar hangat di antara awan-awan berarak akan memeluknya dengan jari-jari cahaya yang tembus pandang. Meski saat badai menyakitkan dan melelahkan. Terlipur sudah semuanya.

Ia akan kembali tegak dalam belaian angin yang kini bersikap lembut. Mendendangkan nada-nada gembira yang menandakan hatinya suka cita. Mahkotanya mekar menatap langit. Menantang siapa saja untuk memuji keindahannya.

"Aku masih mencintaimu. Kamu tahu. Kamu selalu tahu. Jadi tolong berilah sedikit tempat dalam benakmu yang pepat untukku."

Lelaki itu mungkin hanya akan mempertimbangkannya sesaat saja. Dan memberikan tempat itu untuknya. Meski mungkin hanya karena kebaikannya ia melakukan itu. Tetapi itu sudah cukup untuk saat ini. Lebih dari cukup.
Cukup baginya tetap menjadi bagian dari hidup dan hidup menjadi bagian dari dirinya. Ia akan terus memupuk harap. Sampai akarnya mengering karena lelah, ujung mahkotanya jatuh satu per satu ke tanah. Sampai matahari mengingatkannya bahwa ia tak bisa selalu menunggu di tengah padang. Sampai angin menderu-deru lagi di sekelilingnya.

"Aku masih mencintaimu. Kamu tahu. Kamu selalu tahu. Aku akan terus menunggu di sini. Dalam sangkar angin yang melindungiku dari sepi. Datanglah sebelum aku mengering dan mati."

Lelaki itu akan datang suatu hari. Membawa jawabannya. Ia akan menyiapkan hati untuk yang paling sedih. Tetapi setidaknya lelaki itu mengerti putihnya hati.

2 comments:

Panio said...

MBA ENNO!!!!
tulisannya bagus2 dan indah skali sih mba..
ngebaca kalimat2 mba, ak bsa merinding sendiri krn ga nyangka kalimat bsa dirangkai dan jd begitu indaaah..salut mba :)
salam kenal ya mbaa

Enno said...

menulis harus dari hati, phanie... makasih, salam kenal juga :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...